Penulis : Pulung Ciptoaji
abad.id-Abad ke-15 menandai titik balik penting dalam sejarah maritim. Columbus mencapai Amerika pada tahun 1492, dan sekitar enam tahun kemudian Vasco da Gama, mengitari Tanjung Harapan, tiba di Calicut di pantai Malabar, India. Awal abad ini pemerintahan Kaisar Ming Yung Lo, China ikut berkontribusi pada sejarah maritim. Yaitu dalam catatan perjalanan laksamana Cheng Ho, yang kemudian dikenal sebagai Kasim Tiga Permata.
Pada abad pertengahan itu orang Tionghoa dikenal sebagi pelaut pemberani. Kapal jung mereka berhasil mengarungi lautan timur dan memiliki ukuran dan kemegahan yang mengagumkan. Bahkan ukurannya jauh lebih besar daripada kapal mana pun yang pernah dibuat di dunia barat. Kekuatan angkatan laut China tersebut mencapai puncak terbesarnya dengan pelayaran Laksamana Cheng Ho. Armada melakukan perjalanan dari Vietnam ke timur tengah. Namun beberapa tahun kemudian setelah ekpedisi pertama, Kaisar Ch'eng-Tsu melarang pelayaran lebih lanjut, sehingga kekuatan angkatan laut berkurang. Kebijakan ini menciptakan kemunduan pengaruh China dan penurunan ekonomi dan politik dalam waktu yang panjang.
Sosok Laksamana Cheng Ho memulai hidupnya sebagai Ma Ho, lahir tahun 1371 di provinsi selatan Yunnan. Yunnan sebelumnya merupakan pusat kerajaan Nan Chao, yang merupakan masyarakat militeristik kuat yang melawan dominasi Tiongkok selama ratusan tahun. Namun berhasil dihancurkan oleh bangsa Mongol di bawah Kublai Khan pada tahun 1250-an. Untuk menenangkan wilayah yang terbentang di dataran tinggi pegunungan di perbatasan Tibet hingga Xishuangbanna di pinggiran Burma dan Laos ini, Mongol menempatkan banyak pasukan dan menempatkan banyak orang Muslim di sana. Ma Ho berasal dari salah satu keluarga ini. Dia menjadi terkenal sebagai seorang militer sekaligus seorang terpelajar.
Masjid Laksamana Cheng Ho di Surabaya. Foto Pulung
Selama Ma Ho naik pangkat, Tiongkok menderita kemunduran militer yang berdampak mengurangi reputasinya dan rasa takut serta rasa hormat dari negara lain. Pembalikan ini berperan penting dengan penciptaan pelayaran ekpedisi dalam jumlah besar dan melibatkan tenaga dan sumber daya dalam waktu yang lama. Maka diperlukan persiapan ekpedisi dengan biaya besar dan intrik politik. Kapal-kapal mulai dibangun di 'Treasure-ship Yard' yang terletak di barat laut Nanking dekat sungai Yangtze. Kapal-kapal itu dirakit menjadi armada dengan banyak pengorbanan dan doa kepada dewi T'ien Fei, pelindung para pelaut.
Dari sana mereka berlayar ke selatan dan mengitari pesisir China selatan, Vietnam, Thailand, sebagian Malaysia modern dan Indonesia, dan terus ke barat dengan India dan Arab. Secara keseluruhan, lima pelayaran diselesaikan dan Laksamana Cheng Ho menjadi sangat terkenal. Karena diplomasinya yang tegas dan adil. Juga penghargaannya terhadap penduduk setempat dan adat istiadat menjadi catatan penting di setiap daerah yang disinggahi. Sejarah pelayarannya disusun oleh Ma Huan, namun sedikit diketahui selain pekerjaan resminya sebagai penerjemah. Khususnya kemampuannya dalam bahasa Arab dan Persia yang menunjukkan Ma Ho seorang Muslim yang taat.
Selain mendapatkan kesuksesan besar pelayaran itu, ekpedisi Laksamana Cheng Ho juga mendapatkan informasi serta prestise yang tak ternilai untuk kaisar Ming. Namun keputusan kaisar bebanding terbalik dengan harapan para peserta ekspedisi, sebab lebih memilih mengalihkan perhatiannya ke tempat lain dan kegiatan ekpedisi berikutnya dibatalkan. Mungkin kaisar memandang dunia luar tidak tertarik melihat China. Maka kekuasan asing belum menjadi ancaman edaulatan China.
Ekpedisi Laksamana Cheng Ho Berhasil Menggelorakan Islam
Dari tahun 1405 sampai 1433, selama ekspedisinya ke luar negeri, apakah Cheng Ho ikut menyebarkan Islam?. Meskipun tidak ada catatan yang relevan dalam arsip sejarah di China, banyak catatan dan kisah di negara-negara Asia Tenggara yang disinggahi Cheng Ho membantu penyebaran Islam.
Peran Cheng Ho dalam perkembangan Islam di Asia Tenggara merupakan bagian tak terpisahkan dari pertukaran budaya antara China dan Asia Tenggara. Aktivitas Cheng Ho dalam kaitannya dengan penyebaran Islam di Asia Tenggara, perlu diperkenalkan secara singkat latar belakang Islam.
