Gastro Kulture
Pecel Madiun yang Mendunia
Abad.id - Hanya pecel Madiun yang memiliki ciri khas. Sayurnya lebih beragam. Bahkan, pada era 1960-1970 masih banyak dijumpai masih memakai sayur krokot, sejenis rumput liar yang biasanya digunakan untuk makanan hewan jangkrik. Kini, pecel Madiun telah mendunia.
Abad.id Naik bus atau kereta api ke Yogyakarta melintasi Madiun, Jawa Timur, rasanya tidak pas jika tidak mencicipi makanan khas daerah, yakni pecel. Bagi yang pernah mencicipi tentu akan ketagihan.
Sekilas makanan ini terkesan biasa-biasa saja. Orang Eropa menyebut ini Indonesian Salad, dan sambalnya adalah dressing yang terbuat dari kacang tanah ditumbuk, dicampur rempah dan cabe. Namun jangan tanya bagaimana terkenalnya makanan khas ini, gaung pecel Madiun hingga seantero Nusantara dan bahkan mampu melintasi benua. Tidak percaya?
Kalau Anda ke Madiun, di kota berjuluk Brem ini akan ditemui pecel dengan berbagai racikan dan resto. Meski berbeda-beda, namun rasanya sama. Sayuran disiram sambal kacang, itu dia.
Bagi masyarakat Jawa Timur khususnya, pecel adalah makanan tradisional di daerah Jawa, Indonesia.
Meski pecel banyak macamnya di daerah, seperti pecel Magetan, Malang, Blitar, Banyumas, Kediri dan lain-lain, tapi masyarakat lebih familiar dengan pecel Madiun. Seperti soto, cuma dua soto yang dikenal khas di Jawa Timur, yakni soto Madura (daging) dan soto Lamongan (ayam).
Memang tidak banyak yang tahu bagaimana pecel ini bisa dibilang dari Madiun. Versi yang didapat abad.id, pecel Madiun berasal dari Desa Selo, sebuah kawasan kecil di sebelah timur Madiun–di kaki gunung Wilis.
Di Desa Selo sendiri, kawasan di kaki gunung Wilis tadi, sekarang masih banyak dijumpai penjaja pecel tradisional. Dulu, era 1970-an, banyak dari mereka berjualan ke Madiun dengan cara menggendong pecel dan nasinya.
Mereka lantas duduk membuka dagangan pecelnya di bebeapa sudut jalan, dan bahkan di antaranya mangkal, dan ada juga yang keliling di jalan-jalan.
Bagi warga Madiun, nama-nama seperti Yu Las, Yu Wo, Yu Bibit, Yu Gembrot dan lain-lain tentu tidak asing. Yu Wo masih ada sampai saat ini. Ia sekarang mangkal di terminal bus lama. Ia sudah melakukan pengembangan usaha dengan membuka warung nasi cukup besar.
Di depan Kantor Perbekalan Kodam (Tebek) Jalan Dr Sutomo, ada pasangan Bu Tjip dan Pak Min yang sudah puluhan tahun ada di sana. Mereka menjajakan makanan di malam hari. Bu Tjip kini sudah tiada dan digantikan anaknya. Begitu pula pasangan Pak Tuk tepat di jalan depan stasiun Kereta Api, adalah bagian dari legenda nasi pecel Madiun.
Pada masa sekarang, pecel tampil lebih modern. Disajikan di warung atau restoran. Yu Gembrot membuka restoran dengan minuman, kemudian Pecel Murni di Jalan Cokroaminoto yang kadang menyaksikannya di piring, bukan di pincuk.
Beberapa di antaranya khusus membuka jualan sambal pecel saja, seperti sambel pecel Delima, sambal Mirasa, sambal Jeruk Pedas, sambal pecel Kuburan Krekob, sambal jalan Anggrek dan lain-lain.
Tapi bagi yang ingin memburu yang asli, tentu akan lebih nikmat jika pecel tetap disajikan di atas daun pisang alias pincuk.
Aroma dan rasanya berbeda. Lebih sedap. Dan, bagi yang kangen dengan yang orisinal, tentu saja bisa jalan ke desa Selo.
Di tempat ini masih dijumpai dengan sambal asli yang selain kacang juga dicampur dengan ketela. Rasanya lebih sedap dan orisinal.
Namun beberapa daerah lain juga memiliki pecel. Antara daerah satu dan yang lain berbeda, ciri bumbu, penyadian dan perniknya.
Tentunya, hanya pecel Madiun yang memiliki ciri khas. Sayurnya lebih beragam. Bahkan, pada era 1960-1970 masih banyak dijumpai masih memakai sayur krokot, sejenis rumput liar yang biasanya digunakan untuk makanan hewan jangkrik.
Daun pepaya, bayam, daun mlinjo, toge, bunga pisang, daun kunci serta lainnya menjadi ciri khas pecel Madiun. Saat disajikan biasanya dilengkapi dengan ragi, srundeng dan lalapan.
Brand pecel Madiun adalah lalap, yakni lamtoro dan daun kemangi. Kalau ada yang menambahi dengan cacahan timun, itu bukan pecel Madiun.
Ciri khasnya lagi, disajikan di pincuk (daun pisang), ditambah peyek (kacang ijo, tholo hitam, teri, ebi dan lain-lain), serta peyek tempe kiripik. Penjual juga sering melengkapi dengan lauk jeroan; babat, usus, paru. otak goreng sapi, limpa dan empal.
Yang membedakan lagi antara pecel Madiun atau bukan, adalah rasa sambalnya. Sambal kacangnya tidak terlalu lembut. Bahkan, cabainya kadang masih utuh. Rasanya juga biasanya pedas, dengan aroma jeruk pecel yang kuat. Jika rasa kencurnya menyengat, dipastikan itu bukan pecel Madiun, tetapi lebih berasal dari timur, seperti Kediri dan Blitar.
Sementara dalam literatur lain menyebut, pecel sudah ada sejak jaman penjajahan Belanda. Buktinya, ada di Suriname, wilayah bekas jajahan Belanda ini terdapat pecel, meskipun ada perbedaan rasa di bumbu dan isinya, karena mengikuti selera dan keadaan di sana (Suriname).
Di negeri Belanda di pasar Albequeque, juga di restoran-retoran Indonesia di Amsterdam. Memang tidak susah mencari masakan atau makanan Jawa di Suriname. Masuk saja ke sembarang ”waroeng”— sebutan untuk tempat makan di Suriname. Dan kita akan menemukan menu seperti pitjel atau pecel, nasi goreng dan bakmie goreng, saoto, sate pitik (ayam), sampai minuman dawet alias cendol.
“Tiyang cemeng nggih jajan pitjel wonten mriki. Nggih remen kok (orang kulit hitam juga makan pecel di sini. Suka juga kok),” kata Markati, pemilik Waroeng Toeti di Tamanredjo, daerah setingkat kecamatan di Distrik Commewijne, Suriname.
Rombongan delegasi Kebudayaan Indonesia yang pernah datang ke Suriname juga penasaran dengan rasa pitjel ”van” Suriname itu. Mereka mampir ke Waroeng Toeti dan rupanya rasanya sama saja dengan pecel Indonesia.
Unsur pitjel tak beda dengan pecel yang banyak dijual di Indonesia, seperti bayam, taoge, dan kacang panjang plus lumuran sambal kacang.
Markati yang pensiunan pekerja perkebunan kebun tebu Marienberg itu juga menyediakan saoto dan dawet. Waroeng Toeti juga menyediakan singkong rebus yang biasa disantap bersama ikan asin.
Membicarakan pecel selalu tidak pernah lepas dari salad. Atau lebih tepatnya salad sayur. Cuma bedanya salad sayur di luar negeri tidak ada satupun chef yang berani mencampur salad sayur dengan nasi. Hanya orang Indonesia yang berani. Inilah kenapa pecel diawali sejak jaman penjajahan. Karena jaman dulu banyak orang ingin mengikuti cara makan para penjajah entah penjajah-entah jaman Portugis, Inggris atau Belanda, seperti makanan salad. Namun karena sulit mencari mayonaise di masa itu, sehingga orang tersebut menggantinya dengan bumbu kacang. Jadilah pecel yang kita kenal hingga kini.
Abad 17 Stok Kacang Tanah Berlimpah
Penjual nasi pecel Madiun jaman kolonial sedang menjajakan dagangannya di pemberhentian kereta api.
Ada banyak versi soal pecel. Disebutkan, pecel sebenarnya sudah ada sejak jaman kerajaan Mataram. Kesultanan Mataram kala itu adalah kerajaan Islam di Pulau Jawa yang pernah berdiri pada abad ke-17. Kerajaan ini dipimpin suatu dinasti keturunan Ki Ageng Sela dan Ki Ageng Pemanahan, yang mengklaim sebagai suatu cabang ningrat keturunan penguasa Majapahit.
Mataram merupakan kerajaan berbasis agraris/pertanian dan relatif lemah secara maritim. Pecel memiliki jejak sejarah yang dapat dilihat hingga kini, seperti hingga Pantura Jawa Barat. Pecel Cirebon hingga Indramayu masih ada hingga sekarang.
Nah, Madiun sendiri merupakan suatu wilayah yang dirintis oleh Ki Panembahan Ronggo Jumeno atau biasa disebut Ki Ageng Ronggo. Asal kata Madiun dapat diartikan dari kata “medi” (hantu) dan “ayun-ayun” (berayunan), maksudnya adalah bahwa ketika Ronggo Jumeno melakukan “Babat tanah Madiun” terjadi banyak hantu yang berkeliaran. Penjelasan kedua karena nama keris yang dimiliki oleh Ronggo Jumeno bernama keris Tundhung Medhiun. Pada mulanya bukan dinamakan Madiun, tetapi Wonoasri.
Sejak awal Madiun merupakan sebuah wilayah di bawah kekuasaan Kesultanan Mataram. Dalam perjalanan sejarah Mataram, Madiun memang sangat strategis mengingat wilayahnya terletak di tengah-tengah perbatasan dengan Kerajaan Kadiri (Daha). Oleh karena itu pada masa pemerintahan Mataram banyak pemberontak-pemberontak kerajaan Mataram yang membangun basis kekuatan di Madiun. Seperti munculnya tokoh Retno Dumilah.
Beberapa peninggalan Kadipaten Madiun salah satunya dapat dilihat di Kelurahan Kuncen, di mana terdapat makam Ki Ageng Panembahan Ronggo Jumeno, Patih Wonosari selain makam para Bupati Madiun, Masjid Tertua di Madiun yaitu Masjid Nur Hidayatullah, artefak-artefak di sekeliling masjid, serta sendang (tempat pemandian) keramat.
Kota Madiun sendiri dahulu merupakan pusat dari Karesidenan Madiun, yang meliputi wilayah Magetan, Ngawi, Ponorogo, dan Pacitan. Meski berada di wilayah Jawa Timur, secara budaya Madiun lebih dekat ke budaya Jawa Tengahan (Mataraman atau Solo-Yogya), karena Madiun lama berada di bawah kekuasaan Kesultanan Mataram.
Maka, tidak heran jika pecel sebagai makanan khas Kesultanan Mataram kemudian diadopsi ke Madiun. Selain itu pula, pada abad ke-17 Madiun terkenal sebagai penghasil kacang tanah terbesar. Karena stok yang berlimpah inilah, Madiun mampu mengembangkan pecel sebagai makanan khas, yang mana bahan utamanya dari kacang tanah yang telah disangrai.
Komoditas kacang tanah di Madiun memiliki prospek bisnis yang bagus, sehingga hasil tanamnnya selalu menguntungkan
Dalam laporan Angka Sementara (Asem) pada 2015, produksi kacang tanah dan kacang hijau meningkat. Kondisi ini membuktikan bahwa Jawa Timur selain sebagai salah satu lumbung beras dan jagung juga merupakan sentra kacang tanah dan kacang hijau.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim, untuk kacang tanah pada Asem 2015 mengalami kenaikan sebesar 191,58 ribu ton biji kering, peningkatan sebesar 3,09 ribu ton atau 1,64 persen dibandingkan produksi 2014.
Peningkatan produksi kacang tanah karena naiknya produktivitas sebesar 0,26 kuintal/hektare atau 1,93 persen meskipun luas panen sedikit mengalami penurunan sebesar 349 hektare atau -6,57 persen.Kacang tanah selain sebagai makanan camilan, bahan baku pelengkap roti dan makanan cokelat juga sebagaisalah satu bahan baku untuk membuat sambal pecel.
Daerah di Jawa Timur yang merupakan sentra kacang tanah hampir merata di berbagai daerah, yakni Kediri, Tulungagung, Blitar, Madiun, Ngawi, Lamongan, Jombang, Ponorogo, Pacitan, Malang, Pasuruan, Lumajang, Jember, Situbondo, Banyuwangi, Bondowoso dan daerah Madura. Tetapi daerah yang paling terkenal dengan kacang tanahnya adalah Tuban, daerah tersebut kacang bentuknya kecil tetapi rasanya enak dan renyah.
Sementara Asem produksi kacang hijau Jawa Timur pada 2015 sebesar 67,82 ribu ton biji kering mengalami peningkatan sebesar 7,51 ribu ton atau 12,45 persen dibandingkan tahun 2014.
Peningkatan produksi kacang hijau terjadi karena naiknya luas panen sebesar 5,93 ribu hektare atau11,80 persen dan tingkat produktivitas sebesar 0,07 kuintal/hektare atau 0,58 persen.
Di Jawa Timur, daerah sebagai sentra penghasil kacang hijau hampir merata, setiap kabupaten/kota pada musim tertentu dipastikan menanam kacang hijau. Kacang hijau merupakan bahan baku untuk membuat makanan-minuman (Mamin) seperti bak poo, roti dan minuman kemasan dan minuman es kacang hijau.
Petani bernama Rahmat Widodo asal Madiun mengaku sudah menjadi petani kacang tanah sejak tahun 2005. Rahmat mengakui komoditas ini memiliki prospek bisnis yang bagus, sehingga hasil tanamnnya selalu menguntungkan.
Ia menanam kacang tanah di lahan seluas 1 ha. Selain kacang tanah, lahan itu juga dipakai buat menanam komoditas lain seperti padi dan kacang kedelai. “Biasanya budidaya kacang dilakukan setelah panen padi,” katanya.
Dari lahan seluas 1 ha itu, ia Rahmat bisa menghasilkan 1 ton–1,5 ton kacang sekali panen, dengan omzet Rp 50 juta. Dalam setahun ia bisa empat kali panen.
Komoditas kacang tanah di Madiun memiliki prospek bisnis yang bagus, sehingga hasil tanamnya selalu menguntungkan.
Diakui Rahmat, kacang tanah merupakan komoditas pangan yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi. Ada banyak makanan olahan kacang tanah. Selain buat bahan sayuran, seperti bumbu pecel, juga banyak diolah menjadi camilan maupun produk selai untuk teman menyantap roti.
Lantaran banyak manfaatnya, permintaan kacang tanah tinggi di pasaran. Itu juga yang mendorong banyak petani tertarik mengembangkan komoditas ini. Apalagi budidayanya juga mudah.
Di daerah ini, kata Rahmat, memang banyak penghasil palawija jenis kacang-kacangan. Ditambah proses budidayanya juga tidak sulit. “Budidayanya tergolong mudah dan murah. Kacang tanah ini tanaman sela, jadi setelah panen tanaman palawija lain, kacang tanah bisa ditanam kapan saja dan dimana saja,” katanya.
Kata Rahmat, produksi tanaman kacang tanah sangat dipengaruhi faktor musim. Di musim penghujan, jangan berharap bisa mendapat hasil panen banyak. Kecenderungannya, imbuhnya, hasil panen di musim hujan menurun.
Curah hujan tinggi membuat akar tanaman terlalu lembab, bunga sulit diserbuki, dan rentan ditumbuhi jamur. Mengatasai itu bisa dengan membuat bedengan agar lahan tak digenangi air.
Namun jika sedang musim panas dan sinar matahari banyak, maka hasil panen bisa maksimal. Kendati demikian, tanaman tetap harus dirawat. Untuk mendapat hasil maksimal, Imam harus menggemburkan tanah hingga menjadi butiran halus dengan cara dibajak.
Rahmat menambahkan, kacang tanah ideal ditanam pada ketinggian tanah 50-500 meter dari permukaan laut dan jenis tanah harus gembur. Agar tumbuh maksimal, jarak antar lubang dibuat 25×25 sentimeter (cm).
Saat kecambah sudah keluar, lakukan penyiraman dua minggu sekali. Selain itu, harus rajin membersihkan rumput liar. Untuk menghindari hama, usia 30 hari, tanaman harus divaksin.
Kacang tanah yang dikembangkannya jenis brul dengan masa panen tiga bulan. Sementara varietas kacang tanah jenis lain, seperti cina dan holle bisa memakan waktu delapan bulan. “Harga kacang jenis brul juga lebih stabil di pasaran,” lanjutnya.
Omzet yang ia dapat bisa sampai Rp 10 juta sekali panen. Menurutnya, komoditas ini menguntungkan karena semua hasil panen tidak ada yang dibuang. Selain bijinya, ampasnya juga laku dibuat minyak dan fermentasi oncom.
Bahkan setelah panen pun, daunnya juga tidak dibuang karena bisa menjadi sayuran, bahan pakan ternak, dan pupuk hijau. Harga kacang tanah sendiri berkisar antara Rp 5.000–Rp 9.000 per kg.
Gurihnya Bisnis Pecel Madiun
Seorang pelaku bisnis kuliner di Yogyakarta, Sukandar mencoba peruntungan dengan membuka usaha Nasi Pecel Madiun sejak 2009.
Hampir sama dengan pecel lainnya, Sukandar menyajikan menu nasi plus sayur pecel. Tentu, bumbunya khas Madiun hasil racikan sendiri. Selain nasi pecel, ia juga mengusung menu lain, yakni nasi rawon. Satu porsi makanan awalnya dibanderol sekitar Rp 6.500.
Setelah lima tahun beroperasi, Sukandar siap mengembangkan sayap bisnisnya. Maka, mulai tahun ini, ia membuka peluang kemitraan usaha.
Saat ini total sudah ada tiga gerai yang semuanya berlokasi di Yogyakarta. Perinciannya: satu gerai milik pusat, sisanya kepunyaan mitra.
Berminat menjajal usaha kuliner tradisional ini? Sukandar bahkan menyiapkan paket kemitraan dengan investasi sebesar Rp 10 juta. Paket investasi itu mencakup fasilitas booth cantik lengkap dengan banner, meja dan kursi makan, piring dan gelas, toples, peyek, brosur, spanduk, hingga seragam kaos untuk karyawan.
Selain itu, mitra akan diberikan pelatihan karyawan selama dua hari, plus standar operation procedure (SOP). Selama sebulan usaha mitra berjalan, pihak pusat akan rutin mengawasi operasional gerai tersebut.
Nantinya, mitra wajib membeli sebagian bahan baku dari pusat, berupa bahan bumbu, sambel pecel, serta peyek kacang.
Mengacu pada gerai mitra yang sudah beroperasi, setiap gerai bisa menjual sekitar 30 – 40 porsi pecel. Penjualan nasi rawon pun diperkirakan hampri sama. Jadi, dalam sebulan, mitra bisa menghasilkan omzet berkisar Rp 2,5 juta hingga Rp 3 juta. Dengan keuntungan bersih mencapai 46 persen, mitra ditargetkan sudah bisa kembali modal hanya dalam waktu enam bulan.
Pecel racikan tradisional dari Madiun selain dikenal memiliki cita rasa tersendiri, juga sangat digemari masyarakat di berbagai daerah. Adalah keluarga Ny.Roesmadji, salah satu keluarga pembuat sambal pecel di Madiun yang dikenal paling enak.
Usaha pembuatan sambal pecel Ny. Roesmadji ini kini sudah berkembang pesat. Dari sebuah rumah yang tidak begitu luas, usaha ini dirintis secara turun temurun. Rumahnya terletak di Jalan Delima 32 Kelurahan Kejuron, Kecamatan Taman, Kota Madiun, atau di belakang kantor cabang PT Pegadaian, Kota Madiun.
Sambal Pecel Ny Roesmadji terletak di Jalan Delima 32 Kelurahan Kejuron, Kecamatan Taman, Kota Madiun, atau di belakang kantor cabang PT Pegadaian, Kota Madiun.
Pembuatan sambal pecel berlogo dan bermerek “Jeruk Purut” ini masih mempertahankan cara-cara tradisional mulai dari penggorengan, peracikan, sampai pengemasan. Karena memproduksi sambal dalam jumlah banyak, Ny. Roesmadji kini juga menggunakan oven kacang dan alat pengemas plastik.
