Jawa menjadi tempat pertama menanam kopi Arabika. Di belahan dunia lain belum ada.
Abad.id Pesona kopi mulai mewabah. Di seluruh dunia, orang sudah terbiasa minum kopi sebagai ‘sarapan’ pagi atau santai menjelang senja. Bahkan hingga larut malam, kopi masih menjadi teman ‘kencan’ nan setia.
Minuman berkafein yang dihasilkan dari biji kopi pilihan ini tidak lagi hanya sebagai penghilang rasa kantuk. Juga bukan sekedar pelepas dahaga. Kini, ngopi sembari kongko telah menjadi gaya hidup kaum urban. Tidak hanya di perkotaan, gairah minum kopi di masyarakat pedesaan juga bertambah.
Setidaknya terjadi peningkatan jumlah peminum kopi di Indonesia setiap tahunnya. Bahkan tren ngopi juga mulai memikat kaum perempuan belakangan ini. Budaya ngopi sebenarnya bukan hal baru di Indonesia. Kebiasaan ini mulai berkembang tahun 1700-an.
Menurut peneliti kopi asal Jawa Timur, Surip, sejarah kopi pertama kali diperdagangkan secara Internasional oleh bangsa Belanda. Sedangkan lelang kopi pertama di dunia terjadi pada tahun 1711 di Amsterdam.
“Jawa menjadi tempat pertama menanam kopi Arabika. Di belahan dunia lain belum ada,” terang Surip.
Adalah Gubernur Jendral bertangan besi asal negeri kincir angin, Herman Willem Daendels. Dialah yang membangun jalan raya sepanjang seribu kilometer yang penuh liku dan banyak kontroversi. Proyek ini dikenal dengan pembangunan Jalan Anyer-Panurukan atau Jalan Raya Pos (De Grote Postweg). Hingga kini jalan ini masih bisa kita gunakan.
Pembangunan Jalan Anyer-Panarukan menjadi perdebatan. Di satu pihak pembangunan Jalan Raya Pos itu sangat dipuji, tetapi di lain pihak juga dicaci karena mengorbankan banyak nyawa manusia.
Pram dalam bukunya menjelaskan menegaskan bahwa pembangunan Jalan Anyer-Panarukan adalah salah satu genosida dalam sejarah kolonialisme di Indonesia.
“Menurut sumber Inggris hanya beberapa tahun setelah kejadian Jalan Raya Pos memakan korban 12.000 orang,” tulis Pram.
Terlepas dari buruknya era kolonial, rupanya dampak jalan raya itu jauh melampaui perkiraan Daendels. Jalan ini telah memenuhi harapan Daendels sebagai sarana ekonomi kolonial. Jalan ini mengubah secara besar-besaran kondisi ekonomi dan kehidupan di Jawa.
Memang keputusan dibangunnya jalan ada dua kepentingan. Pertama, membantu penduduk dalam mengangkut komoditas pertanian ke gudang pemerintah atau pelabuhan. Kedua, untuk kepentingan militer.
Tapi, Daendels mendahulukan kepentingan pertama, karena memang daerah di sekitar Bogor sangat subur dan menguntungkan bagi pemerintah kolonial. Selain untuk mempertahankan Jawa, Daendels juga mendanai pemerintahannya. Komoditas andalannya adalah kopi.
Dari sini perkebunan kopi kemudian menyebar dari Batavia, pesisir utara Jawa seperti Cirebon dan Karawang, Pasundan, Jawa Tengah, serta Jawa Timur di pesisir dan pedalaman.
Di Jawa Timur sendiri, jumlah perkebunan kopi mencapai 280-an yang tersebar di dataran rendah dan dataran tinggi. Seperti di Malang, Banyuwangi, Situbondo, hingga Bondowoso. Di perkebunan itu ditanam varietas robusta, arabika, liberika, atau campuran di antara tiga jenis kopi tersebut. Sedangkan kopi terbaik di dunia saat ini dipegang oleh Java Coffe atau kopi dari Jawa.
Memang, bibit kopi yang dibawa Belanda sesampai di Jawa Timur menjadi unik. Misalnya, kopi Arabika kala itu menjadi konsumsi rakyat di seluruh Indonesia. Sayangnya, kopi belum bisa dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Kopi, kala itu masih menjadi minuman berkelas bagi para pembesar kolonial Belanda, karena mereka merasa yang membawa tanaman kopi di Indonesia.
Sementara masyarakat kelas bawah hanya mampu membeli kopi jagung yang dibakar dan ditumbuk dengan kasar. Namun saat kebiasaan kongko di warung kopi terus berkembang, akhirnya kopi memiliki banyak peminat di Indonesia.
Di Indonesia, kita sekarang bahkan bisa menjumpai kafe atau kedai kopi yang buka 24 jam. Di dalamnya ada anak muda dan orang tua yang asyik kongko-kongko, duduk-duduk santai hingga larut dalam pembicaraan yang tidak menentu ujung pangkalnya.