Menurut B.W. Andaya, seorang cendekiawan Selandia Baru, dan Ishii Yoneo, seorang cendekiawan Jepang, Cheng Ho sempat singgah di Sumatera bagian utara, paling dekat dengan India dan jantung Islam, tempat Islam mendirikan pantai pertamanya di Asia Tenggara. Menurut Ensiklopedi Indonesia, Islam pertama kali diperkenalkan pada abad ke-13 ke Sumatera bagian utara melalui pedagang dari Persia dan dari Gujarat di India Barat. Alasan ini didasarkan pada nisan raja pertama kerajaan Samudra Pasai yang wafat pada tahun 1297, terukir “Sultan Malik As Shalih” dan beberapa kata lain yang menunjukkan keyakinanan Islam. Batu nisan tersebut didatangkan dari Cambay yang terletak di Gujarat. Hal ini menunjukkan bahwa Islam masuk ke Kerajaan Samudra Pasai dari Gujarat pada tahun 1292.
Akan tetapi, sarjana lain berpendapat bahwa pada abad ke-7 dan ke-8, sudah banyak pedagang Arab pergi ke Sumatera Utara, berbisnis sambil menyebarkan Islam. Sementara sebagian umat Islam di Indonesia berpendapat bahwa Islam pertama kali masuk ke Indonesia dari China. Misalnya, Abdurrahman Wahid, mantan Ketua Umum Nahdatul Ulama itu pernah mengklaim bahwa Islam pertama kali disebarkan ke Nusantara oleh Muslim Tionghoa. Serta Nurcholish Madjid, seorang cendekia muslim mengajukan pandangan lain, yaitu Islam mungkin telah menyebar ke Indonesia dari anak benua India atau Arab selatan melalui benua China.
Menurut arsip sejarah, Kerajaan Samudra Pasai didirikan sebagai kerajaan Islam pertama di Sumatera pada abad ke-13 dan menjadi pusat Islam di wilayah tersebut. Pada tahun 1292, ketika Marco Polo, seorang penjelajah Italia, kembali dari Tiongkok ke Italia, ia singgah di Sumatera bagian utara dan menemukan banyak penduduk di sana sudah memeluk Islam.
Maka kemungkinan kedatangan ekpedisi Cheng Ho di Indonesia dapat diklasifikasikan tujuannya. Pertama, Cheng Ho berdoa di masjid-masjid di wilayah tersebut dan membangun masjid di Jawa. Seorang peneliti Mangaradja Onggang Parlindungan yakin kejadian itu pada tahun 1413. Buktinya armada yang dikirim oleh pemerintah Ming tinggal di Semarang selama sebulan penuh untuk perbaikan. Tiga komandan Cheng Ho, Ma Huan, dan Fei Xin sering berdoa di masjid Tionghoa di Semarang.
Namun setelah kematian Cheng Ho dan berakhirnya masa kejayaan maritim, komunitas Islam Tionghoa berhenti berintegrasi dengan masyarakat lokal dan mengubah masjid yang dibangun Cheng Ho dan para pengikutnya itu menjadi kuil. Dalam legenda setempat, Cheng Ho membangun sebuah masjid didekat gua di Semarang yang dekat dengan tempat tinggalnya. Jika semua catatan sesuai dengan fakta sejarah, dapat dikatakan bahwa Cheng Ho dua kali mengunjungi Semarang, yaitu pada tahun 1411 dan 1413.
Masih catatan Mangaradja Onggang Parlindungan, bahwa Cheng Ho mendirikan komunitas Muslim Tionghoa di Asia Tenggara. Pada tahun 1407, armada tersebut berperang dan merebut Kukang (Palembang), yang dikuasai orang Tionghoa non-Muslim dari provinsi Fujian. Mereka menangkap Chen Zuyi, kepala bajak laut dan mengirimnya di bawah pengawalan ke Beijing. Setelah itu, komunitas Tionghoa Hanafiyah pertama di Indonesia dibangun di palembang, dan pada tahun yang sama, komunitas Tionghoa Muslim didirikan di Sambas, Kalimantan. Pada tahun 1416, Cheng Ho membangun komunitas ketiga, di barat laut Sumatera dekat muara Batanggadis.
Cheng Ho menugaskan beberapa Muslim Tionghoa perantauan untuk menjadi pemimpin komunitas Tionghoa di negara tujuan. Tugas ulama ini sangat penting dan memainkan peran dalam menyebarkan Islam. Menurut Parlindungan, pada tahun 1419, Cheng Ho menunjuk Bong Tak Keng, seorang penduduk di Champa yang merupakan keturunan pendatang dari Yunnan, untuk memerintah semua komunitas Muslim Tionghoa di sepanjang garis pantai Asia Tenggara. Pada tahun yang sama, Gan Eng Tju dipercaya oleh Bong Tak Keng untuk menguasai pemukiman Tionghoa
Ada kisah lain yang tidak terdokumentasikan dalam ekpedisi Cheng Ho ini. Sehingga hanya bisa menganalisa kebenaran kisah tersebut dengan legenda lokal. Misalnya yang dikutip dari penelitian Amin Budiman. Ketika Cheng Ho sedang berlayar menyusuri pantai utara Jawa, Wong Jinghong salah satu orang kepercayaannya tiba-tiba jatuh sakit dan tidak dapat melanjutkan pelayaran. Akhirnya dia diputuskan tetap tinggal di Jawa. Selama di Semarang, Wong Jinghong mengajar penduduk lokal dan migran Tionghoa untuk bertani dan berbisnis. Sarjana asing lainnya berpendapat bahwa Wang sengaja ditinggalkan di Semarang hingga ekspedisi kelima. Selama dan menetap di Jawa, Wong menyebarkan Islam sampai kematiannya pada usia 78 tahun. (pul)