Usaha pembuatan usaha sambel pecel Ny. Roesmadji awalnya hanya berupa usaha berjualan nasi pecel kecil-kecilan. “Saya coba berjualan nasi pecel di depan gang rumah ini. Eh, banyak yang bilang kalau sambalnya enak,” tutur wanita yang sudah uzur ini.
Sejak itu, sambal pecel Ny. Roesmadji laris manis dan sejak tahun l985 keluarga ini memfokuskan usahanya pada pembuatan sambal pecel. Dari hari ke hari, bisnis sambal pecel ini semakin berkembang. Selain dari Madiun, pesanan juga datang dari berbagai kota lain seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Banjarmasin, dan Palembang.
Sambal pecel ini juga pernah dinikmati orang-orang di mancanegara. Pada tahun 2000 sempat ada warga Belanda yang datang ke rumahnya. “Dia pengoleksi barang antik. Saat dia ke Jogja, dia penasaran dengan sambal pecel Madiun dan akhirnya mampir ke sini,” katanya.
Sejak itu, sambal pecel Ny. Roesmadji dikirim rutin ke Belanda. Selama satu tahun, tiap dua bulan, mereka bisa mengirim 2 kuintal sambal. Ngirimnya melalui kapal laut.
Namun sayangnya, bisnis menggiurkan ini akhirnya mandeg karena mahalnya biaya pengiriman.
Tak hanya di Belanda, sambal pecel Ny. Roesmadji ini juga pernah “diekspor” ke Amerika Serikat, Inggris dan Hongkong. Untuk orang-orang Amerika Serikat, Inggris, dan Kanada biasanya mereka yang sekolah atau bekerja di sana membawa oleh-oleh pecel Madiun, ungkap Jumino, anak tertua Ny. Roesmadji.
Sejak Ny. Roesmadji menderita stroke, pengelolaan usaha sambal pecel ini diserahkan kepada Jumino bersama isterinya, Istiana. “Dulu semuanya yang meracik adalah ibu dan sekarang yang racikannya dipercaya pas, ya isteri saya,” ungkap Jumino.
Apa sebenarnya yang jadi rahasia di balik mantapnya sambal pecel khas Madiun?
“Dari racikan dan bahan bakunya,” tandas Jumino.
Dia membeberkan bahwa salah satu bahan baku yang juga menentukan aroma dan cita rasa sambal pecel adalah daun dan kulit jeruk purut.
“Selain bahan baku sambal pecel pada umumnya, kami juga mencampurkan racikan daun dan kulit jeruk purut sebagai penyedap. Campuran kulitnya sekitar 70 persen dan daunnya 30 persen,” ucapnya.
Bahan baku umum untuk membuat sambal pecel tentu saja yang utama kacang tanah, lalu ada gula merah, gula pasir, asam, dan cabai keriting.
Sambal pecel buatan Ny. Roesmadji ini bisa tahan sampai tiga bulan, bahkan bisa tahan lima bulan jika disimpan di lemari es.
Sambal Pecel Ny Roesmadji terletak di Jalan Delima 32 Kelurahan Kejuron, Kecamatan Taman, Kota Madiun, atau di belakang kantor cabang PT Pegadaian, Kota Madiun
Berkat keuletan Ny. Roesmadji dan keluarganya, kini usaha sambel pecel ini mampu mempekerjakan puluhan pekerja. Pekerjanya didominasi ibu-ibu muda dan nenek-nenek. “Saya sudah empat tahun bekerja disini,” ucap Kasmini, nenek berusia 70 tahun yang bertugas menumbuk kacang goreng.
Dalam sehari, usaha ini menghasilkan 10-20 kilogram sambal pecel yang dikemas dalam plastik seperempat kilogram dengan harga murah meriah Rp 6.500. Ada empat jenis sambal yaitu rasa biasa (tidak pedas), pedas, sedang, dan sambal kacang untuk gado-gado. “Kalau untuk gado-gado, racikannya lebih halus,” ujarnya. Satu harinya, usaha ini beromzet sekitar Rp 2,6 juta.
Selain mendirikan usaha di rumahnya, Ny. Roesmadji juga memiliki tiga toko antara lain toko “Adji Rasa” di Jalan Opak (pertokoan Gamasoru), toko “Delima Dua” di Jalan Ciliwung 10, dan toko “Barokah” Jalan Diponegoro (samping Patung Garuda Bosbo).@nov
Liputan ; Noviyanto Aji
Author Abad
26.10.22
Laporan: N. Aji
abad.id-Brem Madiun melegenda. Diwariskan turun temurun. Sudah ada sejak jaman penjajah. Dikenal di dalam dan luar negeri. Di luar negeri, brem dibawa para TKI. Hingga muncul banyak pesanan. Uniknya, petani Kaliabu sebagai perajin brem tidak tahu jika penganan olah tangannya itu telah dicicipi orang-orang dari luar negeri.
------------------
Salah satu makanan manis yang melegenda di Madiun adalah brem. Penganan ini terbuat dari sari beras ketan. Rasanya manis-manis kecut. Terasa adem di lidah. Penuh sensasi. Kue tradisional khas Madiun ini terbukti disuka banyak orang.
Brem cukup populer. Semua kalangan bisa membeli. Bisa memakan. Orang tak bergigi sekalipun dapat menikmati enaknya brem dengan yang bergigi lengkap. Sebab penganan ini cukup dikulum, tanpa dikunyah. Makanan ini sudah lumat sendiri.
Ya, brem memang makanannya semua umur. Orang-orang yang berkunjung ke Madiun, pulangnya tidak afdol jika tidak bawa oleh-oleh khas ini.
Produksi brem tidak hanya di Madiun. Di Wonogiri, Jawa Tengah, juga ada brem. Di Bali dan Nusa Tenggara Timur juga ada. Pembuatan brem di setiap daerah berbeda-beda. Punya ciri khas sendiri-sendiri. Misalnya brem Madiun warnanya kuning keemasan, sedangkan brem Wonogiri berwarna putih.
Di Madiun, pusat produksi brem berada di Desa Kaliabu, Kecamatan Mejayan dan Desa Bancong, Kecamatan Wonoasri. Dua desa ini berlokasi di Caruban. Di situ terdapat rumah-rumah produksi brem yang dikelola oleh industri rumahan dengan skala usaha mikro kecil dan menengah.
Hingga saat ini belum ada penjelasan secara pasti sejarah brem. Namun dari berbagai sumber disebutkan brem sudah ada sebelum Belanda menjajah tanah air. Buktinya apa?
Buktinya dari cerita ke cerita. Dari turun temurun. Salah satunya Marsiyem. Dia tidak ingat usianya. Tahun berapa dilahirkan. Namun Marsiyem bercerita sejak kecil akrab dengan brem.
Saat itu di usianya yang masih belasan tahun, dia sudah mampu membuat brem. Gurunya Mbah Lurah Dusun Bodang. Sayang sekali dia tidak pernah tahu darimana Mbah Lurah mendapatkan ilmu membuat brem dan mengapa pula dinamai brem.
Marsiyem juga ingat, untuk kulakan bahan baku dan peralatan membuat brem, dia harus menempuh pejalanan cukup jauh menuju Madiun.
Tumpangannya sepur kluthuk (kereta jaman Belanda berbahan bakar kayu) yang menyemburkan asap hitam pekat saat melaju, dan jika sudah turun dari sepur di hidung masing-masing penumpangnya akan menyumpal/anges (jelaga) hitam.
Dari Dusun Bodang, brem kemudian menyebar ke dusun-dusun lain di sekitarnya di wilayah Desa Kaliabu. Masing-masing Dusun Sumberjo, Lemah Ireng, Tempuran dan Kaliabu.
Di lima dusun di Desa Kaliabu tersebut, hanya Dusun Tempuran yang hingga kini masih memiliki perajin brem paling banyak.
Dusun-dusun lainnya sudah lama beralih profesi karena gerusan jaman. Mereka memilih bercocok tanam, atau bermigrasi ke kota Madiun dan kota besar Jawa Timur lainnya untuk mencari penghidupan yang lebih baik. Sedang Marsiyem, adalah segelintir generasi pertama yang masih setia mendampingi produksi panganan yang bercitarasa semriwing nan manis ini.
Resep dan cara pembuatan brem diwariskan turun temurun. Bedanya, zaman dulu brem dijual tanpa merek. Kini, pengusaha melabeli produknya untuk memudahkan promosi dan menggaet pembeli.
Di Madiun, sebagian besar merek brem menggunakan nama suling seperti Suling Mas, Suling Gading, Suling Mustika, dan Suling Istimewa.
Meski brem populer sejak lama, namun tidak ada yang tahu pasti mengapa makanan berbentuk kotak-kotak persegi panjang berwarna kuning keemasan itu disebut dengan brem. Makanan tradisional khas Kabupaten Madiun tersebut nyaris seperti legenda.
Brem Berinovasi
Di Desa Kaliabu terdapat sekitar 60 industri rumahan skala usaha kecil menengah yang memproduksi brem. Setiap usaha mempekerjakan sekitar 3-10 orang karyawan sehingga total tak kurang dari 500 orang yang bergelut di dalamnya. Dengan asumsi per pekerja menjadi tulang punggung bagi keluarga, dan setiap keluarga beranggotakan tiga jiwa, maka 1.500 jiwa menggantungkan hidupnya dari usaha ini.
Brem Madiun juga menggairahkan usaha perdagangan dan jasa. Ini karena banyak produsen yang tidak menangani perdagangan, melainkan memilih berkonsentrasi terhadap kegiatan produksi.
Saat ini terdapat lebih dari 100 toko yang menjual brem secara khusus maupun bersama barang atau makanan lainnya. Itu belum termasuk pedagang asongan yang menawarkan brem di atas bus antarkota antarprovinsi dan dari satu gerbong kereta api ke gerbong lain.
Dari kegiatan ini banyak pihak telah terlibat sehingga perekonomian tidak hanya dikuasai oleh satu kalangan. Kelompok Brem Jaya Makmur merupakan sebuah kelompok UKM brem di Desa Kaliabu. Kelompok ini terdiri dari gabungan 7 UKM brem di Desa Kaliabu yang dibina oleh pemerintah setempat. Kelompok ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas produksi para UKM brem di Desa Kaliabu.
Hingga saat ini kegiatan produksi masih berlangsung pada masing-masing lokasi anggota UKM. Potensi Kelompok Brem Jaya Makmur sebagai kegiatan kelompok UKM ingin diangkat untuk dapat dikembangkan lagi menjadi badan usaha yang lebih besar.
Sekalipun hampir semua warga membuat brem, namun hanya beberapa yang menyeriusi usahanya dengan mengurus legalitas hukumnya dan memiliki izin dari Depkes RI. Di antaranya adalah perusahaan brem cap Bangku Kencana, Kondang Rasa, Tongkat Mas, dan Madurasa yang telah mengurus izin yang berbentuk UD (usaha dagang).
Mereka yang mengurus izin usaha ini umumnya yang berpengalaman dan bermodal. Selebihnya, petani membuat brem sebagai penghasilan rumah tangga. Karenanya, hanya empat orang yang memiliki izin itu yang mampu memasarkan produknya secara mandiri dan bermodal.
Pembuatan brem Madiun tidak berhenti di satu rasa. Tentu butuh inovasi agar dapat mempertahankan kualitas. Kini, muncul varian rasa brem seperti rasa cokelat selain rasa aslinya.
Sejak 20 tahun terakhir, brem mulai memiliki banyak rasa. Ada rasa melon, durian, coklat, strawberry, mangga dan rasa buah-buahan lainnya. Bahkan belakangan ada pengusaha yang berhasil melakukan diversifikasi dengan memproduksi brem cair.
Pemilik brem merk Brem Rumah Joglo, Yahya dan Budiati mengungkapkan dari jaman dulu, brem memiliki kemasan yang begitu-begitu saja, yaitu dikemas dalam kardus kotak dengan warna kuning.
“Rasanya juga begitu-begitu saja dari jaman kakek buyut saya. Nah, karena inilah kami ingin melakukan inovasi brem agar tampil lebih modern. Salah satu inovasi yang kami lakukan adalah membuat brem aneka rasa dan mengemasnya dalam kemasan yang berbeda dan unik,” ujar keduanya.
Yahya merupakan generasi ke-5 perajin brem. Tepatnya sejak tahun 1942. Brem Rumah Joglo milik Yahya ini tetap berupaya menjaga kelestarian brem padat sebagai bentuk penghormatan kuliner leluhur.
Brem original yang merupakan resep asli generasi pertama, tidak dihilangkan. Bahkan, untuk menjaga cita rasanya, Yahya mengaku proses pembuatan bremnya merupakan resep turun temurun.
Berbeda dengan brem merk lain yang ada di toko, Brem Rumah Joglo memang di luar mainstream, karena brem tersebut memiliki banyak varian sara serta bentuk.
“Coba Anda cari di toko oleh-oleh, rasa brem yang paling banyak cuma ada 6 rasa. Sedangkan di tempat kami, bisa mencapai 15 rasa dan memiliki bentuk yang berbeda. Hal inilah yang membuat kami menjadi pede dalam memasarkan produk kami,” tambahnya.
Kendati demikian, rasa original brem tetap dipertahankan. Namun kemasannya diganti lebih modern.
Praktik Tidak Elok
Sejak banyak pilihan rasa, brem Madiun mampu merambah pasar hingga mancanegara seperti Malaysia, Singapura, Brunai Darussalam, dan Hongkong. Sekalipun nilainya belum besar, setidaknya cukup menjadi bekal berpromosi di negara lain.
Brem yang dikenal di luar negeri itu awalnya dibawa oleh para TKI. Lambat laun ada permintaan dari negeri itu melalui toko-toko penjual makanan dan oleh-oleh di Surabaya, Bali, dan Jakarta.
Hasil karya petani Kaliabu memang menjadi produk unggulan sehingga Madiun mendapat julukan sebagai Kota Brem. Namun petani Kaliabu tetap hanya sebagai produsen. Soal pemasaran mereka tidak tahu sama sekali. Sebab, produknya itu semuanya langsung diambil oleh pengusaha toko penjual oleh-oleh di kota. Sehingga mereka tidak tahu jika penganan olah tangannya itu telah dicicipi orang luar negeri. Maklum, para pembuat brem mayoritas adalah petani desa yang berpendidikan rendah.
Perajin umumnya melempar hasil produknya ke toko makanan dan kue di kota. Oleh karena itu, brem karya petani Desa Kaliabu dikemas dalam bungkus yang rapi dan diberi merek. Tentunya merek tersebut adalah merek toko yang bersangkutan, yang telah membelinya dari petani. Jadi, jangan heran kalau pembeli sekarang langsung mencari merk-merk yang memang desain kemasannya lebih bagus daripada kemasan produsen aslinya.
Para perajin brem sama sekali tak keberatan toko langganannya itu memakai merknya sendiri. Bagi mereka yang penting dagangannya terbeli dan uang hasil penjualan segera di tangan. Sikap tidak mau repot lalu menempuh jalan pintas inilah yang merugikan produsen asli brem.
Pasalnya banyak toko umumnya mengaku punya perusahaan brem sendiri di Kaliabu. Mereka tidak mau mempromosikan merk lain selain merk miliknya. Sebenarnya dengan menampung brem merk produsennya, toko-toko sudah mendapat untung lumayan. Namun pemilik toko rata-rata menginginkan jalan pintas. Pembeli tetap memilih brem bermerk nama toko.
Sesama perajin di desa tentu tahu persis praktik seperti itu. Tetapi mereka tak berani berbuat apa-apa. Mereka seakan terperangkap di negeri sendiri.
Sementara tidak sedikit perajin yang masih menjaga ideologinya dengan mempertahankan merknya sendiri. Mereka masih rajin masuk keluar toko sambil memberi contoh brem produksinya. Harapannya, dengan mengandalkan mutu yang lebih baik brem miliknya akan bisa laku dijual oleh toko-toko itu.
Jadi sebenarnya brem yang dipasarkan di toko-toko makanan dan toko oleh-oleh dengan berbagai merek itu semuanya hasil produksi petani Desa Kaliabu.
Semua perajin adalah kalangan petani desa yang tidak memiliki kemampuan di bidang pemasaran. Mereka hanya bisa memproduksi tanpa bisa melakukan penjualan produknya. Sehingga pemasarannya hanya menunggu kedatangan pedagang dari kota. Termasuk brem yang sudah terbang ke Singapura dan Hongkong itu dieskpor oleh mereka.
Ya, hampir seluruh warga di desa itu memang menjadi perajin tradisional kue brem. Namun kini yang masih aktif berproduksi hanya sekitar 52 KK (kepala keluarga). Sedangkan yang lainnya memproduksi jika hendak datang hari besar. Misalnya menjelang lebaran atau tahun baru. Kalau semua berproduksi, di desa ini ada sekitar 150-an KK yang membuat brem.
Ketika menjelang lebaran tiba, setiap petani Kaliabu mampu memproduksi 10-15 kuintal bahan baku beras ketan. Dari jumlah itu setelah diproses masing-masing kuintal beras ketan menghasilkan brem sekitar 100-200 pak. Ramainya pesanan menjelang lebaran itu membuat semua warga praktis sibuk membuat brem.
Selama ini perajin brem tetap berkembang secara tradisional. Baik dari prosesing, pemasaran, dan permodalannya. Perajin brem masih memanfaatkan lahan pertaniannya sebagai modal. Yakni, memproduksi brem setelah berhasil memanen tanamannya atau memanen beras ketan yang ditanamnya. Karena mereka umumnya petani miskin. Mereka baru memproduksi brem setelah berhasil memanen beras ketan dari padi yang ditanamnya.@
Author Abad
20.12.22
Jawa menjadi tempat pertama menanam kopi Arabika. Di belahan dunia lain belum ada.
Abad.id Pesona kopi mulai mewabah. Di seluruh dunia, orang sudah terbiasa minum kopi sebagai ‘sarapan’ pagi atau santai menjelang senja. Bahkan hingga larut malam, kopi masih menjadi teman ‘kencan’ nan setia.
Minuman berkafein yang dihasilkan dari biji kopi pilihan ini tidak lagi hanya sebagai penghilang rasa kantuk. Juga bukan sekedar pelepas dahaga. Kini, ngopi sembari kongko telah menjadi gaya hidup kaum urban. Tidak hanya di perkotaan, gairah minum kopi di masyarakat pedesaan juga bertambah.
Setidaknya terjadi peningkatan jumlah peminum kopi di Indonesia setiap tahunnya. Bahkan tren ngopi juga mulai memikat kaum perempuan belakangan ini. Budaya ngopi sebenarnya bukan hal baru di Indonesia. Kebiasaan ini mulai berkembang tahun 1700-an.
Menurut peneliti kopi asal Jawa Timur, Surip, sejarah kopi pertama kali diperdagangkan secara Internasional oleh bangsa Belanda. Sedangkan lelang kopi pertama di dunia terjadi pada tahun 1711 di Amsterdam.
“Jawa menjadi tempat pertama menanam kopi Arabika. Di belahan dunia lain belum ada,” terang Surip.
Adalah Gubernur Jendral bertangan besi asal negeri kincir angin, Herman Willem Daendels. Dialah yang membangun jalan raya sepanjang seribu kilometer yang penuh liku dan banyak kontroversi. Proyek ini dikenal dengan pembangunan Jalan Anyer-Panurukan atau Jalan Raya Pos (De Grote Postweg). Hingga kini jalan ini masih bisa kita gunakan.
Pembangunan Jalan Anyer-Panarukan menjadi perdebatan. Di satu pihak pembangunan Jalan Raya Pos itu sangat dipuji, tetapi di lain pihak juga dicaci karena mengorbankan banyak nyawa manusia.
Pram dalam bukunya menjelaskan menegaskan bahwa pembangunan Jalan Anyer-Panarukan adalah salah satu genosida dalam sejarah kolonialisme di Indonesia.
“Menurut sumber Inggris hanya beberapa tahun setelah kejadian Jalan Raya Pos memakan korban 12.000 orang,” tulis Pram.
Terlepas dari buruknya era kolonial, rupanya dampak jalan raya itu jauh melampaui perkiraan Daendels. Jalan ini telah memenuhi harapan Daendels sebagai sarana ekonomi kolonial. Jalan ini mengubah secara besar-besaran kondisi ekonomi dan kehidupan di Jawa.
Memang keputusan dibangunnya jalan ada dua kepentingan. Pertama, membantu penduduk dalam mengangkut komoditas pertanian ke gudang pemerintah atau pelabuhan. Kedua, untuk kepentingan militer.
Tapi, Daendels mendahulukan kepentingan pertama, karena memang daerah di sekitar Bogor sangat subur dan menguntungkan bagi pemerintah kolonial. Selain untuk mempertahankan Jawa, Daendels juga mendanai pemerintahannya. Komoditas andalannya adalah kopi.
Dari sini perkebunan kopi kemudian menyebar dari Batavia, pesisir utara Jawa seperti Cirebon dan Karawang, Pasundan, Jawa Tengah, serta Jawa Timur di pesisir dan pedalaman.
Di Jawa Timur sendiri, jumlah perkebunan kopi mencapai 280-an yang tersebar di dataran rendah dan dataran tinggi. Seperti di Malang, Banyuwangi, Situbondo, hingga Bondowoso. Di perkebunan itu ditanam varietas robusta, arabika, liberika, atau campuran di antara tiga jenis kopi tersebut. Sedangkan kopi terbaik di dunia saat ini dipegang oleh Java Coffe atau kopi dari Jawa.
Memang, bibit kopi yang dibawa Belanda sesampai di Jawa Timur menjadi unik. Misalnya, kopi Arabika kala itu menjadi konsumsi rakyat di seluruh Indonesia. Sayangnya, kopi belum bisa dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Kopi, kala itu masih menjadi minuman berkelas bagi para pembesar kolonial Belanda, karena mereka merasa yang membawa tanaman kopi di Indonesia.
Sementara masyarakat kelas bawah hanya mampu membeli kopi jagung yang dibakar dan ditumbuk dengan kasar. Namun saat kebiasaan kongko di warung kopi terus berkembang, akhirnya kopi memiliki banyak peminat di Indonesia.
Di Indonesia, kita sekarang bahkan bisa menjumpai kafe atau kedai kopi yang buka 24 jam. Di dalamnya ada anak muda dan orang tua yang asyik kongko-kongko, duduk-duduk santai hingga larut dalam pembicaraan yang tidak menentu ujung pangkalnya.
Sebut saja warung kopi “Mbah Cokro” yang beralamatkan di Jalan Prapen Surabaya. Tempatnya tergolong unik. Semua fasilitas warung dibuat dari bambu dari mulai meja, kursi, atap, lesehan, hingga pagar. Paling unik lagi, gelas kopi disuguhkan dengan seng. Sang pemilik Zarkony mengatakan warung itu sengaja didesign sedemikian rupa untuk menandakan kesan tempo dulu.
Di setiap sudutnya terpampang banyak koleksi benda-benda lawas untuk menjaga suasana tempo dulu. Belum lagi tembang-tembang lawas yang disetel menandakan asyiknya bernostalgia dengan masa lalu. Maka, tidak heran banyak pengunjung yang memilih datang ke warung Zarkony.
Satu cangkir kopi angat serta caloman yang fresh turut menghantar acara kongko. Di meja-meja lain, ada anak muda yang tengah berselancar di dunia maya. Ada pula para pekerja yang duduk berdampingan membahas rutinitas.
Di sisi lain, ada mahasiswa yang sedang mojok membaca buku. Mereka menghabiskan waktu di kedai kopi hingga lupa jam. Beberapa lainnya, malah membawa pacar masing-masing dengan ditemani kopi.
Sayangnya, meskipun kopi bukan sesuatu yang baru, tak banyak orang tahu mengenai seluk beluk kopi. Hal Ini menunjukkan betapa rendahnya budaya minum kopi orang Indonesia. Dari sekian banyak orang yang diwawancarai, mereka rata-rata tidak bisa membedakan rasa kopi yang nikmat dan enak.
Tanya saja sebagian besar orang yang nongkrong di kedai, apakah mereka tahu kopi yang mereka nikmati termasuk jenis apa. Mereka rata-rata menjawab tidak tahu. Jawaban yang pasti meluncur dari mulut mereka seperti ini: yang penting nongrong dan ngobrol.
Padahal, jika mereka tahu, bahwa kopi memiliki jenis dan cara pengolahannya tersendiri. Jika pas, maka penikmat kopi akan mendapatkan suguhan kopi terbaik. Orang kita, kata Surip, masih sebatas peminum saja bukan penikmat kopi.
Kalau Anda ke Australia atau tinggal di Australia, coba ngobrol sama orang Australia tentang kopi. Anda akan menemukan bahwa mereka ternyata sangat fanatik dengan sama kopi layaknya orang Italia. Perusahaan-perusahaan kopi raksasa bahkan tidak bisa mengubah selera orang Australia terhadap kopi. Orang Australia terkenal sangat rewel dengan kopinya, dan industri kopi lokal sangat berkembang pesat di sana.
Dulu minuman yang paling bikin orang Australia terobsesi adalah rum, baru kemudian teh. Kedua minuman itu langsung tergantikan oleh pesona kopi ketika Ivan Repin, seorang pengungsi asal Rusia membuka coffee shop pada tahun 20-an di Australia. Sejak saat itu kopi jadi ngetop banget di sana.
Dengan makin bertambahnya orang yang berimigrasi ke Australia, budaya ngopi di sanapun jadi semakin kuat. Selera mereka terhadap kopi semakin lama semakin baik. Orang-orang Australia cukup puas dengan latte yang sederhana atau kopi hitam yang dibuat sempurna.
Di Australia saat ini jumlah mesin espresso yang beroperasi lebih banyak dari negara-negara lain, kecuali Italia. Para barista yang berasal dari Australia juga terkenal piawai dan banyak mendapat lamaran untuk bekerja di seluruh dunia. Sementara cafe yang bergaya Australia saat ini menjadi trend di London, New York, dan Paris. Bahkan ada yang bilang kalau beberapa coffee shop di Indonesia, khususnya Jakarta, bikin orang teringat dengan suasana ngopi di Australia. Tidak heran, mengingat banyaknya orang Indonesia yang pernah dan masih tinggal di negeri kangguru ini.
Orang Australia sudah beralih dari kopi instan ke espresso sejak para imigran asal Italia datang ke Australia sekitar tahun 50-an. Mereka membuat gaya yang lebih segar, berbeda dengan gaya Italia. Apa bedanya penggemar kopi di Italia dan di Australia?
Orang Italia cenderung masuk ke dalam sebuah cafe, meminum espresso, lalu keluar. Sementara orang Australia yang menempatkan mesin espresso di tempat yang paling membanggakan, lebih banyak melakukan pertemuan di coffee shop. Hubungan antara barista dengan pelanggannya juga lebih erat. Coffee shop ala Australia lebih ramah, lebih santai, dan lebih egaliter dari tempat-tempat yang menjual alkohol atau restoran-restoran kelas atas.
Para pekerja perempuan pun lebih nyaman untuk melakukan pertemuan bisnis dan rapat di coffee shop daripada di pub. Coffee shop di Australia kurang lebih fungsinya mirip seperti English Pub di Inggris.
Pelanggan kopi di Australia juga lebih pemilih. Mereka akan lebih memilih untuk datang ke coffee shop yang baristanya bisa membuat kopi lebih enak dan lebih baik. Maka tidak heran jika ada coffee shop yang ramai banget, sementara coffee shop di sebelahnya sepi pengunjung. Karena orang Australia sudah paham mana kopi yang dibuat secara benar, mana yang tidak.
Menurut mereka, kopi buatan sebuah coffee shop raksasa dari Amerika yang merajalela di mana-mana termasuk di Indonesia itu, kopinya terlalu sedikit. Sementara susunya kebanyakan. Sangat tidak sesuai dengan selera orang Australia, sehingga perusahaan itu tidak sukses di negeri kangguru.
Rahasia untuk mencuri hati orang Australia melalui kopi adalah kopi yang dibuat dalam cangkir ukuran standar dengan rasa kopi yang kuat dan susu secukupnya. Perusahaan yang dimaksud adalah Starbucks. Tapi jangan tanya bagaimana cara Starbucks concern dengan produksi kopi terbaik yang dihasilkan di Indonesia. Kata Surip, perusahaan Starbucks saat ini berkompetisi membantu pengembangan kopi di Indonesia khususnya Arabika.
Bayangkan saja untuk perusahaan sekelas Starbucks, pada tahun 2000 dalam setahun bisa menggoreng kopi 250 ribu ton. Dari besarnya produksi Starbucks, nilai kopi bijinya saja mencapai Rp 15 triliun. Itu belum termasuk nilai dagangnya. Meskipun tidak sukses di Australia, tetapi Starbucks sudah menjadi raksasa di mana-mana.
Di Cina, Starbucks bahkan bisa mengubah kultur masyarakat. Dulu, orang Cina yang mayoritasnya peminum teh, kini sudah beralih ke kopi sejak 3 tahun terakhir.
Betapa besar dan kuatnya dominasi Starbucks di Cina sehingga bisa mengubah budaya orang Cina dari minum teh menjadi minum kopi. Outlet-outlet Starbucks di Cina yang dulunya hanya satu kini sudah menyebar di seluruh wilayah. Tahun 2015, Starbucks Cina menargetkan 5.000 gerai. Benar-benar gila!
Kopinya darimana? Ya tentu saja kopinya dari olahan kopi Indonesia yang punya standard internasional.
Yusianto, peneliti kopi pascapanen juga mengomentari soal citarasa kopi. Katanya, pertama, paling pokok adalah bahan tanam. Kedua, metode budidaya dimana tanaman kopi harus sehat. Jika tidak sehat, kualitas yang dihasilkan tidak bagus. Ketiga, metode panen yang prosesnya harus dilakukan selektif. Minimal tiga kali panen dalam satu wilayah.
Keempat, metode pengolahan, apakah olah basah, kering atau semi basah. Kelima, metode penyajian kopi. Karena penyajian yang dilakukan expresso tentu berbeda dengan penyajian yang dilakukan Kopi Tubruk.
Keenam, metode penyimpanan. Biasanya kopi yang disimpan di gudang sering terjadi kerusakan.
Nah, bagaimana cara untuk melakukan penyimpanan yang baik. Itu ada metodenya.
Pada dasarnya ada dua jenis kopi utama yang ada di di seluruh dunia. Yakni kopi Arabica dan Robusta. Kopi Arabica dapat dikenali dengan tampilan rasanya yang ringan dan aroma kopi yang sangat wangi.
Sementara Robusta, memiliki rasa yang lebih kuat dan biasanya disajikan dalam bentuk esspreso. Penikmat kopi sejati pasti tahu soal ini. Sebaliknya, peminum kopi tidak tahu.
Maka, sebagai penikmat kopi harus mengetahui terlebih dahulu mengenai kedua jenis kopi tersebut. Sebab untuk menikmatinya pun tak sembarangan. Umumnya kopi-kopi jenis Robusta dinikmati pada pagi hari. Sebab akan memberi dorongan energi dan semangat pada yang meminumnya. Sementara untuk jenis Arabica bisa dinikmati mulai jam 14.00 WIB.
“Sebaiknya kopi Robusta memang dinikmati pada pagi hari. Sementara untuk yang ingin meminum kopi pada sore atau malam, lebih baik memilih jenis kopi Arabica. Sebab kalau tidak, bisa-bisa melek terus sampai pagi lagi,” kata Ibrahim, seorang penikmat kopi asal Surabaya yang sering wara-wiri di gerai kopi.
Tak hanya masalah penyajian namun cara menyimpan kopi pun harus diperhatikan. Umumnya biji kopi jenis Robusta dan Arabica memiliki jangka waktu berbeda dalam penyimpanan setelah dipanen.
Untuk menghasilkan aroma dan kualitas kopi yang terbaik, biji kopi Robusta umumnya disimpan dalam keadaan kering dalam jangka waktu minimal lima tahun. Sementara untuk jenis Arabica, umumnya disimpan minimal tujuh tahun sebelum digiling untuk dikonsumsi.
Oleh karenannya Ibrahim menyarankan, untuk tak terlalu lama menyimpan kopi yang telah digiling dalam jangka waktu yang lama. Ia lebih menyarankan, jika ingin menyimpan kopi sebaiknya dalam bentuk biji kopi kering.
“Kalau sudah digiling, kopi sebaiknya segera dikonsumsi. Sebab jika terlalu lama disimpan, akan mengurangi kualitas dan aroma kopi,” pungkasnya.(nov)
Author Abad
20.12.22
Pecel Madiun yang Mendunia
Abad.id - Hanya pecel Madiun yang memiliki ciri khas. Sayurnya lebih beragam. Bahkan, pada era 1960-1970 masih banyak dijumpai masih memakai sayur krokot, sejenis rumput liar yang biasanya digunakan untuk makanan hewan jangkrik. Kini, pecel Madiun telah mendunia.
Abad.id Naik bus atau kereta api ke Yogyakarta melintasi Madiun, Jawa Timur, rasanya tidak pas jika tidak mencicipi makanan khas daerah, yakni pecel. Bagi yang pernah mencicipi tentu akan ketagihan.
Sekilas makanan ini terkesan biasa-biasa saja. Orang Eropa menyebut ini Indonesian Salad, dan sambalnya adalah dressing yang terbuat dari kacang tanah ditumbuk, dicampur rempah dan cabe. Namun jangan tanya bagaimana terkenalnya makanan khas ini, gaung pecel Madiun hingga seantero Nusantara dan bahkan mampu melintasi benua. Tidak percaya?
Kalau Anda ke Madiun, di kota berjuluk Brem ini akan ditemui pecel dengan berbagai racikan dan resto. Meski berbeda-beda, namun rasanya sama. Sayuran disiram sambal kacang, itu dia.
Bagi masyarakat Jawa Timur khususnya, pecel adalah makanan tradisional di daerah Jawa, Indonesia.
Meski pecel banyak macamnya di daerah, seperti pecel Magetan, Malang, Blitar, Banyumas, Kediri dan lain-lain, tapi masyarakat lebih familiar dengan pecel Madiun. Seperti soto, cuma dua soto yang dikenal khas di Jawa Timur, yakni soto Madura (daging) dan soto Lamongan (ayam).
Memang tidak banyak yang tahu bagaimana pecel ini bisa dibilang dari Madiun. Versi yang didapat abad.id, pecel Madiun berasal dari Desa Selo, sebuah kawasan kecil di sebelah timur Madiun–di kaki gunung Wilis.
Di Desa Selo sendiri, kawasan di kaki gunung Wilis tadi, sekarang masih banyak dijumpai penjaja pecel tradisional. Dulu, era 1970-an, banyak dari mereka berjualan ke Madiun dengan cara menggendong pecel dan nasinya.
Mereka lantas duduk membuka dagangan pecelnya di bebeapa sudut jalan, dan bahkan di antaranya mangkal, dan ada juga yang keliling di jalan-jalan.
Bagi warga Madiun, nama-nama seperti Yu Las, Yu Wo, Yu Bibit, Yu Gembrot dan lain-lain tentu tidak asing. Yu Wo masih ada sampai saat ini. Ia sekarang mangkal di terminal bus lama. Ia sudah melakukan pengembangan usaha dengan membuka warung nasi cukup besar.
Warung kopi mba Cokro, Surabaya
Di depan Kantor Perbekalan Kodam (Tebek) Jalan Dr Sutomo, ada pasangan Bu Tjip dan Pak Min yang sudah puluhan tahun ada di sana. Mereka menjajakan makanan di malam hari. Bu Tjip kini sudah tiada dan digantikan anaknya. Begitu pula pasangan Pak Tuk tepat di jalan depan stasiun Kereta Api, adalah bagian dari legenda nasi pecel Madiun.
Pada masa sekarang, pecel tampil lebih modern. Disajikan di warung atau restoran. Yu Gembrot membuka restoran dengan minuman, kemudian Pecel Murni di Jalan Cokroaminoto yang kadang menyaksikannya di piring, bukan di pincuk.
Beberapa di antaranya khusus membuka jualan sambal pecel saja, seperti sambel pecel Delima, sambal Mirasa, sambal Jeruk Pedas, sambal pecel Kuburan Krekob, sambal jalan Anggrek dan lain-lain.
Tapi bagi yang ingin memburu yang asli, tentu akan lebih nikmat jika pecel tetap disajikan di atas daun pisang alias pincuk.
Aroma dan rasanya berbeda. Lebih sedap. Dan, bagi yang kangen dengan yang orisinal, tentu saja bisa jalan ke desa Selo.
Di tempat ini masih dijumpai dengan sambal asli yang selain kacang juga dicampur dengan ketela. Rasanya lebih sedap dan orisinal.
Namun beberapa daerah lain juga memiliki pecel. Antara daerah satu dan yang lain berbeda, ciri bumbu, penyadian dan perniknya.
Tentunya, hanya pecel Madiun yang memiliki ciri khas. Sayurnya lebih beragam. Bahkan, pada era 1960-1970 masih banyak dijumpai masih memakai sayur krokot, sejenis rumput liar yang biasanya digunakan untuk makanan hewan jangkrik.
Daun pepaya, bayam, daun mlinjo, toge, bunga pisang, daun kunci serta lainnya menjadi ciri khas pecel Madiun. Saat disajikan biasanya dilengkapi dengan ragi, srundeng dan lalapan.
Brand pecel Madiun adalah lalap, yakni lamtoro dan daun kemangi. Kalau ada yang menambahi dengan cacahan timun, itu bukan pecel Madiun.
Ciri khasnya lagi, disajikan di pincuk (daun pisang), ditambah peyek (kacang ijo, tholo hitam, teri, ebi dan lain-lain), serta peyek tempe kiripik. Penjual juga sering melengkapi dengan lauk jeroan; babat, usus, paru. otak goreng sapi, limpa dan empal.
Yang membedakan lagi antara pecel Madiun atau bukan, adalah rasa sambalnya. Sambal kacangnya tidak terlalu lembut. Bahkan, cabainya kadang masih utuh. Rasanya juga biasanya pedas, dengan aroma jeruk pecel yang kuat. Jika rasa kencurnya menyengat, dipastikan itu bukan pecel Madiun, tetapi lebih berasal dari timur, seperti Kediri dan Blitar.
Sementara dalam literatur lain menyebut, pecel sudah ada sejak jaman penjajahan Belanda. Buktinya, ada di Suriname, wilayah bekas jajahan Belanda ini terdapat pecel, meskipun ada perbedaan rasa di bumbu dan isinya, karena mengikuti selera dan keadaan di sana (Suriname).
Di negeri Belanda di pasar Albequeque, juga di restoran-retoran Indonesia di Amsterdam. Memang tidak susah mencari masakan atau makanan Jawa di Suriname. Masuk saja ke sembarang ”waroeng”— sebutan untuk tempat makan di Suriname. Dan kita akan menemukan menu seperti pitjel atau pecel, nasi goreng dan bakmie goreng, saoto, sate pitik (ayam), sampai minuman dawet alias cendol.
“Tiyang cemeng nggih jajan pitjel wonten mriki. Nggih remen kok (orang kulit hitam juga makan pecel di sini. Suka juga kok),” kata Markati, pemilik Waroeng Toeti di Tamanredjo, daerah setingkat kecamatan di Distrik Commewijne, Suriname.
Rombongan delegasi Kebudayaan Indonesia yang pernah datang ke Suriname juga penasaran dengan rasa pitjel ”van” Suriname itu. Mereka mampir ke Waroeng Toeti dan rupanya rasanya sama saja dengan pecel Indonesia.
Unsur pitjel tak beda dengan pecel yang banyak dijual di Indonesia, seperti bayam, taoge, dan kacang panjang plus lumuran sambal kacang.
Markati yang pensiunan pekerja perkebunan kebun tebu Marienberg itu juga menyediakan saoto dan dawet. Waroeng Toeti juga menyediakan singkong rebus yang biasa disantap bersama ikan asin.
Membicarakan pecel selalu tidak pernah lepas dari salad. Atau lebih tepatnya salad sayur. Cuma bedanya salad sayur di luar negeri tidak ada satupun chef yang berani mencampur salad sayur dengan nasi. Hanya orang Indonesia yang berani. Inilah kenapa pecel diawali sejak jaman penjajahan. Karena jaman dulu banyak orang ingin mengikuti cara makan para penjajah entah penjajah-entah jaman Portugis, Inggris atau Belanda, seperti makanan salad. Namun karena sulit mencari mayonaise di masa itu, sehingga orang tersebut menggantinya dengan bumbu kacang. Jadilah pecel yang kita kenal hingga kini.
Abad 17 Stok Kacang Tanah Berlimpah
Ada banyak versi soal pecel. Disebutkan, pecel sebenarnya sudah ada sejak jaman kerajaan Mataram. Kesultanan Mataram kala itu adalah kerajaan Islam di Pulau Jawa yang pernah berdiri pada abad ke-17. Kerajaan ini dipimpin suatu dinasti keturunan Ki Ageng Sela dan Ki Ageng Pemanahan, yang mengklaim sebagai suatu cabang ningrat keturunan penguasa Majapahit.
Mataram merupakan kerajaan berbasis agraris/pertanian dan relatif lemah secara maritim. Pecel memiliki jejak sejarah yang dapat dilihat hingga kini, seperti hingga Pantura Jawa Barat. Pecel Cirebon hingga Indramayu masih ada hingga sekarang.
Nah, Madiun sendiri merupakan suatu wilayah yang dirintis oleh Ki Panembahan Ronggo Jumeno atau biasa disebut Ki Ageng Ronggo. Asal kata Madiun dapat diartikan dari kata “medi” (hantu) dan “ayun-ayun” (berayunan), maksudnya adalah bahwa ketika Ronggo Jumeno melakukan “Babat tanah Madiun” terjadi banyak hantu yang berkeliaran. Penjelasan kedua karena nama keris yang dimiliki oleh Ronggo Jumeno bernama keris Tundhung Medhiun. Pada mulanya bukan dinamakan Madiun, tetapi Wonoasri.
Sejak awal Madiun merupakan sebuah wilayah di bawah kekuasaan Kesultanan Mataram. Dalam perjalanan sejarah Mataram, Madiun memang sangat strategis mengingat wilayahnya terletak di tengah-tengah perbatasan dengan Kerajaan Kadiri (Daha). Oleh karena itu pada masa pemerintahan Mataram banyak pemberontak-pemberontak kerajaan Mataram yang membangun basis kekuatan di Madiun. Seperti munculnya tokoh Retno Dumilah.
Beberapa peninggalan Kadipaten Madiun salah satunya dapat dilihat di Kelurahan Kuncen, di mana terdapat makam Ki Ageng Panembahan Ronggo Jumeno, Patih Wonosari selain makam para Bupati Madiun, Masjid Tertua di Madiun yaitu Masjid Nur Hidayatullah, artefak-artefak di sekeliling masjid, serta sendang (tempat pemandian) keramat.
Kota Madiun sendiri dahulu merupakan pusat dari Karesidenan Madiun, yang meliputi wilayah Magetan, Ngawi, Ponorogo, dan Pacitan. Meski berada di wilayah Jawa Timur, secara budaya Madiun lebih dekat ke budaya Jawa Tengahan (Mataraman atau Solo-Yogya), karena Madiun lama berada di bawah kekuasaan Kesultanan Mataram.
Maka, tidak heran jika pecel sebagai makanan khas Kesultanan Mataram kemudian diadopsi ke Madiun. Selain itu pula, pada abad ke-17 Madiun terkenal sebagai penghasil kacang tanah terbesar. Karena stok yang berlimpah inilah, Madiun mampu mengembangkan pecel sebagai makanan khas, yang mana bahan utamanya dari kacang tanah yang telah disangrai.
Dalam laporan Angka Sementara (Asem) pada 2015, produksi kacang tanah dan kacang hijau meningkat. Kondisi ini membuktikan bahwa Jawa Timur selain sebagai salah satu lumbung beras dan jagung juga merupakan sentra kacang tanah dan kacang hijau.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim, untuk kacang tanah pada Asem 2015 mengalami kenaikan sebesar 191,58 ribu ton biji kering, peningkatan sebesar 3,09 ribu ton atau 1,64 persen dibandingkan produksi 2014.
Peningkatan produksi kacang tanah karena naiknya produktivitas sebesar 0,26 kuintal/hektare atau 1,93 persen meskipun luas panen sedikit mengalami penurunan sebesar 349 hektare atau -6,57 persen.Kacang tanah selain sebagai makanan camilan, bahan baku pelengkap roti dan makanan cokelat juga sebagaisalah satu bahan baku untuk membuat sambal pecel.
Daerah di Jawa Timur yang merupakan sentra kacang tanah hampir merata di berbagai daerah, yakni Kediri, Tulungagung, Blitar, Madiun, Ngawi, Lamongan, Jombang, Ponorogo, Pacitan, Malang, Pasuruan, Lumajang, Jember, Situbondo, Banyuwangi, Bondowoso dan daerah Madura. Tetapi daerah yang paling terkenal dengan kacang tanahnya adalah Tuban, daerah tersebut kacang bentuknya kecil tetapi rasanya enak dan renyah.
Sementara Asem produksi kacang hijau Jawa Timur pada 2015 sebesar 67,82 ribu ton biji kering mengalami peningkatan sebesar 7,51 ribu ton atau 12,45 persen dibandingkan tahun 2014.
Peningkatan produksi kacang hijau terjadi karena naiknya luas panen sebesar 5,93 ribu hektare atau11,80 persen dan tingkat produktivitas sebesar 0,07 kuintal/hektare atau 0,58 persen.
Di Jawa Timur, daerah sebagai sentra penghasil kacang hijau hampir merata, setiap kabupaten/kota pada musim tertentu dipastikan menanam kacang hijau. Kacang hijau merupakan bahan baku untuk membuat makanan-minuman (Mamin) seperti bak poo, roti dan minuman kemasan dan minuman es kacang hijau.
Petani bernama Rahmat Widodo asal Madiun mengaku sudah menjadi petani kacang tanah sejak tahun 2005. Rahmat mengakui komoditas ini memiliki prospek bisnis yang bagus, sehingga hasil tanamnnya selalu menguntungkan.
Ia menanam kacang tanah di lahan seluas 1 ha. Selain kacang tanah, lahan itu juga dipakai buat menanam komoditas lain seperti padi dan kacang kedelai. “Biasanya budidaya kacang dilakukan setelah panen padi,” katanya.
Dari lahan seluas 1 ha itu, ia Rahmat bisa menghasilkan 1 ton–1,5 ton kacang sekali panen, dengan omzet Rp 50 juta. Dalam setahun ia bisa empat kali panen.
Komoditas kacang tanah di Madiun memiliki prospek bisnis yang bagus, sehingga hasil tanamnya selalu menguntungkan.
Diakui Rahmat, kacang tanah merupakan komoditas pangan yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi. Ada banyak makanan olahan kacang tanah. Selain buat bahan sayuran, seperti bumbu pecel, juga banyak diolah menjadi camilan maupun produk selai untuk teman menyantap roti.
Lantaran banyak manfaatnya, permintaan kacang tanah tinggi di pasaran. Itu juga yang mendorong banyak petani tertarik mengembangkan komoditas ini. Apalagi budidayanya juga mudah.
Di daerah ini, kata Rahmat, memang banyak penghasil palawija jenis kacang-kacangan. Ditambah proses budidayanya juga tidak sulit. “Budidayanya tergolong mudah dan murah. Kacang tanah ini tanaman sela, jadi setelah panen tanaman palawija lain, kacang tanah bisa ditanam kapan saja dan dimana saja,” katanya.
Kata Rahmat, produksi tanaman kacang tanah sangat dipengaruhi faktor musim. Di musim penghujan, jangan berharap bisa mendapat hasil panen banyak. Kecenderungannya, imbuhnya, hasil panen di musim hujan menurun.
Curah hujan tinggi membuat akar tanaman terlalu lembab, bunga sulit diserbuki, dan rentan ditumbuhi jamur. Mengatasai itu bisa dengan membuat bedengan agar lahan tak digenangi air.
Namun jika sedang musim panas dan sinar matahari banyak, maka hasil panen bisa maksimal. Kendati demikian, tanaman tetap harus dirawat. Untuk mendapat hasil maksimal, Imam harus menggemburkan tanah hingga menjadi butiran halus dengan cara dibajak.
Rahmat menambahkan, kacang tanah ideal ditanam pada ketinggian tanah 50-500 meter dari permukaan laut dan jenis tanah harus gembur. Agar tumbuh maksimal, jarak antar lubang dibuat 25×25 sentimeter (cm).
Saat kecambah sudah keluar, lakukan penyiraman dua minggu sekali. Selain itu, harus rajin membersihkan rumput liar. Untuk menghindari hama, usia 30 hari, tanaman harus divaksin.
Kacang tanah yang dikembangkannya jenis brul dengan masa panen tiga bulan. Sementara varietas kacang tanah jenis lain, seperti cina dan holle bisa memakan waktu delapan bulan. “Harga kacang jenis brul juga lebih stabil di pasaran,” lanjutnya.
Omzet yang ia dapat bisa sampai Rp 10 juta sekali panen. Menurutnya, komoditas ini menguntungkan karena semua hasil panen tidak ada yang dibuang. Selain bijinya, ampasnya juga laku dibuat minyak dan fermentasi oncom.
Bahkan setelah panen pun, daunnya juga tidak dibuang karena bisa menjadi sayuran, bahan pakan ternak, dan pupuk hijau. Harga kacang tanah sendiri berkisar antara Rp 5.000–Rp 9.000 per kg.
Gurihnya Bisnis Pecel Madiun
Seorang pelaku bisnis kuliner di Yogyakarta, Sukandar mencoba peruntungan dengan membuka usaha Nasi Pecel Madiun sejak 2009.
Hampir sama dengan pecel lainnya, Sukandar menyajikan menu nasi plus sayur pecel. Tentu, bumbunya khas Madiun hasil racikan sendiri. Selain nasi pecel, ia juga mengusung menu lain, yakni nasi rawon. Satu porsi makanan awalnya dibanderol sekitar Rp 6.500.
Setelah lima tahun beroperasi, Sukandar siap mengembangkan sayap bisnisnya. Maka, mulai tahun ini, ia membuka peluang kemitraan usaha.
Saat ini total sudah ada tiga gerai yang semuanya berlokasi di Yogyakarta. Perinciannya: satu gerai milik pusat, sisanya kepunyaan mitra.
Berminat menjajal usaha kuliner tradisional ini? Sukandar bahkan menyiapkan paket kemitraan dengan investasi sebesar Rp 10 juta. Paket investasi itu mencakup fasilitas booth cantik lengkap dengan banner, meja dan kursi makan, piring dan gelas, toples, peyek, brosur, spanduk, hingga seragam kaos untuk karyawan.
Selain itu, mitra akan diberikan pelatihan karyawan selama dua hari, plus standar operation procedure (SOP). Selama sebulan usaha mitra berjalan, pihak pusat akan rutin mengawasi operasional gerai tersebut.
Nantinya, mitra wajib membeli sebagian bahan baku dari pusat, berupa bahan bumbu, sambel pecel, serta peyek kacang.
Mengacu pada gerai mitra yang sudah beroperasi, setiap gerai bisa menjual sekitar 30 – 40 porsi pecel. Penjualan nasi rawon pun diperkirakan hampri sama. Jadi, dalam sebulan, mitra bisa menghasilkan omzet berkisar Rp 2,5 juta hingga Rp 3 juta. Dengan keuntungan bersih mencapai 46 persen, mitra ditargetkan sudah bisa kembali modal hanya dalam waktu enam bulan.
Pecel racikan tradisional dari Madiun selain dikenal memiliki cita rasa tersendiri, juga sangat digemari masyarakat di berbagai daerah. Adalah keluarga Ny.Roesmadji, salah satu keluarga pembuat sambal pecel di Madiun yang dikenal paling enak.
Usaha pembuatan sambal pecel Ny. Roesmadji ini kini sudah berkembang pesat. Dari sebuah rumah yang tidak begitu luas, usaha ini dirintis secara turun temurun. Rumahnya terletak di Jalan Delima 32 Kelurahan Kejuron, Kecamatan Taman, Kota Madiun, atau di belakang kantor cabang PT Pegadaian, Kota Madiun.
Sambal Pecel Ny Roesmadji terletak di Jalan Delima 32 Kelurahan Kejuron, Kecamatan Taman, Kota Madiun, atau di belakang kantor cabang PT Pegadaian, Kota Madiun.
Pembuatan sambal pecel berlogo dan bermerek “Jeruk Purut” ini masih mempertahankan cara-cara tradisional mulai dari penggorengan, peracikan, sampai pengemasan. Karena memproduksi sambal dalam jumlah banyak, Ny. Roesmadji kini juga menggunakan oven kacang dan alat pengemas plastik.
Usaha pembuatan usaha sambel pecel Ny. Roesmadji awalnya hanya berupa usaha berjualan nasi pecel kecil-kecilan. “Saya coba berjualan nasi pecel di depan gang rumah ini. Eh, banyak yang bilang kalau sambalnya enak,” tutur wanita yang sudah uzur ini.
Sejak itu, sambal pecel Ny. Roesmadji laris manis dan sejak tahun l985 keluarga ini memfokuskan usahanya pada pembuatan sambal pecel. Dari hari ke hari, bisnis sambal pecel ini semakin berkembang. Selain dari Madiun, pesanan juga datang dari berbagai kota lain seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Banjarmasin, dan Palembang.
Sambal pecel ini juga pernah dinikmati orang-orang di mancanegara. Pada tahun 2000 sempat ada warga Belanda yang datang ke rumahnya. “Dia pengoleksi barang antik. Saat dia ke Jogja, dia penasaran dengan sambal pecel Madiun dan akhirnya mampir ke sini,” katanya.
Sejak itu, sambal pecel Ny. Roesmadji dikirim rutin ke Belanda. Selama satu tahun, tiap dua bulan, mereka bisa mengirim 2 kuintal sambal. Ngirimnya melalui kapal laut.
Namun sayangnya, bisnis menggiurkan ini akhirnya mandeg karena mahalnya biaya pengiriman.
Tak hanya di Belanda, sambal pecel Ny. Roesmadji ini juga pernah “diekspor” ke Amerika Serikat, Inggris dan Hongkong. Untuk orang-orang Amerika Serikat, Inggris, dan Kanada biasanya mereka yang sekolah atau bekerja di sana membawa oleh-oleh pecel Madiun, ungkap Jumino, anak tertua Ny. Roesmadji.
Sejak Ny. Roesmadji menderita stroke, pengelolaan usaha sambal pecel ini diserahkan kepada Jumino bersama isterinya, Istiana. “Dulu semuanya yang meracik adalah ibu dan sekarang yang racikannya dipercaya pas, ya isteri saya,” ungkap Jumino.
Apa sebenarnya yang jadi rahasia di balik mantapnya sambal pecel khas Madiun?
“Dari racikan dan bahan bakunya,” tandas Jumino.
Dia membeberkan bahwa salah satu bahan baku yang juga menentukan aroma dan cita rasa sambal pecel adalah daun dan kulit jeruk purut.
“Selain bahan baku sambal pecel pada umumnya, kami juga mencampurkan racikan daun dan kulit jeruk purut sebagai penyedap. Campuran kulitnya sekitar 70 persen dan daunnya 30 persen,” ucapnya.
Bahan baku umum untuk membuat sambal pecel tentu saja yang utama kacang tanah, lalu ada gula merah, gula pasir, asam, dan cabai keriting.
Sambal pecel buatan Ny. Roesmadji ini bisa tahan sampai tiga bulan, bahkan bisa tahan lima bulan jika disimpan di lemari es.
Sambal Pecel Ny Roesmadji terletak di Jalan Delima 32 Kelurahan Kejuron, Kecamatan Taman, Kota Madiun, atau di belakang kantor cabang PT Pegadaian, Kota Madiun. Foto_ ist
Berkat keuletan Ny. Roesmadji dan keluarganya, kini usaha sambel pecel ini mampu mempekerjakan puluhan pekerja. Pekerjanya didominasi ibu-ibu muda dan nenek-nenek. “Saya sudah empat tahun bekerja disini,” ucap Kasmini, nenek berusia 70 tahun yang bertugas menumbuk kacang goreng.
Dalam sehari, usaha ini menghasilkan 10-20 kilogram sambal pecel yang dikemas dalam plastik seperempat kilogram dengan harga murah meriah Rp 6.500. Ada empat jenis sambal yaitu rasa biasa (tidak pedas), pedas, sedang, dan sambal kacang untuk gado-gado. “Kalau untuk gado-gado, racikannya lebih halus,” ujarnya. Satu harinya, usaha ini beromzet sekitar Rp 2,6 juta.
Selain mendirikan usaha di rumahnya, Ny. Roesmadji juga memiliki tiga toko antara lain toko “Adji Rasa” di Jalan Opak (pertokoan Gamasoru), toko “Delima Dua” di Jalan Ciliwung 10, dan toko “Barokah” Jalan Diponegoro (samping Patung Garuda Bosbo).@nov
Liputan : Noviyanto Aji
Author Abad
25.10.22
Penulis : Pulung Ciptoaji
abad.id-Umunya buku termahal atau best seller berisi tentang otobiografi atau cerita novel yang seru. Namun tidak demikian dengan buku resep masak Nenek Goethe yang disusun tahun 1725 harganya sangat mahal. Sungguh tidak adil bagi buku resep masak ini harganya sangat mahal. Padahal sing penulis bukan Nenek Goethe, melainkan tulisan tangan dari suaminya Textor. Anna Margaretha Justina Textor hanya menulis dua halaman dari 182 halaman dalam buku tersebut. Mahalnya buku ini bukan karena pengarang, namun nilai sejarahnya.
Anna Margaretha Justina hanya warga biasa yang menikah di usia 14 tahun dengan seorang ahli hukum Johann Wolfgang Textor pada 1725. Jabatan Textor sat itu sebagai pengacara negara di kota Wetzlar. Kemudian Textor dipilih sebagai anggota kotapraja kota kelahirannya Frankrut. Kemudian pasangan muda ini pindah ke jalan Fredberger di kawasan perumahan padat.
Di usia 22 tahun perkawinan mereka, salah satu anak perempan pasangan ini melahirlah anak laki laki tanggal 28 Agustus 1749 yang diberi nama Johan Wolfgang Goethe. Suatu saat nanti sang anak akan menjadi sastrawan besar. Sejak kecil Wolfgang Goethe sangat sayang dengan kakek neneknya hingga mempersembahkan bebetapa puisi.
Banyak kenangan manis dirasakan Wolfgang Goethe tentang keluarga besatnya itu. Salah satu yang diingat dan ditulis dalam buku Dichtung Un Wahrheit adalah ketika kenangan berumur 8 tahun. Diceritakan Wolfgang Goethe bahwa saat itu acara tahun baru dan semua anak dan cucu dikumpulkan dan masak bersama. Suasana sangat gembira karena rumah besar mereka banyak makanan yang enak dan lezat. Seperti kue biskuit dan anggur. “Resep yang diingat berpuluh puluh tahun masih diingat oleh para cucu sampai saat ini dan tertulis dalam resep buku nenek,” kata Wolfgang Goethe
Memang, jika kita membaca buku resep memasak Nenek Goethe, ternyata tidak hanya pandai memasak jenis jenis makanan tertentu. sang nenek juga pandai memasak pretzeln, fricadel dan laubfrosch. Resep ini menjadi unik karena pembaca diajak lebih tahu budaya memasak pada masa lampau. Juga akan tahu bagaimana tips melakukan sesuatu, misalnya cara memerangi sakit gigi dan kelainan kulit seperti kutil. Tips yang tertulis dalam resep itu yaitu ambil pecahan beling, panaskan diatas bara masukan ke dalam anggur dari Rheim. Biarkan beberaoa lama sesudah itu dikumur dengan anggur. “ Itu akan menghilangkan lendir dan bisa menyembuhkan sakit gigi,” tulis resep itu.
Sedangkan tips untuk menghilangkan kutil, Nenek Goethe punya cara yaitu mengambil ikatan jerami sebanyak jumlah kutil dan gosok kutil dicampur kotoran binatang. kutil akan membusuk dan mati.”Resep yang sangat istimewa dari nenek berupa cara membuat tinta merah dengan bahan bahan khusus,” terang Wolfgang Goethe.
Makanan akan lebih nikmat jika dihidangkan dengan indah di meja makan. Untuk membuat nyaman makan bersama ini, Nenek Goethe juga punya resep menghias meja. Yaitu selalu menambah patung lilin untuk menyenangkan cucu-cucunya. Diatas smeja itu sang nenek juga menghidangkan masakana yang manis. “Setidaknya terdapat 107 resep berisi cara membuat kue dan manisan, juga untuk makanan bahan daging terdapat 16 resep,”.
Setelah kakek dan nenek Wolfgang Goethe meninggal dunia, rumah besar itu dijual. Saat itu Jerman sedang perang dengan Perancis. Daerah tempat tingga sang penyair besar sempat dibakar dan porak poranda. Beruntung buku resep diselamatkan Johan Jos Textor dan kemudian diwariskan ke anaknya Anna Maria. Saat Anna Maria meninggal dunia 27 Oktober 1862, buku berwarna coklat itu hilang. Namun anehnya buku itu muncul kembali pada abad ke 19 sebagai koleksi Graf Ludwig von Paar. Setelah Graf Ludwig von Paar meninggal dunia, semua barangnya dilelang. Lelang digelar pada Maret 1982 di Berlin dan dilakukan oleh Alber Cohn seorang pedagang barang antik.
Dalam lelang tersebut, album masak Anna Margaretha Justina Textor atau nenek sastrawan Gothe berada di nomor urut 1193 bagian rumah tangga dan perekonomian. Kemudian Buku itu dibeli dengan harga 57 reichmark oleh arsip Goethe dan kini tersimpan kembali dengan rapi. Arsip ini memberi ijin kepada siapapun untuk mengupas kembali resep-resep rahasia kelezatan masakan sang nenek. (pul)
Author Abad
11.11.22
Jawa menjadi tempat pertama menanam kopi Arabika. Di belahan dunia lain belum ada.
Abad.id Pesona kopi mulai mewabah. Di seluruh dunia, orang sudah terbiasa minum kopi sebagai ‘sarapan’ pagi atau santai menjelang senja. Bahkan hingga larut malam, kopi masih menjadi teman ‘kencan’ nan setia.
Minuman berkafein yang dihasilkan dari biji kopi pilihan ini tidak lagi hanya sebagai penghilang rasa kantuk. Juga bukan sekedar pelepas dahaga. Kini, ngopi sembari kongko telah menjadi gaya hidup kaum urban. Tidak hanya di perkotaan, gairah minum kopi di masyarakat pedesaan juga bertambah.
Setidaknya terjadi peningkatan jumlah peminum kopi di Indonesia setiap tahunnya. Bahkan tren ngopi juga mulai memikat kaum perempuan belakangan ini. Budaya ngopi sebenarnya bukan hal baru di Indonesia. Kebiasaan ini mulai berkembang tahun 1700-an.
Menurut peneliti kopi asal Jawa Timur, Surip, sejarah kopi pertama kali diperdagangkan secara Internasional oleh bangsa Belanda. Sedangkan lelang kopi pertama di dunia terjadi pada tahun 1711 di Amsterdam.
“Jawa menjadi tempat pertama menanam kopi Arabika. Di belahan dunia lain belum ada,” terang Surip.
Adalah Gubernur Jendral bertangan besi asal negeri kincir angin, Herman Willem Daendels. Dialah yang membangun jalan raya sepanjang seribu kilometer yang penuh liku dan banyak kontroversi. Proyek ini dikenal dengan pembangunan Jalan Anyer-Panurukan atau Jalan Raya Pos (De Grote Postweg). Hingga kini jalan ini masih bisa kita gunakan.
Pembangunan Jalan Anyer-Panarukan menjadi perdebatan. Di satu pihak pembangunan Jalan Raya Pos itu sangat dipuji, tetapi di lain pihak juga dicaci karena mengorbankan banyak nyawa manusia.
Pram dalam bukunya menjelaskan menegaskan bahwa pembangunan Jalan Anyer-Panarukan adalah salah satu genosida dalam sejarah kolonialisme di Indonesia.
“Menurut sumber Inggris hanya beberapa tahun setelah kejadian Jalan Raya Pos memakan korban 12.000 orang,” tulis Pram.
Terlepas dari buruknya era kolonial, rupanya dampak jalan raya itu jauh melampaui perkiraan Daendels. Jalan ini telah memenuhi harapan Daendels sebagai sarana ekonomi kolonial. Jalan ini mengubah secara besar-besaran kondisi ekonomi dan kehidupan di Jawa.
Memang keputusan dibangunnya jalan ada dua kepentingan. Pertama, membantu penduduk dalam mengangkut komoditas pertanian ke gudang pemerintah atau pelabuhan. Kedua, untuk kepentingan militer.
Tapi, Daendels mendahulukan kepentingan pertama, karena memang daerah di sekitar Bogor sangat subur dan menguntungkan bagi pemerintah kolonial. Selain untuk mempertahankan Jawa, Daendels juga mendanai pemerintahannya. Komoditas andalannya adalah kopi.
Dari sini perkebunan kopi kemudian menyebar dari Batavia, pesisir utara Jawa seperti Cirebon dan Karawang, Pasundan, Jawa Tengah, serta Jawa Timur di pesisir dan pedalaman.
Di Jawa Timur sendiri, jumlah perkebunan kopi mencapai 280-an yang tersebar di dataran rendah dan dataran tinggi. Seperti di Malang, Banyuwangi, Situbondo, hingga Bondowoso. Di perkebunan itu ditanam varietas robusta, arabika, liberika, atau campuran di antara tiga jenis kopi tersebut. Sedangkan kopi terbaik di dunia saat ini dipegang oleh Java Coffe atau kopi dari Jawa.
Memang, bibit kopi yang dibawa Belanda sesampai di Jawa Timur menjadi unik. Misalnya, kopi Arabika kala itu menjadi konsumsi rakyat di seluruh Indonesia. Sayangnya, kopi belum bisa dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Kopi, kala itu masih menjadi minuman berkelas bagi para pembesar kolonial Belanda, karena mereka merasa yang membawa tanaman kopi di Indonesia.
Sementara masyarakat kelas bawah hanya mampu membeli kopi jagung yang dibakar dan ditumbuk dengan kasar. Namun saat kebiasaan kongko di warung kopi terus berkembang, akhirnya kopi memiliki banyak peminat di Indonesia.
Di Indonesia, kita sekarang bahkan bisa menjumpai kafe atau kedai kopi yang buka 24 jam. Di dalamnya ada anak muda dan orang tua yang asyik kongko-kongko, duduk-duduk santai hingga larut dalam pembicaraan yang tidak menentu ujung pangkalnya.
Sebut saja warung kopi “Mbah Cokro” yang beralamatkan di Jalan Prapen Surabaya. Tempatnya tergolong unik. Semua fasilitas warung dibuat dari bambu dari mulai meja, kursi, atap, lesehan, hingga pagar. Paling unik lagi, gelas kopi disuguhkan dengan seng. Sang pemilik Zarkony mengatakan warung itu sengaja didesign sedemikian rupa untuk menandakan kesan tempo dulu.
Di setiap sudutnya terpampang banyak koleksi benda-benda lawas untuk menjaga suasana tempo dulu. Belum lagi tembang-tembang lawas yang disetel menandakan asyiknya bernostalgia dengan masa lalu. Maka, tidak heran banyak pengunjung yang memilih datang ke warung Zarkony.
Satu cangkir kopi angat serta caloman yang fresh turut menghantar acara kongko. Di meja-meja lain, ada anak muda yang tengah berselancar di dunia maya. Ada pula para pekerja yang duduk berdampingan membahas rutinitas.
Di sisi lain, ada mahasiswa yang sedang mojok membaca buku. Mereka menghabiskan waktu di kedai kopi hingga lupa jam. Beberapa lainnya, malah membawa pacar masing-masing dengan ditemani kopi.
Sayangnya, meskipun kopi bukan sesuatu yang baru, tak banyak orang tahu mengenai seluk beluk kopi. Hal Ini menunjukkan betapa rendahnya budaya minum kopi orang Indonesia. Dari sekian banyak orang yang diwawancarai, mereka rata-rata tidak bisa membedakan rasa kopi yang nikmat dan enak.
Tanya saja sebagian besar orang yang nongkrong di kedai, apakah mereka tahu kopi yang mereka nikmati termasuk jenis apa. Mereka rata-rata menjawab tidak tahu. Jawaban yang pasti meluncur dari mulut mereka seperti ini: yang penting nongrong dan ngobrol.
Padahal, jika mereka tahu, bahwa kopi memiliki jenis dan cara pengolahannya tersendiri. Jika pas, maka penikmat kopi akan mendapatkan suguhan kopi terbaik. Orang kita, kata Surip, masih sebatas peminum saja bukan penikmat kopi.
Kalau Anda ke Australia atau tinggal di Australia, coba ngobrol sama orang Australia tentang kopi. Anda akan menemukan bahwa mereka ternyata sangat fanatik dengan sama kopi layaknya orang Italia. Perusahaan-perusahaan kopi raksasa bahkan tidak bisa mengubah selera orang Australia terhadap kopi. Orang Australia terkenal sangat rewel dengan kopinya, dan industri kopi lokal sangat berkembang pesat di sana.
Dulu minuman yang paling bikin orang Australia terobsesi adalah rum, baru kemudian teh. Kedua minuman itu langsung tergantikan oleh pesona kopi ketika Ivan Repin, seorang pengungsi asal Rusia membuka coffee shop pada tahun 20-an di Australia. Sejak saat itu kopi jadi ngetop banget di sana.
Dengan makin bertambahnya orang yang berimigrasi ke Australia, budaya ngopi di sanapun jadi semakin kuat. Selera mereka terhadap kopi semakin lama semakin baik. Orang-orang Australia cukup puas dengan latte yang sederhana atau kopi hitam yang dibuat sempurna.
Di Australia saat ini jumlah mesin espresso yang beroperasi lebih banyak dari negara-negara lain, kecuali Italia. Para barista yang berasal dari Australia juga terkenal piawai dan banyak mendapat lamaran untuk bekerja di seluruh dunia. Sementara cafe yang bergaya Australia saat ini menjadi trend di London, New York, dan Paris. Bahkan ada yang bilang kalau beberapa coffee shop di Indonesia, khususnya Jakarta, bikin orang teringat dengan suasana ngopi di Australia. Tidak heran, mengingat banyaknya orang Indonesia yang pernah dan masih tinggal di negeri kangguru ini.
Orang Australia sudah beralih dari kopi instan ke espresso sejak para imigran asal Italia datang ke Australia sekitar tahun 50-an. Mereka membuat gaya yang lebih segar, berbeda dengan gaya Italia. Apa bedanya penggemar kopi di Italia dan di Australia?
Orang Italia cenderung masuk ke dalam sebuah cafe, meminum espresso, lalu keluar. Sementara orang Australia yang menempatkan mesin espresso di tempat yang paling membanggakan, lebih banyak melakukan pertemuan di coffee shop. Hubungan antara barista dengan pelanggannya juga lebih erat. Coffee shop ala Australia lebih ramah, lebih santai, dan lebih egaliter dari tempat-tempat yang menjual alkohol atau restoran-restoran kelas atas.
Para pekerja perempuan pun lebih nyaman untuk melakukan pertemuan bisnis dan rapat di coffee shop daripada di pub. Coffee shop di Australia kurang lebih fungsinya mirip seperti English Pub di Inggris.
Pelanggan kopi di Australia juga lebih pemilih. Mereka akan lebih memilih untuk datang ke coffee shop yang baristanya bisa membuat kopi lebih enak dan lebih baik. Maka tidak heran jika ada coffee shop yang ramai banget, sementara coffee shop di sebelahnya sepi pengunjung. Karena orang Australia sudah paham mana kopi yang dibuat secara benar, mana yang tidak.
Menurut mereka, kopi buatan sebuah coffee shop raksasa dari Amerika yang merajalela di mana-mana termasuk di Indonesia itu, kopinya terlalu sedikit. Sementara susunya kebanyakan. Sangat tidak sesuai dengan selera orang Australia, sehingga perusahaan itu tidak sukses di negeri kangguru.
Rahasia untuk mencuri hati orang Australia melalui kopi adalah kopi yang dibuat dalam cangkir ukuran standar dengan rasa kopi yang kuat dan susu secukupnya. Perusahaan yang dimaksud adalah Starbucks. Tapi jangan tanya bagaimana cara Starbucks concern dengan produksi kopi terbaik yang dihasilkan di Indonesia. Kata Surip, perusahaan Starbucks saat ini berkompetisi membantu pengembangan kopi di Indonesia khususnya Arabika.
Bayangkan saja untuk perusahaan sekelas Starbucks, pada tahun 2000 dalam setahun bisa menggoreng kopi 250 ribu ton. Dari besarnya produksi Starbucks, nilai kopi bijinya saja mencapai Rp 15 triliun. Itu belum termasuk nilai dagangnya. Meskipun tidak sukses di Australia, tetapi Starbucks sudah menjadi raksasa di mana-mana.
Di Cina, Starbucks bahkan bisa mengubah kultur masyarakat. Dulu, orang Cina yang mayoritasnya peminum teh, kini sudah beralih ke kopi sejak 3 tahun terakhir.
Betapa besar dan kuatnya dominasi Starbucks di Cina sehingga bisa mengubah budaya orang Cina dari minum teh menjadi minum kopi. Outlet-outlet Starbucks di Cina yang dulunya hanya satu kini sudah menyebar di seluruh wilayah. Tahun 2015, Starbucks Cina menargetkan 5.000 gerai. Benar-benar gila!
Kopinya darimana? Ya tentu saja kopinya dari olahan kopi Indonesia yang punya standard internasional.
Yusianto, peneliti kopi pascapanen juga mengomentari soal citarasa kopi. Katanya, pertama, paling pokok adalah bahan tanam. Kedua, metode budidaya dimana tanaman kopi harus sehat. Jika tidak sehat, kualitas yang dihasilkan tidak bagus. Ketiga, metode panen yang prosesnya harus dilakukan selektif. Minimal tiga kali panen dalam satu wilayah.
Keempat, metode pengolahan, apakah olah basah, kering atau semi basah. Kelima, metode penyajian kopi. Karena penyajian yang dilakukan expresso tentu berbeda dengan penyajian yang dilakukan Kopi Tubruk.
Keenam, metode penyimpanan. Biasanya kopi yang disimpan di gudang sering terjadi kerusakan.
Nah, bagaimana cara untuk melakukan penyimpanan yang baik. Itu ada metodenya.
Pada dasarnya ada dua jenis kopi utama yang ada di di seluruh dunia. Yakni kopi Arabica dan Robusta. Kopi Arabica dapat dikenali dengan tampilan rasanya yang ringan dan aroma kopi yang sangat wangi.
Sementara Robusta, memiliki rasa yang lebih kuat dan biasanya disajikan dalam bentuk esspreso. Penikmat kopi sejati pasti tahu soal ini. Sebaliknya, peminum kopi tidak tahu.
Maka, sebagai penikmat kopi harus mengetahui terlebih dahulu mengenai kedua jenis kopi tersebut. Sebab untuk menikmatinya pun tak sembarangan. Umumnya kopi-kopi jenis Robusta dinikmati pada pagi hari. Sebab akan memberi dorongan energi dan semangat pada yang meminumnya. Sementara untuk jenis Arabica bisa dinikmati mulai jam 14.00 WIB.
“Sebaiknya kopi Robusta memang dinikmati pada pagi hari. Sementara untuk yang ingin meminum kopi pada sore atau malam, lebih baik memilih jenis kopi Arabica. Sebab kalau tidak, bisa-bisa melek terus sampai pagi lagi,” kata Ibrahim, seorang penikmat kopi asal Surabaya yang sering wara-wiri di gerai kopi.
Tak hanya masalah penyajian namun cara menyimpan kopi pun harus diperhatikan. Umumnya biji kopi jenis Robusta dan Arabica memiliki jangka waktu berbeda dalam penyimpanan setelah dipanen.
Untuk menghasilkan aroma dan kualitas kopi yang terbaik, biji kopi Robusta umumnya disimpan dalam keadaan kering dalam jangka waktu minimal lima tahun. Sementara untuk jenis Arabica, umumnya disimpan minimal tujuh tahun sebelum digiling untuk dikonsumsi.
Oleh karenannya Ibrahim menyarankan, untuk tak terlalu lama menyimpan kopi yang telah digiling dalam jangka waktu yang lama. Ia lebih menyarankan, jika ingin menyimpan kopi sebaiknya dalam bentuk biji kopi kering.
“Kalau sudah digiling, kopi sebaiknya segera dikonsumsi. Sebab jika terlalu lama disimpan, akan mengurangi kualitas dan aroma kopi,” pungkasnya.(nov)
Author Abad
20.12.22
Laporan: N. Aji
abad.id-Brem Madiun melegenda. Diwariskan turun temurun. Sudah ada sejak jaman penjajah. Dikenal di dalam dan luar negeri. Di luar negeri, brem dibawa para TKI. Hingga muncul banyak pesanan. Uniknya, petani Kaliabu sebagai perajin brem tidak tahu jika penganan olah tangannya itu telah dicicipi orang-orang dari luar negeri.
------------------
Salah satu makanan manis yang melegenda di Madiun adalah brem. Penganan ini terbuat dari sari beras ketan. Rasanya manis-manis kecut. Terasa adem di lidah. Penuh sensasi. Kue tradisional khas Madiun ini terbukti disuka banyak orang.
Brem cukup populer. Semua kalangan bisa membeli. Bisa memakan. Orang tak bergigi sekalipun dapat menikmati enaknya brem dengan yang bergigi lengkap. Sebab penganan ini cukup dikulum, tanpa dikunyah. Makanan ini sudah lumat sendiri.
Ya, brem memang makanannya semua umur. Orang-orang yang berkunjung ke Madiun, pulangnya tidak afdol jika tidak bawa oleh-oleh khas ini.
Produksi brem tidak hanya di Madiun. Di Wonogiri, Jawa Tengah, juga ada brem. Di Bali dan Nusa Tenggara Timur juga ada. Pembuatan brem di setiap daerah berbeda-beda. Punya ciri khas sendiri-sendiri. Misalnya brem Madiun warnanya kuning keemasan, sedangkan brem Wonogiri berwarna putih.
Di Madiun, pusat produksi brem berada di Desa Kaliabu, Kecamatan Mejayan dan Desa Bancong, Kecamatan Wonoasri. Dua desa ini berlokasi di Caruban. Di situ terdapat rumah-rumah produksi brem yang dikelola oleh industri rumahan dengan skala usaha mikro kecil dan menengah.
Hingga saat ini belum ada penjelasan secara pasti sejarah brem. Namun dari berbagai sumber disebutkan brem sudah ada sebelum Belanda menjajah tanah air. Buktinya apa?
Buktinya dari cerita ke cerita. Dari turun temurun. Salah satunya Marsiyem. Dia tidak ingat usianya. Tahun berapa dilahirkan. Namun Marsiyem bercerita sejak kecil akrab dengan brem.
Saat itu di usianya yang masih belasan tahun, dia sudah mampu membuat brem. Gurunya Mbah Lurah Dusun Bodang. Sayang sekali dia tidak pernah tahu darimana Mbah Lurah mendapatkan ilmu membuat brem dan mengapa pula dinamai brem.
Marsiyem juga ingat, untuk kulakan bahan baku dan peralatan membuat brem, dia harus menempuh pejalanan cukup jauh menuju Madiun.
Tumpangannya sepur kluthuk (kereta jaman Belanda berbahan bakar kayu) yang menyemburkan asap hitam pekat saat melaju, dan jika sudah turun dari sepur di hidung masing-masing penumpangnya akan menyumpal/anges (jelaga) hitam.
Dari Dusun Bodang, brem kemudian menyebar ke dusun-dusun lain di sekitarnya di wilayah Desa Kaliabu. Masing-masing Dusun Sumberjo, Lemah Ireng, Tempuran dan Kaliabu.
Di lima dusun di Desa Kaliabu tersebut, hanya Dusun Tempuran yang hingga kini masih memiliki perajin brem paling banyak.
Dusun-dusun lainnya sudah lama beralih profesi karena gerusan jaman. Mereka memilih bercocok tanam, atau bermigrasi ke kota Madiun dan kota besar Jawa Timur lainnya untuk mencari penghidupan yang lebih baik. Sedang Marsiyem, adalah segelintir generasi pertama yang masih setia mendampingi produksi panganan yang bercitarasa semriwing nan manis ini.
Resep dan cara pembuatan brem diwariskan turun temurun. Bedanya, zaman dulu brem dijual tanpa merek. Kini, pengusaha melabeli produknya untuk memudahkan promosi dan menggaet pembeli.
Di Madiun, sebagian besar merek brem menggunakan nama suling seperti Suling Mas, Suling Gading, Suling Mustika, dan Suling Istimewa.
Meski brem populer sejak lama, namun tidak ada yang tahu pasti mengapa makanan berbentuk kotak-kotak persegi panjang berwarna kuning keemasan itu disebut dengan brem. Makanan tradisional khas Kabupaten Madiun tersebut nyaris seperti legenda.
Brem Berinovasi
Di Desa Kaliabu terdapat sekitar 60 industri rumahan skala usaha kecil menengah yang memproduksi brem. Setiap usaha mempekerjakan sekitar 3-10 orang karyawan sehingga total tak kurang dari 500 orang yang bergelut di dalamnya. Dengan asumsi per pekerja menjadi tulang punggung bagi keluarga, dan setiap keluarga beranggotakan tiga jiwa, maka 1.500 jiwa menggantungkan hidupnya dari usaha ini.
Brem Madiun juga menggairahkan usaha perdagangan dan jasa. Ini karena banyak produsen yang tidak menangani perdagangan, melainkan memilih berkonsentrasi terhadap kegiatan produksi.
Saat ini terdapat lebih dari 100 toko yang menjual brem secara khusus maupun bersama barang atau makanan lainnya. Itu belum termasuk pedagang asongan yang menawarkan brem di atas bus antarkota antarprovinsi dan dari satu gerbong kereta api ke gerbong lain.
Dari kegiatan ini banyak pihak telah terlibat sehingga perekonomian tidak hanya dikuasai oleh satu kalangan. Kelompok Brem Jaya Makmur merupakan sebuah kelompok UKM brem di Desa Kaliabu. Kelompok ini terdiri dari gabungan 7 UKM brem di Desa Kaliabu yang dibina oleh pemerintah setempat. Kelompok ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas produksi para UKM brem di Desa Kaliabu.
Hingga saat ini kegiatan produksi masih berlangsung pada masing-masing lokasi anggota UKM. Potensi Kelompok Brem Jaya Makmur sebagai kegiatan kelompok UKM ingin diangkat untuk dapat dikembangkan lagi menjadi badan usaha yang lebih besar.
Sekalipun hampir semua warga membuat brem, namun hanya beberapa yang menyeriusi usahanya dengan mengurus legalitas hukumnya dan memiliki izin dari Depkes RI. Di antaranya adalah perusahaan brem cap Bangku Kencana, Kondang Rasa, Tongkat Mas, dan Madurasa yang telah mengurus izin yang berbentuk UD (usaha dagang).
Mereka yang mengurus izin usaha ini umumnya yang berpengalaman dan bermodal. Selebihnya, petani membuat brem sebagai penghasilan rumah tangga. Karenanya, hanya empat orang yang memiliki izin itu yang mampu memasarkan produknya secara mandiri dan bermodal.
Pembuatan brem Madiun tidak berhenti di satu rasa. Tentu butuh inovasi agar dapat mempertahankan kualitas. Kini, muncul varian rasa brem seperti rasa cokelat selain rasa aslinya.
Sejak 20 tahun terakhir, brem mulai memiliki banyak rasa. Ada rasa melon, durian, coklat, strawberry, mangga dan rasa buah-buahan lainnya. Bahkan belakangan ada pengusaha yang berhasil melakukan diversifikasi dengan memproduksi brem cair.
Pemilik brem merk Brem Rumah Joglo, Yahya dan Budiati mengungkapkan dari jaman dulu, brem memiliki kemasan yang begitu-begitu saja, yaitu dikemas dalam kardus kotak dengan warna kuning.
“Rasanya juga begitu-begitu saja dari jaman kakek buyut saya. Nah, karena inilah kami ingin melakukan inovasi brem agar tampil lebih modern. Salah satu inovasi yang kami lakukan adalah membuat brem aneka rasa dan mengemasnya dalam kemasan yang berbeda dan unik,” ujar keduanya.
Yahya merupakan generasi ke-5 perajin brem. Tepatnya sejak tahun 1942. Brem Rumah Joglo milik Yahya ini tetap berupaya menjaga kelestarian brem padat sebagai bentuk penghormatan kuliner leluhur.
Brem original yang merupakan resep asli generasi pertama, tidak dihilangkan. Bahkan, untuk menjaga cita rasanya, Yahya mengaku proses pembuatan bremnya merupakan resep turun temurun.
Berbeda dengan brem merk lain yang ada di toko, Brem Rumah Joglo memang di luar mainstream, karena brem tersebut memiliki banyak varian sara serta bentuk.
“Coba Anda cari di toko oleh-oleh, rasa brem yang paling banyak cuma ada 6 rasa. Sedangkan di tempat kami, bisa mencapai 15 rasa dan memiliki bentuk yang berbeda. Hal inilah yang membuat kami menjadi pede dalam memasarkan produk kami,” tambahnya.
Kendati demikian, rasa original brem tetap dipertahankan. Namun kemasannya diganti lebih modern.
Praktik Tidak Elok
Sejak banyak pilihan rasa, brem Madiun mampu merambah pasar hingga mancanegara seperti Malaysia, Singapura, Brunai Darussalam, dan Hongkong. Sekalipun nilainya belum besar, setidaknya cukup menjadi bekal berpromosi di negara lain.
Brem yang dikenal di luar negeri itu awalnya dibawa oleh para TKI. Lambat laun ada permintaan dari negeri itu melalui toko-toko penjual makanan dan oleh-oleh di Surabaya, Bali, dan Jakarta.
Hasil karya petani Kaliabu memang menjadi produk unggulan sehingga Madiun mendapat julukan sebagai Kota Brem. Namun petani Kaliabu tetap hanya sebagai produsen. Soal pemasaran mereka tidak tahu sama sekali. Sebab, produknya itu semuanya langsung diambil oleh pengusaha toko penjual oleh-oleh di kota. Sehingga mereka tidak tahu jika penganan olah tangannya itu telah dicicipi orang luar negeri. Maklum, para pembuat brem mayoritas adalah petani desa yang berpendidikan rendah.
Perajin umumnya melempar hasil produknya ke toko makanan dan kue di kota. Oleh karena itu, brem karya petani Desa Kaliabu dikemas dalam bungkus yang rapi dan diberi merek. Tentunya merek tersebut adalah merek toko yang bersangkutan, yang telah membelinya dari petani. Jadi, jangan heran kalau pembeli sekarang langsung mencari merk-merk yang memang desain kemasannya lebih bagus daripada kemasan produsen aslinya.
Para perajin brem sama sekali tak keberatan toko langganannya itu memakai merknya sendiri. Bagi mereka yang penting dagangannya terbeli dan uang hasil penjualan segera di tangan. Sikap tidak mau repot lalu menempuh jalan pintas inilah yang merugikan produsen asli brem.
Pasalnya banyak toko umumnya mengaku punya perusahaan brem sendiri di Kaliabu. Mereka tidak mau mempromosikan merk lain selain merk miliknya. Sebenarnya dengan menampung brem merk produsennya, toko-toko sudah mendapat untung lumayan. Namun pemilik toko rata-rata menginginkan jalan pintas. Pembeli tetap memilih brem bermerk nama toko.
Sesama perajin di desa tentu tahu persis praktik seperti itu. Tetapi mereka tak berani berbuat apa-apa. Mereka seakan terperangkap di negeri sendiri.
Sementara tidak sedikit perajin yang masih menjaga ideologinya dengan mempertahankan merknya sendiri. Mereka masih rajin masuk keluar toko sambil memberi contoh brem produksinya. Harapannya, dengan mengandalkan mutu yang lebih baik brem miliknya akan bisa laku dijual oleh toko-toko itu.
Jadi sebenarnya brem yang dipasarkan di toko-toko makanan dan toko oleh-oleh dengan berbagai merek itu semuanya hasil produksi petani Desa Kaliabu.
Semua perajin adalah kalangan petani desa yang tidak memiliki kemampuan di bidang pemasaran. Mereka hanya bisa memproduksi tanpa bisa melakukan penjualan produknya. Sehingga pemasarannya hanya menunggu kedatangan pedagang dari kota. Termasuk brem yang sudah terbang ke Singapura dan Hongkong itu dieskpor oleh mereka.
Ya, hampir seluruh warga di desa itu memang menjadi perajin tradisional kue brem. Namun kini yang masih aktif berproduksi hanya sekitar 52 KK (kepala keluarga). Sedangkan yang lainnya memproduksi jika hendak datang hari besar. Misalnya menjelang lebaran atau tahun baru. Kalau semua berproduksi, di desa ini ada sekitar 150-an KK yang membuat brem.
Ketika menjelang lebaran tiba, setiap petani Kaliabu mampu memproduksi 10-15 kuintal bahan baku beras ketan. Dari jumlah itu setelah diproses masing-masing kuintal beras ketan menghasilkan brem sekitar 100-200 pak. Ramainya pesanan menjelang lebaran itu membuat semua warga praktis sibuk membuat brem.
Selama ini perajin brem tetap berkembang secara tradisional. Baik dari prosesing, pemasaran, dan permodalannya. Perajin brem masih memanfaatkan lahan pertaniannya sebagai modal. Yakni, memproduksi brem setelah berhasil memanen tanamannya atau memanen beras ketan yang ditanamnya. Karena mereka umumnya petani miskin. Mereka baru memproduksi brem setelah berhasil memanen beras ketan dari padi yang ditanamnya.@
Author Abad
20.12.22
Penulis : Pulung Ciptoaji
abad.id-Umunya buku termahal atau best seller berisi tentang otobiografi atau cerita novel yang seru. Namun tidak demikian dengan buku resep masak Nenek Goethe yang disusun tahun 1725 harganya sangat mahal. Sungguh tidak adil bagi buku resep masak ini harganya sangat mahal. Padahal sing penulis bukan Nenek Goethe, melainkan tulisan tangan dari suaminya Textor. Anna Margaretha Justina Textor hanya menulis dua halaman dari 182 halaman dalam buku tersebut. Mahalnya buku ini bukan karena pengarang, namun nilai sejarahnya.
Anna Margaretha Justina hanya warga biasa yang menikah di usia 14 tahun dengan seorang ahli hukum Johann Wolfgang Textor pada 1725. Jabatan Textor sat itu sebagai pengacara negara di kota Wetzlar. Kemudian Textor dipilih sebagai anggota kotapraja kota kelahirannya Frankrut. Kemudian pasangan muda ini pindah ke jalan Fredberger di kawasan perumahan padat.
Di usia 22 tahun perkawinan mereka, salah satu anak perempan pasangan ini melahirlah anak laki laki tanggal 28 Agustus 1749 yang diberi nama Johan Wolfgang Goethe. Suatu saat nanti sang anak akan menjadi sastrawan besar. Sejak kecil Wolfgang Goethe sangat sayang dengan kakek neneknya hingga mempersembahkan bebetapa puisi.
Banyak kenangan manis dirasakan Wolfgang Goethe tentang keluarga besatnya itu. Salah satu yang diingat dan ditulis dalam buku Dichtung Un Wahrheit adalah ketika kenangan berumur 8 tahun. Diceritakan Wolfgang Goethe bahwa saat itu acara tahun baru dan semua anak dan cucu dikumpulkan dan masak bersama. Suasana sangat gembira karena rumah besar mereka banyak makanan yang enak dan lezat. Seperti kue biskuit dan anggur. “Resep yang diingat berpuluh puluh tahun masih diingat oleh para cucu sampai saat ini dan tertulis dalam resep buku nenek,” kata Wolfgang Goethe
Memang, jika kita membaca buku resep memasak Nenek Goethe, ternyata tidak hanya pandai memasak jenis jenis makanan tertentu. sang nenek juga pandai memasak pretzeln, fricadel dan laubfrosch. Resep ini menjadi unik karena pembaca diajak lebih tahu budaya memasak pada masa lampau. Juga akan tahu bagaimana tips melakukan sesuatu, misalnya cara memerangi sakit gigi dan kelainan kulit seperti kutil. Tips yang tertulis dalam resep itu yaitu ambil pecahan beling, panaskan diatas bara masukan ke dalam anggur dari Rheim. Biarkan beberaoa lama sesudah itu dikumur dengan anggur. “ Itu akan menghilangkan lendir dan bisa menyembuhkan sakit gigi,” tulis resep itu.
Sedangkan tips untuk menghilangkan kutil, Nenek Goethe punya cara yaitu mengambil ikatan jerami sebanyak jumlah kutil dan gosok kutil dicampur kotoran binatang. kutil akan membusuk dan mati.”Resep yang sangat istimewa dari nenek berupa cara membuat tinta merah dengan bahan bahan khusus,” terang Wolfgang Goethe.
Makanan akan lebih nikmat jika dihidangkan dengan indah di meja makan. Untuk membuat nyaman makan bersama ini, Nenek Goethe juga punya resep menghias meja. Yaitu selalu menambah patung lilin untuk menyenangkan cucu-cucunya. Diatas smeja itu sang nenek juga menghidangkan masakana yang manis. “Setidaknya terdapat 107 resep berisi cara membuat kue dan manisan, juga untuk makanan bahan daging terdapat 16 resep,”.
Setelah kakek dan nenek Wolfgang Goethe meninggal dunia, rumah besar itu dijual. Saat itu Jerman sedang perang dengan Perancis. Daerah tempat tingga sang penyair besar sempat dibakar dan porak poranda. Beruntung buku resep diselamatkan Johan Jos Textor dan kemudian diwariskan ke anaknya Anna Maria. Saat Anna Maria meninggal dunia 27 Oktober 1862, buku berwarna coklat itu hilang. Namun anehnya buku itu muncul kembali pada abad ke 19 sebagai koleksi Graf Ludwig von Paar. Setelah Graf Ludwig von Paar meninggal dunia, semua barangnya dilelang. Lelang digelar pada Maret 1982 di Berlin dan dilakukan oleh Alber Cohn seorang pedagang barang antik.
Dalam lelang tersebut, album masak Anna Margaretha Justina Textor atau nenek sastrawan Gothe berada di nomor urut 1193 bagian rumah tangga dan perekonomian. Kemudian Buku itu dibeli dengan harga 57 reichmark oleh arsip Goethe dan kini tersimpan kembali dengan rapi. Arsip ini memberi ijin kepada siapapun untuk mengupas kembali resep-resep rahasia kelezatan masakan sang nenek. (pul)
Author Abad
11.11.22
Pecel Madiun yang Mendunia
Abad.id - Hanya pecel Madiun yang memiliki ciri khas. Sayurnya lebih beragam. Bahkan, pada era 1960-1970 masih banyak dijumpai masih memakai sayur krokot, sejenis rumput liar yang biasanya digunakan untuk makanan hewan jangkrik. Kini, pecel Madiun telah mendunia.
Abad.id Naik bus atau kereta api ke Yogyakarta melintasi Madiun, Jawa Timur, rasanya tidak pas jika tidak mencicipi makanan khas daerah, yakni pecel. Bagi yang pernah mencicipi tentu akan ketagihan.
Sekilas makanan ini terkesan biasa-biasa saja. Orang Eropa menyebut ini Indonesian Salad, dan sambalnya adalah dressing yang terbuat dari kacang tanah ditumbuk, dicampur rempah dan cabe. Namun jangan tanya bagaimana terkenalnya makanan khas ini, gaung pecel Madiun hingga seantero Nusantara dan bahkan mampu melintasi benua. Tidak percaya?
Kalau Anda ke Madiun, di kota berjuluk Brem ini akan ditemui pecel dengan berbagai racikan dan resto. Meski berbeda-beda, namun rasanya sama. Sayuran disiram sambal kacang, itu dia.
Bagi masyarakat Jawa Timur khususnya, pecel adalah makanan tradisional di daerah Jawa, Indonesia.
Meski pecel banyak macamnya di daerah, seperti pecel Magetan, Malang, Blitar, Banyumas, Kediri dan lain-lain, tapi masyarakat lebih familiar dengan pecel Madiun. Seperti soto, cuma dua soto yang dikenal khas di Jawa Timur, yakni soto Madura (daging) dan soto Lamongan (ayam).
Memang tidak banyak yang tahu bagaimana pecel ini bisa dibilang dari Madiun. Versi yang didapat abad.id, pecel Madiun berasal dari Desa Selo, sebuah kawasan kecil di sebelah timur Madiun–di kaki gunung Wilis.
Di Desa Selo sendiri, kawasan di kaki gunung Wilis tadi, sekarang masih banyak dijumpai penjaja pecel tradisional. Dulu, era 1970-an, banyak dari mereka berjualan ke Madiun dengan cara menggendong pecel dan nasinya.
Mereka lantas duduk membuka dagangan pecelnya di bebeapa sudut jalan, dan bahkan di antaranya mangkal, dan ada juga yang keliling di jalan-jalan.
Bagi warga Madiun, nama-nama seperti Yu Las, Yu Wo, Yu Bibit, Yu Gembrot dan lain-lain tentu tidak asing. Yu Wo masih ada sampai saat ini. Ia sekarang mangkal di terminal bus lama. Ia sudah melakukan pengembangan usaha dengan membuka warung nasi cukup besar.
Di depan Kantor Perbekalan Kodam (Tebek) Jalan Dr Sutomo, ada pasangan Bu Tjip dan Pak Min yang sudah puluhan tahun ada di sana. Mereka menjajakan makanan di malam hari. Bu Tjip kini sudah tiada dan digantikan anaknya. Begitu pula pasangan Pak Tuk tepat di jalan depan stasiun Kereta Api, adalah bagian dari legenda nasi pecel Madiun.
Pada masa sekarang, pecel tampil lebih modern. Disajikan di warung atau restoran. Yu Gembrot membuka restoran dengan minuman, kemudian Pecel Murni di Jalan Cokroaminoto yang kadang menyaksikannya di piring, bukan di pincuk.
Beberapa di antaranya khusus membuka jualan sambal pecel saja, seperti sambel pecel Delima, sambal Mirasa, sambal Jeruk Pedas, sambal pecel Kuburan Krekob, sambal jalan Anggrek dan lain-lain.
Tapi bagi yang ingin memburu yang asli, tentu akan lebih nikmat jika pecel tetap disajikan di atas daun pisang alias pincuk.
Aroma dan rasanya berbeda. Lebih sedap. Dan, bagi yang kangen dengan yang orisinal, tentu saja bisa jalan ke desa Selo.
Di tempat ini masih dijumpai dengan sambal asli yang selain kacang juga dicampur dengan ketela. Rasanya lebih sedap dan orisinal.
Namun beberapa daerah lain juga memiliki pecel. Antara daerah satu dan yang lain berbeda, ciri bumbu, penyadian dan perniknya.
Tentunya, hanya pecel Madiun yang memiliki ciri khas. Sayurnya lebih beragam. Bahkan, pada era 1960-1970 masih banyak dijumpai masih memakai sayur krokot, sejenis rumput liar yang biasanya digunakan untuk makanan hewan jangkrik.
Daun pepaya, bayam, daun mlinjo, toge, bunga pisang, daun kunci serta lainnya menjadi ciri khas pecel Madiun. Saat disajikan biasanya dilengkapi dengan ragi, srundeng dan lalapan.
Brand pecel Madiun adalah lalap, yakni lamtoro dan daun kemangi. Kalau ada yang menambahi dengan cacahan timun, itu bukan pecel Madiun.
Ciri khasnya lagi, disajikan di pincuk (daun pisang), ditambah peyek (kacang ijo, tholo hitam, teri, ebi dan lain-lain), serta peyek tempe kiripik. Penjual juga sering melengkapi dengan lauk jeroan; babat, usus, paru. otak goreng sapi, limpa dan empal.
Yang membedakan lagi antara pecel Madiun atau bukan, adalah rasa sambalnya. Sambal kacangnya tidak terlalu lembut. Bahkan, cabainya kadang masih utuh. Rasanya juga biasanya pedas, dengan aroma jeruk pecel yang kuat. Jika rasa kencurnya menyengat, dipastikan itu bukan pecel Madiun, tetapi lebih berasal dari timur, seperti Kediri dan Blitar.
Sementara dalam literatur lain menyebut, pecel sudah ada sejak jaman penjajahan Belanda. Buktinya, ada di Suriname, wilayah bekas jajahan Belanda ini terdapat pecel, meskipun ada perbedaan rasa di bumbu dan isinya, karena mengikuti selera dan keadaan di sana (Suriname).
Di negeri Belanda di pasar Albequeque, juga di restoran-retoran Indonesia di Amsterdam. Memang tidak susah mencari masakan atau makanan Jawa di Suriname. Masuk saja ke sembarang ”waroeng”— sebutan untuk tempat makan di Suriname. Dan kita akan menemukan menu seperti pitjel atau pecel, nasi goreng dan bakmie goreng, saoto, sate pitik (ayam), sampai minuman dawet alias cendol.
“Tiyang cemeng nggih jajan pitjel wonten mriki. Nggih remen kok (orang kulit hitam juga makan pecel di sini. Suka juga kok),” kata Markati, pemilik Waroeng Toeti di Tamanredjo, daerah setingkat kecamatan di Distrik Commewijne, Suriname.
Rombongan delegasi Kebudayaan Indonesia yang pernah datang ke Suriname juga penasaran dengan rasa pitjel ”van” Suriname itu. Mereka mampir ke Waroeng Toeti dan rupanya rasanya sama saja dengan pecel Indonesia.
Unsur pitjel tak beda dengan pecel yang banyak dijual di Indonesia, seperti bayam, taoge, dan kacang panjang plus lumuran sambal kacang.
Markati yang pensiunan pekerja perkebunan kebun tebu Marienberg itu juga menyediakan saoto dan dawet. Waroeng Toeti juga menyediakan singkong rebus yang biasa disantap bersama ikan asin.
Membicarakan pecel selalu tidak pernah lepas dari salad. Atau lebih tepatnya salad sayur. Cuma bedanya salad sayur di luar negeri tidak ada satupun chef yang berani mencampur salad sayur dengan nasi. Hanya orang Indonesia yang berani. Inilah kenapa pecel diawali sejak jaman penjajahan. Karena jaman dulu banyak orang ingin mengikuti cara makan para penjajah entah penjajah-entah jaman Portugis, Inggris atau Belanda, seperti makanan salad. Namun karena sulit mencari mayonaise di masa itu, sehingga orang tersebut menggantinya dengan bumbu kacang. Jadilah pecel yang kita kenal hingga kini.
Abad 17 Stok Kacang Tanah Berlimpah
Penjual nasi pecel Madiun jaman kolonial sedang menjajakan dagangannya di pemberhentian kereta api.
Ada banyak versi soal pecel. Disebutkan, pecel sebenarnya sudah ada sejak jaman kerajaan Mataram. Kesultanan Mataram kala itu adalah kerajaan Islam di Pulau Jawa yang pernah berdiri pada abad ke-17. Kerajaan ini dipimpin suatu dinasti keturunan Ki Ageng Sela dan Ki Ageng Pemanahan, yang mengklaim sebagai suatu cabang ningrat keturunan penguasa Majapahit.
Mataram merupakan kerajaan berbasis agraris/pertanian dan relatif lemah secara maritim. Pecel memiliki jejak sejarah yang dapat dilihat hingga kini, seperti hingga Pantura Jawa Barat. Pecel Cirebon hingga Indramayu masih ada hingga sekarang.
Nah, Madiun sendiri merupakan suatu wilayah yang dirintis oleh Ki Panembahan Ronggo Jumeno atau biasa disebut Ki Ageng Ronggo. Asal kata Madiun dapat diartikan dari kata “medi” (hantu) dan “ayun-ayun” (berayunan), maksudnya adalah bahwa ketika Ronggo Jumeno melakukan “Babat tanah Madiun” terjadi banyak hantu yang berkeliaran. Penjelasan kedua karena nama keris yang dimiliki oleh Ronggo Jumeno bernama keris Tundhung Medhiun. Pada mulanya bukan dinamakan Madiun, tetapi Wonoasri.
Sejak awal Madiun merupakan sebuah wilayah di bawah kekuasaan Kesultanan Mataram. Dalam perjalanan sejarah Mataram, Madiun memang sangat strategis mengingat wilayahnya terletak di tengah-tengah perbatasan dengan Kerajaan Kadiri (Daha). Oleh karena itu pada masa pemerintahan Mataram banyak pemberontak-pemberontak kerajaan Mataram yang membangun basis kekuatan di Madiun. Seperti munculnya tokoh Retno Dumilah.
Beberapa peninggalan Kadipaten Madiun salah satunya dapat dilihat di Kelurahan Kuncen, di mana terdapat makam Ki Ageng Panembahan Ronggo Jumeno, Patih Wonosari selain makam para Bupati Madiun, Masjid Tertua di Madiun yaitu Masjid Nur Hidayatullah, artefak-artefak di sekeliling masjid, serta sendang (tempat pemandian) keramat.
Kota Madiun sendiri dahulu merupakan pusat dari Karesidenan Madiun, yang meliputi wilayah Magetan, Ngawi, Ponorogo, dan Pacitan. Meski berada di wilayah Jawa Timur, secara budaya Madiun lebih dekat ke budaya Jawa Tengahan (Mataraman atau Solo-Yogya), karena Madiun lama berada di bawah kekuasaan Kesultanan Mataram.
Maka, tidak heran jika pecel sebagai makanan khas Kesultanan Mataram kemudian diadopsi ke Madiun. Selain itu pula, pada abad ke-17 Madiun terkenal sebagai penghasil kacang tanah terbesar. Karena stok yang berlimpah inilah, Madiun mampu mengembangkan pecel sebagai makanan khas, yang mana bahan utamanya dari kacang tanah yang telah disangrai.
Komoditas kacang tanah di Madiun memiliki prospek bisnis yang bagus, sehingga hasil tanamnnya selalu menguntungkan
Dalam laporan Angka Sementara (Asem) pada 2015, produksi kacang tanah dan kacang hijau meningkat. Kondisi ini membuktikan bahwa Jawa Timur selain sebagai salah satu lumbung beras dan jagung juga merupakan sentra kacang tanah dan kacang hijau.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim, untuk kacang tanah pada Asem 2015 mengalami kenaikan sebesar 191,58 ribu ton biji kering, peningkatan sebesar 3,09 ribu ton atau 1,64 persen dibandingkan produksi 2014.
Peningkatan produksi kacang tanah karena naiknya produktivitas sebesar 0,26 kuintal/hektare atau 1,93 persen meskipun luas panen sedikit mengalami penurunan sebesar 349 hektare atau -6,57 persen.Kacang tanah selain sebagai makanan camilan, bahan baku pelengkap roti dan makanan cokelat juga sebagaisalah satu bahan baku untuk membuat sambal pecel.
Daerah di Jawa Timur yang merupakan sentra kacang tanah hampir merata di berbagai daerah, yakni Kediri, Tulungagung, Blitar, Madiun, Ngawi, Lamongan, Jombang, Ponorogo, Pacitan, Malang, Pasuruan, Lumajang, Jember, Situbondo, Banyuwangi, Bondowoso dan daerah Madura. Tetapi daerah yang paling terkenal dengan kacang tanahnya adalah Tuban, daerah tersebut kacang bentuknya kecil tetapi rasanya enak dan renyah.
Sementara Asem produksi kacang hijau Jawa Timur pada 2015 sebesar 67,82 ribu ton biji kering mengalami peningkatan sebesar 7,51 ribu ton atau 12,45 persen dibandingkan tahun 2014.
Peningkatan produksi kacang hijau terjadi karena naiknya luas panen sebesar 5,93 ribu hektare atau11,80 persen dan tingkat produktivitas sebesar 0,07 kuintal/hektare atau 0,58 persen.
Di Jawa Timur, daerah sebagai sentra penghasil kacang hijau hampir merata, setiap kabupaten/kota pada musim tertentu dipastikan menanam kacang hijau. Kacang hijau merupakan bahan baku untuk membuat makanan-minuman (Mamin) seperti bak poo, roti dan minuman kemasan dan minuman es kacang hijau.
Petani bernama Rahmat Widodo asal Madiun mengaku sudah menjadi petani kacang tanah sejak tahun 2005. Rahmat mengakui komoditas ini memiliki prospek bisnis yang bagus, sehingga hasil tanamnnya selalu menguntungkan.
Ia menanam kacang tanah di lahan seluas 1 ha. Selain kacang tanah, lahan itu juga dipakai buat menanam komoditas lain seperti padi dan kacang kedelai. “Biasanya budidaya kacang dilakukan setelah panen padi,” katanya.
Dari lahan seluas 1 ha itu, ia Rahmat bisa menghasilkan 1 ton–1,5 ton kacang sekali panen, dengan omzet Rp 50 juta. Dalam setahun ia bisa empat kali panen.
Komoditas kacang tanah di Madiun memiliki prospek bisnis yang bagus, sehingga hasil tanamnya selalu menguntungkan.
Diakui Rahmat, kacang tanah merupakan komoditas pangan yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi. Ada banyak makanan olahan kacang tanah. Selain buat bahan sayuran, seperti bumbu pecel, juga banyak diolah menjadi camilan maupun produk selai untuk teman menyantap roti.
Lantaran banyak manfaatnya, permintaan kacang tanah tinggi di pasaran. Itu juga yang mendorong banyak petani tertarik mengembangkan komoditas ini. Apalagi budidayanya juga mudah.
Di daerah ini, kata Rahmat, memang banyak penghasil palawija jenis kacang-kacangan. Ditambah proses budidayanya juga tidak sulit. “Budidayanya tergolong mudah dan murah. Kacang tanah ini tanaman sela, jadi setelah panen tanaman palawija lain, kacang tanah bisa ditanam kapan saja dan dimana saja,” katanya.
Kata Rahmat, produksi tanaman kacang tanah sangat dipengaruhi faktor musim. Di musim penghujan, jangan berharap bisa mendapat hasil panen banyak. Kecenderungannya, imbuhnya, hasil panen di musim hujan menurun.
Curah hujan tinggi membuat akar tanaman terlalu lembab, bunga sulit diserbuki, dan rentan ditumbuhi jamur. Mengatasai itu bisa dengan membuat bedengan agar lahan tak digenangi air.
Namun jika sedang musim panas dan sinar matahari banyak, maka hasil panen bisa maksimal. Kendati demikian, tanaman tetap harus dirawat. Untuk mendapat hasil maksimal, Imam harus menggemburkan tanah hingga menjadi butiran halus dengan cara dibajak.
Rahmat menambahkan, kacang tanah ideal ditanam pada ketinggian tanah 50-500 meter dari permukaan laut dan jenis tanah harus gembur. Agar tumbuh maksimal, jarak antar lubang dibuat 25×25 sentimeter (cm).
Saat kecambah sudah keluar, lakukan penyiraman dua minggu sekali. Selain itu, harus rajin membersihkan rumput liar. Untuk menghindari hama, usia 30 hari, tanaman harus divaksin.
Kacang tanah yang dikembangkannya jenis brul dengan masa panen tiga bulan. Sementara varietas kacang tanah jenis lain, seperti cina dan holle bisa memakan waktu delapan bulan. “Harga kacang jenis brul juga lebih stabil di pasaran,” lanjutnya.
Omzet yang ia dapat bisa sampai Rp 10 juta sekali panen. Menurutnya, komoditas ini menguntungkan karena semua hasil panen tidak ada yang dibuang. Selain bijinya, ampasnya juga laku dibuat minyak dan fermentasi oncom.
Bahkan setelah panen pun, daunnya juga tidak dibuang karena bisa menjadi sayuran, bahan pakan ternak, dan pupuk hijau. Harga kacang tanah sendiri berkisar antara Rp 5.000–Rp 9.000 per kg.
Gurihnya Bisnis Pecel Madiun
Seorang pelaku bisnis kuliner di Yogyakarta, Sukandar mencoba peruntungan dengan membuka usaha Nasi Pecel Madiun sejak 2009.
Hampir sama dengan pecel lainnya, Sukandar menyajikan menu nasi plus sayur pecel. Tentu, bumbunya khas Madiun hasil racikan sendiri. Selain nasi pecel, ia juga mengusung menu lain, yakni nasi rawon. Satu porsi makanan awalnya dibanderol sekitar Rp 6.500.
Setelah lima tahun beroperasi, Sukandar siap mengembangkan sayap bisnisnya. Maka, mulai tahun ini, ia membuka peluang kemitraan usaha.
Saat ini total sudah ada tiga gerai yang semuanya berlokasi di Yogyakarta. Perinciannya: satu gerai milik pusat, sisanya kepunyaan mitra.
Berminat menjajal usaha kuliner tradisional ini? Sukandar bahkan menyiapkan paket kemitraan dengan investasi sebesar Rp 10 juta. Paket investasi itu mencakup fasilitas booth cantik lengkap dengan banner, meja dan kursi makan, piring dan gelas, toples, peyek, brosur, spanduk, hingga seragam kaos untuk karyawan.
Selain itu, mitra akan diberikan pelatihan karyawan selama dua hari, plus standar operation procedure (SOP). Selama sebulan usaha mitra berjalan, pihak pusat akan rutin mengawasi operasional gerai tersebut.
Nantinya, mitra wajib membeli sebagian bahan baku dari pusat, berupa bahan bumbu, sambel pecel, serta peyek kacang.
Mengacu pada gerai mitra yang sudah beroperasi, setiap gerai bisa menjual sekitar 30 – 40 porsi pecel. Penjualan nasi rawon pun diperkirakan hampri sama. Jadi, dalam sebulan, mitra bisa menghasilkan omzet berkisar Rp 2,5 juta hingga Rp 3 juta. Dengan keuntungan bersih mencapai 46 persen, mitra ditargetkan sudah bisa kembali modal hanya dalam waktu enam bulan.
Pecel racikan tradisional dari Madiun selain dikenal memiliki cita rasa tersendiri, juga sangat digemari masyarakat di berbagai daerah. Adalah keluarga Ny.Roesmadji, salah satu keluarga pembuat sambal pecel di Madiun yang dikenal paling enak.
Usaha pembuatan sambal pecel Ny. Roesmadji ini kini sudah berkembang pesat. Dari sebuah rumah yang tidak begitu luas, usaha ini dirintis secara turun temurun. Rumahnya terletak di Jalan Delima 32 Kelurahan Kejuron, Kecamatan Taman, Kota Madiun, atau di belakang kantor cabang PT Pegadaian, Kota Madiun.
Sambal Pecel Ny Roesmadji terletak di Jalan Delima 32 Kelurahan Kejuron, Kecamatan Taman, Kota Madiun, atau di belakang kantor cabang PT Pegadaian, Kota Madiun.
Pembuatan sambal pecel berlogo dan bermerek “Jeruk Purut” ini masih mempertahankan cara-cara tradisional mulai dari penggorengan, peracikan, sampai pengemasan. Karena memproduksi sambal dalam jumlah banyak, Ny. Roesmadji kini juga menggunakan oven kacang dan alat pengemas plastik.
Usaha pembuatan usaha sambel pecel Ny. Roesmadji awalnya hanya berupa usaha berjualan nasi pecel kecil-kecilan. “Saya coba berjualan nasi pecel di depan gang rumah ini. Eh, banyak yang bilang kalau sambalnya enak,” tutur wanita yang sudah uzur ini.
Sejak itu, sambal pecel Ny. Roesmadji laris manis dan sejak tahun l985 keluarga ini memfokuskan usahanya pada pembuatan sambal pecel. Dari hari ke hari, bisnis sambal pecel ini semakin berkembang. Selain dari Madiun, pesanan juga datang dari berbagai kota lain seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Banjarmasin, dan Palembang.
Sambal pecel ini juga pernah dinikmati orang-orang di mancanegara. Pada tahun 2000 sempat ada warga Belanda yang datang ke rumahnya. “Dia pengoleksi barang antik. Saat dia ke Jogja, dia penasaran dengan sambal pecel Madiun dan akhirnya mampir ke sini,” katanya.
Sejak itu, sambal pecel Ny. Roesmadji dikirim rutin ke Belanda. Selama satu tahun, tiap dua bulan, mereka bisa mengirim 2 kuintal sambal. Ngirimnya melalui kapal laut.
Namun sayangnya, bisnis menggiurkan ini akhirnya mandeg karena mahalnya biaya pengiriman.
Tak hanya di Belanda, sambal pecel Ny. Roesmadji ini juga pernah “diekspor” ke Amerika Serikat, Inggris dan Hongkong. Untuk orang-orang Amerika Serikat, Inggris, dan Kanada biasanya mereka yang sekolah atau bekerja di sana membawa oleh-oleh pecel Madiun, ungkap Jumino, anak tertua Ny. Roesmadji.
Sejak Ny. Roesmadji menderita stroke, pengelolaan usaha sambal pecel ini diserahkan kepada Jumino bersama isterinya, Istiana. “Dulu semuanya yang meracik adalah ibu dan sekarang yang racikannya dipercaya pas, ya isteri saya,” ungkap Jumino.
Apa sebenarnya yang jadi rahasia di balik mantapnya sambal pecel khas Madiun?
“Dari racikan dan bahan bakunya,” tandas Jumino.
Dia membeberkan bahwa salah satu bahan baku yang juga menentukan aroma dan cita rasa sambal pecel adalah daun dan kulit jeruk purut.
“Selain bahan baku sambal pecel pada umumnya, kami juga mencampurkan racikan daun dan kulit jeruk purut sebagai penyedap. Campuran kulitnya sekitar 70 persen dan daunnya 30 persen,” ucapnya.
Bahan baku umum untuk membuat sambal pecel tentu saja yang utama kacang tanah, lalu ada gula merah, gula pasir, asam, dan cabai keriting.
Sambal pecel buatan Ny. Roesmadji ini bisa tahan sampai tiga bulan, bahkan bisa tahan lima bulan jika disimpan di lemari es.
Sambal Pecel Ny Roesmadji terletak di Jalan Delima 32 Kelurahan Kejuron, Kecamatan Taman, Kota Madiun, atau di belakang kantor cabang PT Pegadaian, Kota Madiun
Berkat keuletan Ny. Roesmadji dan keluarganya, kini usaha sambel pecel ini mampu mempekerjakan puluhan pekerja. Pekerjanya didominasi ibu-ibu muda dan nenek-nenek. “Saya sudah empat tahun bekerja disini,” ucap Kasmini, nenek berusia 70 tahun yang bertugas menumbuk kacang goreng.
Dalam sehari, usaha ini menghasilkan 10-20 kilogram sambal pecel yang dikemas dalam plastik seperempat kilogram dengan harga murah meriah Rp 6.500. Ada empat jenis sambal yaitu rasa biasa (tidak pedas), pedas, sedang, dan sambal kacang untuk gado-gado. “Kalau untuk gado-gado, racikannya lebih halus,” ujarnya. Satu harinya, usaha ini beromzet sekitar Rp 2,6 juta.
Selain mendirikan usaha di rumahnya, Ny. Roesmadji juga memiliki tiga toko antara lain toko “Adji Rasa” di Jalan Opak (pertokoan Gamasoru), toko “Delima Dua” di Jalan Ciliwung 10, dan toko “Barokah” Jalan Diponegoro (samping Patung Garuda Bosbo).@nov
Liputan ; Noviyanto Aji
Author Abad
26.10.22
Pecel Madiun yang Mendunia
Abad.id - Hanya pecel Madiun yang memiliki ciri khas. Sayurnya lebih beragam. Bahkan, pada era 1960-1970 masih banyak dijumpai masih memakai sayur krokot, sejenis rumput liar yang biasanya digunakan untuk makanan hewan jangkrik. Kini, pecel Madiun telah mendunia.
Abad.id Naik bus atau kereta api ke Yogyakarta melintasi Madiun, Jawa Timur, rasanya tidak pas jika tidak mencicipi makanan khas daerah, yakni pecel. Bagi yang pernah mencicipi tentu akan ketagihan.
Sekilas makanan ini terkesan biasa-biasa saja. Orang Eropa menyebut ini Indonesian Salad, dan sambalnya adalah dressing yang terbuat dari kacang tanah ditumbuk, dicampur rempah dan cabe. Namun jangan tanya bagaimana terkenalnya makanan khas ini, gaung pecel Madiun hingga seantero Nusantara dan bahkan mampu melintasi benua. Tidak percaya?
Kalau Anda ke Madiun, di kota berjuluk Brem ini akan ditemui pecel dengan berbagai racikan dan resto. Meski berbeda-beda, namun rasanya sama. Sayuran disiram sambal kacang, itu dia.
Bagi masyarakat Jawa Timur khususnya, pecel adalah makanan tradisional di daerah Jawa, Indonesia.
Meski pecel banyak macamnya di daerah, seperti pecel Magetan, Malang, Blitar, Banyumas, Kediri dan lain-lain, tapi masyarakat lebih familiar dengan pecel Madiun. Seperti soto, cuma dua soto yang dikenal khas di Jawa Timur, yakni soto Madura (daging) dan soto Lamongan (ayam).
Memang tidak banyak yang tahu bagaimana pecel ini bisa dibilang dari Madiun. Versi yang didapat abad.id, pecel Madiun berasal dari Desa Selo, sebuah kawasan kecil di sebelah timur Madiun–di kaki gunung Wilis.
Di Desa Selo sendiri, kawasan di kaki gunung Wilis tadi, sekarang masih banyak dijumpai penjaja pecel tradisional. Dulu, era 1970-an, banyak dari mereka berjualan ke Madiun dengan cara menggendong pecel dan nasinya.
Mereka lantas duduk membuka dagangan pecelnya di bebeapa sudut jalan, dan bahkan di antaranya mangkal, dan ada juga yang keliling di jalan-jalan.
Bagi warga Madiun, nama-nama seperti Yu Las, Yu Wo, Yu Bibit, Yu Gembrot dan lain-lain tentu tidak asing. Yu Wo masih ada sampai saat ini. Ia sekarang mangkal di terminal bus lama. Ia sudah melakukan pengembangan usaha dengan membuka warung nasi cukup besar.
Warung kopi mba Cokro, Surabaya
Di depan Kantor Perbekalan Kodam (Tebek) Jalan Dr Sutomo, ada pasangan Bu Tjip dan Pak Min yang sudah puluhan tahun ada di sana. Mereka menjajakan makanan di malam hari. Bu Tjip kini sudah tiada dan digantikan anaknya. Begitu pula pasangan Pak Tuk tepat di jalan depan stasiun Kereta Api, adalah bagian dari legenda nasi pecel Madiun.
Pada masa sekarang, pecel tampil lebih modern. Disajikan di warung atau restoran. Yu Gembrot membuka restoran dengan minuman, kemudian Pecel Murni di Jalan Cokroaminoto yang kadang menyaksikannya di piring, bukan di pincuk.
Beberapa di antaranya khusus membuka jualan sambal pecel saja, seperti sambel pecel Delima, sambal Mirasa, sambal Jeruk Pedas, sambal pecel Kuburan Krekob, sambal jalan Anggrek dan lain-lain.
Tapi bagi yang ingin memburu yang asli, tentu akan lebih nikmat jika pecel tetap disajikan di atas daun pisang alias pincuk.
Aroma dan rasanya berbeda. Lebih sedap. Dan, bagi yang kangen dengan yang orisinal, tentu saja bisa jalan ke desa Selo.
Di tempat ini masih dijumpai dengan sambal asli yang selain kacang juga dicampur dengan ketela. Rasanya lebih sedap dan orisinal.
Namun beberapa daerah lain juga memiliki pecel. Antara daerah satu dan yang lain berbeda, ciri bumbu, penyadian dan perniknya.
Tentunya, hanya pecel Madiun yang memiliki ciri khas. Sayurnya lebih beragam. Bahkan, pada era 1960-1970 masih banyak dijumpai masih memakai sayur krokot, sejenis rumput liar yang biasanya digunakan untuk makanan hewan jangkrik.
Daun pepaya, bayam, daun mlinjo, toge, bunga pisang, daun kunci serta lainnya menjadi ciri khas pecel Madiun. Saat disajikan biasanya dilengkapi dengan ragi, srundeng dan lalapan.
Brand pecel Madiun adalah lalap, yakni lamtoro dan daun kemangi. Kalau ada yang menambahi dengan cacahan timun, itu bukan pecel Madiun.
Ciri khasnya lagi, disajikan di pincuk (daun pisang), ditambah peyek (kacang ijo, tholo hitam, teri, ebi dan lain-lain), serta peyek tempe kiripik. Penjual juga sering melengkapi dengan lauk jeroan; babat, usus, paru. otak goreng sapi, limpa dan empal.
Yang membedakan lagi antara pecel Madiun atau bukan, adalah rasa sambalnya. Sambal kacangnya tidak terlalu lembut. Bahkan, cabainya kadang masih utuh. Rasanya juga biasanya pedas, dengan aroma jeruk pecel yang kuat. Jika rasa kencurnya menyengat, dipastikan itu bukan pecel Madiun, tetapi lebih berasal dari timur, seperti Kediri dan Blitar.
Sementara dalam literatur lain menyebut, pecel sudah ada sejak jaman penjajahan Belanda. Buktinya, ada di Suriname, wilayah bekas jajahan Belanda ini terdapat pecel, meskipun ada perbedaan rasa di bumbu dan isinya, karena mengikuti selera dan keadaan di sana (Suriname).
Di negeri Belanda di pasar Albequeque, juga di restoran-retoran Indonesia di Amsterdam. Memang tidak susah mencari masakan atau makanan Jawa di Suriname. Masuk saja ke sembarang ”waroeng”— sebutan untuk tempat makan di Suriname. Dan kita akan menemukan menu seperti pitjel atau pecel, nasi goreng dan bakmie goreng, saoto, sate pitik (ayam), sampai minuman dawet alias cendol.
“Tiyang cemeng nggih jajan pitjel wonten mriki. Nggih remen kok (orang kulit hitam juga makan pecel di sini. Suka juga kok),” kata Markati, pemilik Waroeng Toeti di Tamanredjo, daerah setingkat kecamatan di Distrik Commewijne, Suriname.
Rombongan delegasi Kebudayaan Indonesia yang pernah datang ke Suriname juga penasaran dengan rasa pitjel ”van” Suriname itu. Mereka mampir ke Waroeng Toeti dan rupanya rasanya sama saja dengan pecel Indonesia.
Unsur pitjel tak beda dengan pecel yang banyak dijual di Indonesia, seperti bayam, taoge, dan kacang panjang plus lumuran sambal kacang.
Markati yang pensiunan pekerja perkebunan kebun tebu Marienberg itu juga menyediakan saoto dan dawet. Waroeng Toeti juga menyediakan singkong rebus yang biasa disantap bersama ikan asin.
Membicarakan pecel selalu tidak pernah lepas dari salad. Atau lebih tepatnya salad sayur. Cuma bedanya salad sayur di luar negeri tidak ada satupun chef yang berani mencampur salad sayur dengan nasi. Hanya orang Indonesia yang berani. Inilah kenapa pecel diawali sejak jaman penjajahan. Karena jaman dulu banyak orang ingin mengikuti cara makan para penjajah entah penjajah-entah jaman Portugis, Inggris atau Belanda, seperti makanan salad. Namun karena sulit mencari mayonaise di masa itu, sehingga orang tersebut menggantinya dengan bumbu kacang. Jadilah pecel yang kita kenal hingga kini.
Abad 17 Stok Kacang Tanah Berlimpah
Ada banyak versi soal pecel. Disebutkan, pecel sebenarnya sudah ada sejak jaman kerajaan Mataram. Kesultanan Mataram kala itu adalah kerajaan Islam di Pulau Jawa yang pernah berdiri pada abad ke-17. Kerajaan ini dipimpin suatu dinasti keturunan Ki Ageng Sela dan Ki Ageng Pemanahan, yang mengklaim sebagai suatu cabang ningrat keturunan penguasa Majapahit.
Mataram merupakan kerajaan berbasis agraris/pertanian dan relatif lemah secara maritim. Pecel memiliki jejak sejarah yang dapat dilihat hingga kini, seperti hingga Pantura Jawa Barat. Pecel Cirebon hingga Indramayu masih ada hingga sekarang.
Nah, Madiun sendiri merupakan suatu wilayah yang dirintis oleh Ki Panembahan Ronggo Jumeno atau biasa disebut Ki Ageng Ronggo. Asal kata Madiun dapat diartikan dari kata “medi” (hantu) dan “ayun-ayun” (berayunan), maksudnya adalah bahwa ketika Ronggo Jumeno melakukan “Babat tanah Madiun” terjadi banyak hantu yang berkeliaran. Penjelasan kedua karena nama keris yang dimiliki oleh Ronggo Jumeno bernama keris Tundhung Medhiun. Pada mulanya bukan dinamakan Madiun, tetapi Wonoasri.
Sejak awal Madiun merupakan sebuah wilayah di bawah kekuasaan Kesultanan Mataram. Dalam perjalanan sejarah Mataram, Madiun memang sangat strategis mengingat wilayahnya terletak di tengah-tengah perbatasan dengan Kerajaan Kadiri (Daha). Oleh karena itu pada masa pemerintahan Mataram banyak pemberontak-pemberontak kerajaan Mataram yang membangun basis kekuatan di Madiun. Seperti munculnya tokoh Retno Dumilah.
Beberapa peninggalan Kadipaten Madiun salah satunya dapat dilihat di Kelurahan Kuncen, di mana terdapat makam Ki Ageng Panembahan Ronggo Jumeno, Patih Wonosari selain makam para Bupati Madiun, Masjid Tertua di Madiun yaitu Masjid Nur Hidayatullah, artefak-artefak di sekeliling masjid, serta sendang (tempat pemandian) keramat.
Kota Madiun sendiri dahulu merupakan pusat dari Karesidenan Madiun, yang meliputi wilayah Magetan, Ngawi, Ponorogo, dan Pacitan. Meski berada di wilayah Jawa Timur, secara budaya Madiun lebih dekat ke budaya Jawa Tengahan (Mataraman atau Solo-Yogya), karena Madiun lama berada di bawah kekuasaan Kesultanan Mataram.
Maka, tidak heran jika pecel sebagai makanan khas Kesultanan Mataram kemudian diadopsi ke Madiun. Selain itu pula, pada abad ke-17 Madiun terkenal sebagai penghasil kacang tanah terbesar. Karena stok yang berlimpah inilah, Madiun mampu mengembangkan pecel sebagai makanan khas, yang mana bahan utamanya dari kacang tanah yang telah disangrai.
Dalam laporan Angka Sementara (Asem) pada 2015, produksi kacang tanah dan kacang hijau meningkat. Kondisi ini membuktikan bahwa Jawa Timur selain sebagai salah satu lumbung beras dan jagung juga merupakan sentra kacang tanah dan kacang hijau.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim, untuk kacang tanah pada Asem 2015 mengalami kenaikan sebesar 191,58 ribu ton biji kering, peningkatan sebesar 3,09 ribu ton atau 1,64 persen dibandingkan produksi 2014.
Peningkatan produksi kacang tanah karena naiknya produktivitas sebesar 0,26 kuintal/hektare atau 1,93 persen meskipun luas panen sedikit mengalami penurunan sebesar 349 hektare atau -6,57 persen.Kacang tanah selain sebagai makanan camilan, bahan baku pelengkap roti dan makanan cokelat juga sebagaisalah satu bahan baku untuk membuat sambal pecel.
Daerah di Jawa Timur yang merupakan sentra kacang tanah hampir merata di berbagai daerah, yakni Kediri, Tulungagung, Blitar, Madiun, Ngawi, Lamongan, Jombang, Ponorogo, Pacitan, Malang, Pasuruan, Lumajang, Jember, Situbondo, Banyuwangi, Bondowoso dan daerah Madura. Tetapi daerah yang paling terkenal dengan kacang tanahnya adalah Tuban, daerah tersebut kacang bentuknya kecil tetapi rasanya enak dan renyah.
Sementara Asem produksi kacang hijau Jawa Timur pada 2015 sebesar 67,82 ribu ton biji kering mengalami peningkatan sebesar 7,51 ribu ton atau 12,45 persen dibandingkan tahun 2014.
Peningkatan produksi kacang hijau terjadi karena naiknya luas panen sebesar 5,93 ribu hektare atau11,80 persen dan tingkat produktivitas sebesar 0,07 kuintal/hektare atau 0,58 persen.
Di Jawa Timur, daerah sebagai sentra penghasil kacang hijau hampir merata, setiap kabupaten/kota pada musim tertentu dipastikan menanam kacang hijau. Kacang hijau merupakan bahan baku untuk membuat makanan-minuman (Mamin) seperti bak poo, roti dan minuman kemasan dan minuman es kacang hijau.
Petani bernama Rahmat Widodo asal Madiun mengaku sudah menjadi petani kacang tanah sejak tahun 2005. Rahmat mengakui komoditas ini memiliki prospek bisnis yang bagus, sehingga hasil tanamnnya selalu menguntungkan.
Ia menanam kacang tanah di lahan seluas 1 ha. Selain kacang tanah, lahan itu juga dipakai buat menanam komoditas lain seperti padi dan kacang kedelai. “Biasanya budidaya kacang dilakukan setelah panen padi,” katanya.
Dari lahan seluas 1 ha itu, ia Rahmat bisa menghasilkan 1 ton–1,5 ton kacang sekali panen, dengan omzet Rp 50 juta. Dalam setahun ia bisa empat kali panen.
Komoditas kacang tanah di Madiun memiliki prospek bisnis yang bagus, sehingga hasil tanamnya selalu menguntungkan.
Diakui Rahmat, kacang tanah merupakan komoditas pangan yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi. Ada banyak makanan olahan kacang tanah. Selain buat bahan sayuran, seperti bumbu pecel, juga banyak diolah menjadi camilan maupun produk selai untuk teman menyantap roti.
Lantaran banyak manfaatnya, permintaan kacang tanah tinggi di pasaran. Itu juga yang mendorong banyak petani tertarik mengembangkan komoditas ini. Apalagi budidayanya juga mudah.
Di daerah ini, kata Rahmat, memang banyak penghasil palawija jenis kacang-kacangan. Ditambah proses budidayanya juga tidak sulit. “Budidayanya tergolong mudah dan murah. Kacang tanah ini tanaman sela, jadi setelah panen tanaman palawija lain, kacang tanah bisa ditanam kapan saja dan dimana saja,” katanya.
Kata Rahmat, produksi tanaman kacang tanah sangat dipengaruhi faktor musim. Di musim penghujan, jangan berharap bisa mendapat hasil panen banyak. Kecenderungannya, imbuhnya, hasil panen di musim hujan menurun.
Curah hujan tinggi membuat akar tanaman terlalu lembab, bunga sulit diserbuki, dan rentan ditumbuhi jamur. Mengatasai itu bisa dengan membuat bedengan agar lahan tak digenangi air.
Namun jika sedang musim panas dan sinar matahari banyak, maka hasil panen bisa maksimal. Kendati demikian, tanaman tetap harus dirawat. Untuk mendapat hasil maksimal, Imam harus menggemburkan tanah hingga menjadi butiran halus dengan cara dibajak.
Rahmat menambahkan, kacang tanah ideal ditanam pada ketinggian tanah 50-500 meter dari permukaan laut dan jenis tanah harus gembur. Agar tumbuh maksimal, jarak antar lubang dibuat 25×25 sentimeter (cm).
Saat kecambah sudah keluar, lakukan penyiraman dua minggu sekali. Selain itu, harus rajin membersihkan rumput liar. Untuk menghindari hama, usia 30 hari, tanaman harus divaksin.
Kacang tanah yang dikembangkannya jenis brul dengan masa panen tiga bulan. Sementara varietas kacang tanah jenis lain, seperti cina dan holle bisa memakan waktu delapan bulan. “Harga kacang jenis brul juga lebih stabil di pasaran,” lanjutnya.
Omzet yang ia dapat bisa sampai Rp 10 juta sekali panen. Menurutnya, komoditas ini menguntungkan karena semua hasil panen tidak ada yang dibuang. Selain bijinya, ampasnya juga laku dibuat minyak dan fermentasi oncom.
Bahkan setelah panen pun, daunnya juga tidak dibuang karena bisa menjadi sayuran, bahan pakan ternak, dan pupuk hijau. Harga kacang tanah sendiri berkisar antara Rp 5.000–Rp 9.000 per kg.
Gurihnya Bisnis Pecel Madiun
Seorang pelaku bisnis kuliner di Yogyakarta, Sukandar mencoba peruntungan dengan membuka usaha Nasi Pecel Madiun sejak 2009.
Hampir sama dengan pecel lainnya, Sukandar menyajikan menu nasi plus sayur pecel. Tentu, bumbunya khas Madiun hasil racikan sendiri. Selain nasi pecel, ia juga mengusung menu lain, yakni nasi rawon. Satu porsi makanan awalnya dibanderol sekitar Rp 6.500.
Setelah lima tahun beroperasi, Sukandar siap mengembangkan sayap bisnisnya. Maka, mulai tahun ini, ia membuka peluang kemitraan usaha.
Saat ini total sudah ada tiga gerai yang semuanya berlokasi di Yogyakarta. Perinciannya: satu gerai milik pusat, sisanya kepunyaan mitra.
Berminat menjajal usaha kuliner tradisional ini? Sukandar bahkan menyiapkan paket kemitraan dengan investasi sebesar Rp 10 juta. Paket investasi itu mencakup fasilitas booth cantik lengkap dengan banner, meja dan kursi makan, piring dan gelas, toples, peyek, brosur, spanduk, hingga seragam kaos untuk karyawan.
Selain itu, mitra akan diberikan pelatihan karyawan selama dua hari, plus standar operation procedure (SOP). Selama sebulan usaha mitra berjalan, pihak pusat akan rutin mengawasi operasional gerai tersebut.
Nantinya, mitra wajib membeli sebagian bahan baku dari pusat, berupa bahan bumbu, sambel pecel, serta peyek kacang.
Mengacu pada gerai mitra yang sudah beroperasi, setiap gerai bisa menjual sekitar 30 – 40 porsi pecel. Penjualan nasi rawon pun diperkirakan hampri sama. Jadi, dalam sebulan, mitra bisa menghasilkan omzet berkisar Rp 2,5 juta hingga Rp 3 juta. Dengan keuntungan bersih mencapai 46 persen, mitra ditargetkan sudah bisa kembali modal hanya dalam waktu enam bulan.
Pecel racikan tradisional dari Madiun selain dikenal memiliki cita rasa tersendiri, juga sangat digemari masyarakat di berbagai daerah. Adalah keluarga Ny.Roesmadji, salah satu keluarga pembuat sambal pecel di Madiun yang dikenal paling enak.
Usaha pembuatan sambal pecel Ny. Roesmadji ini kini sudah berkembang pesat. Dari sebuah rumah yang tidak begitu luas, usaha ini dirintis secara turun temurun. Rumahnya terletak di Jalan Delima 32 Kelurahan Kejuron, Kecamatan Taman, Kota Madiun, atau di belakang kantor cabang PT Pegadaian, Kota Madiun.
Sambal Pecel Ny Roesmadji terletak di Jalan Delima 32 Kelurahan Kejuron, Kecamatan Taman, Kota Madiun, atau di belakang kantor cabang PT Pegadaian, Kota Madiun.
Pembuatan sambal pecel berlogo dan bermerek “Jeruk Purut” ini masih mempertahankan cara-cara tradisional mulai dari penggorengan, peracikan, sampai pengemasan. Karena memproduksi sambal dalam jumlah banyak, Ny. Roesmadji kini juga menggunakan oven kacang dan alat pengemas plastik.
Usaha pembuatan usaha sambel pecel Ny. Roesmadji awalnya hanya berupa usaha berjualan nasi pecel kecil-kecilan. “Saya coba berjualan nasi pecel di depan gang rumah ini. Eh, banyak yang bilang kalau sambalnya enak,” tutur wanita yang sudah uzur ini.
Sejak itu, sambal pecel Ny. Roesmadji laris manis dan sejak tahun l985 keluarga ini memfokuskan usahanya pada pembuatan sambal pecel. Dari hari ke hari, bisnis sambal pecel ini semakin berkembang. Selain dari Madiun, pesanan juga datang dari berbagai kota lain seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Banjarmasin, dan Palembang.
Sambal pecel ini juga pernah dinikmati orang-orang di mancanegara. Pada tahun 2000 sempat ada warga Belanda yang datang ke rumahnya. “Dia pengoleksi barang antik. Saat dia ke Jogja, dia penasaran dengan sambal pecel Madiun dan akhirnya mampir ke sini,” katanya.
Sejak itu, sambal pecel Ny. Roesmadji dikirim rutin ke Belanda. Selama satu tahun, tiap dua bulan, mereka bisa mengirim 2 kuintal sambal. Ngirimnya melalui kapal laut.
Namun sayangnya, bisnis menggiurkan ini akhirnya mandeg karena mahalnya biaya pengiriman.
Tak hanya di Belanda, sambal pecel Ny. Roesmadji ini juga pernah “diekspor” ke Amerika Serikat, Inggris dan Hongkong. Untuk orang-orang Amerika Serikat, Inggris, dan Kanada biasanya mereka yang sekolah atau bekerja di sana membawa oleh-oleh pecel Madiun, ungkap Jumino, anak tertua Ny. Roesmadji.
Sejak Ny. Roesmadji menderita stroke, pengelolaan usaha sambal pecel ini diserahkan kepada Jumino bersama isterinya, Istiana. “Dulu semuanya yang meracik adalah ibu dan sekarang yang racikannya dipercaya pas, ya isteri saya,” ungkap Jumino.
Apa sebenarnya yang jadi rahasia di balik mantapnya sambal pecel khas Madiun?
“Dari racikan dan bahan bakunya,” tandas Jumino.
Dia membeberkan bahwa salah satu bahan baku yang juga menentukan aroma dan cita rasa sambal pecel adalah daun dan kulit jeruk purut.
“Selain bahan baku sambal pecel pada umumnya, kami juga mencampurkan racikan daun dan kulit jeruk purut sebagai penyedap. Campuran kulitnya sekitar 70 persen dan daunnya 30 persen,” ucapnya.
Bahan baku umum untuk membuat sambal pecel tentu saja yang utama kacang tanah, lalu ada gula merah, gula pasir, asam, dan cabai keriting.
Sambal pecel buatan Ny. Roesmadji ini bisa tahan sampai tiga bulan, bahkan bisa tahan lima bulan jika disimpan di lemari es.
Sambal Pecel Ny Roesmadji terletak di Jalan Delima 32 Kelurahan Kejuron, Kecamatan Taman, Kota Madiun, atau di belakang kantor cabang PT Pegadaian, Kota Madiun. Foto_ ist
Berkat keuletan Ny. Roesmadji dan keluarganya, kini usaha sambel pecel ini mampu mempekerjakan puluhan pekerja. Pekerjanya didominasi ibu-ibu muda dan nenek-nenek. “Saya sudah empat tahun bekerja disini,” ucap Kasmini, nenek berusia 70 tahun yang bertugas menumbuk kacang goreng.
Dalam sehari, usaha ini menghasilkan 10-20 kilogram sambal pecel yang dikemas dalam plastik seperempat kilogram dengan harga murah meriah Rp 6.500. Ada empat jenis sambal yaitu rasa biasa (tidak pedas), pedas, sedang, dan sambal kacang untuk gado-gado. “Kalau untuk gado-gado, racikannya lebih halus,” ujarnya. Satu harinya, usaha ini beromzet sekitar Rp 2,6 juta.
Selain mendirikan usaha di rumahnya, Ny. Roesmadji juga memiliki tiga toko antara lain toko “Adji Rasa” di Jalan Opak (pertokoan Gamasoru), toko “Delima Dua” di Jalan Ciliwung 10, dan toko “Barokah” Jalan Diponegoro (samping Patung Garuda Bosbo).@nov
Liputan : Noviyanto Aji