Sebut saja warung kopi “Mbah Cokro” yang beralamatkan di Jalan Prapen Surabaya. Tempatnya tergolong unik. Semua fasilitas warung dibuat dari bambu dari mulai meja, kursi, atap, lesehan, hingga pagar. Paling unik lagi, gelas kopi disuguhkan dengan seng. Sang pemilik Zarkony mengatakan warung itu sengaja didesign sedemikian rupa untuk menandakan kesan tempo dulu.
Di setiap sudutnya terpampang banyak koleksi benda-benda lawas untuk menjaga suasana tempo dulu. Belum lagi tembang-tembang lawas yang disetel menandakan asyiknya bernostalgia dengan masa lalu. Maka, tidak heran banyak pengunjung yang memilih datang ke warung Zarkony.
Satu cangkir kopi angat serta caloman yang fresh turut menghantar acara kongko. Di meja-meja lain, ada anak muda yang tengah berselancar di dunia maya. Ada pula para pekerja yang duduk berdampingan membahas rutinitas.
Di sisi lain, ada mahasiswa yang sedang mojok membaca buku. Mereka menghabiskan waktu di kedai kopi hingga lupa jam. Beberapa lainnya, malah membawa pacar masing-masing dengan ditemani kopi.
Sayangnya, meskipun kopi bukan sesuatu yang baru, tak banyak orang tahu mengenai seluk beluk kopi. Hal Ini menunjukkan betapa rendahnya budaya minum kopi orang Indonesia. Dari sekian banyak orang yang diwawancarai, mereka rata-rata tidak bisa membedakan rasa kopi yang nikmat dan enak.
Tanya saja sebagian besar orang yang nongkrong di kedai, apakah mereka tahu kopi yang mereka nikmati termasuk jenis apa. Mereka rata-rata menjawab tidak tahu. Jawaban yang pasti meluncur dari mulut mereka seperti ini: yang penting nongrong dan ngobrol.
Padahal, jika mereka tahu, bahwa kopi memiliki jenis dan cara pengolahannya tersendiri. Jika pas, maka penikmat kopi akan mendapatkan suguhan kopi terbaik. Orang kita, kata Surip, masih sebatas peminum saja bukan penikmat kopi.
Kalau Anda ke Australia atau tinggal di Australia, coba ngobrol sama orang Australia tentang kopi. Anda akan menemukan bahwa mereka ternyata sangat fanatik dengan sama kopi layaknya orang Italia. Perusahaan-perusahaan kopi raksasa bahkan tidak bisa mengubah selera orang Australia terhadap kopi. Orang Australia terkenal sangat rewel dengan kopinya, dan industri kopi lokal sangat berkembang pesat di sana.
Dulu minuman yang paling bikin orang Australia terobsesi adalah rum, baru kemudian teh. Kedua minuman itu langsung tergantikan oleh pesona kopi ketika Ivan Repin, seorang pengungsi asal Rusia membuka coffee shop pada tahun 20-an di Australia. Sejak saat itu kopi jadi ngetop banget di sana.
Dengan makin bertambahnya orang yang berimigrasi ke Australia, budaya ngopi di sanapun jadi semakin kuat. Selera mereka terhadap kopi semakin lama semakin baik. Orang-orang Australia cukup puas dengan latte yang sederhana atau kopi hitam yang dibuat sempurna.
Di Australia saat ini jumlah mesin espresso yang beroperasi lebih banyak dari negara-negara lain, kecuali Italia. Para barista yang berasal dari Australia juga terkenal piawai dan banyak mendapat lamaran untuk bekerja di seluruh dunia. Sementara cafe yang bergaya Australia saat ini menjadi trend di London, New York, dan Paris. Bahkan ada yang bilang kalau beberapa coffee shop di Indonesia, khususnya Jakarta, bikin orang teringat dengan suasana ngopi di Australia. Tidak heran, mengingat banyaknya orang Indonesia yang pernah dan masih tinggal di negeri kangguru ini.
Orang Australia sudah beralih dari kopi instan ke espresso sejak para imigran asal Italia datang ke Australia sekitar tahun 50-an. Mereka membuat gaya yang lebih segar, berbeda dengan gaya Italia. Apa bedanya penggemar kopi di Italia dan di Australia?
Orang Italia cenderung masuk ke dalam sebuah cafe, meminum espresso, lalu keluar. Sementara orang Australia yang menempatkan mesin espresso di tempat yang paling membanggakan, lebih banyak melakukan pertemuan di coffee shop. Hubungan antara barista dengan pelanggannya juga lebih erat. Coffee shop ala Australia lebih ramah, lebih santai, dan lebih egaliter dari tempat-tempat yang menjual alkohol atau restoran-restoran kelas atas.
Para pekerja perempuan pun lebih nyaman untuk melakukan pertemuan bisnis dan rapat di coffee shop daripada di pub. Coffee shop di Australia kurang lebih fungsinya mirip seperti English Pub di Inggris.
Pelanggan kopi di Australia juga lebih pemilih. Mereka akan lebih memilih untuk datang ke coffee shop yang baristanya bisa membuat kopi lebih enak dan lebih baik. Maka tidak heran jika ada coffee shop yang ramai banget, sementara coffee shop di sebelahnya sepi pengunjung. Karena orang Australia sudah paham mana kopi yang dibuat secara benar, mana yang tidak.
Menurut mereka, kopi buatan sebuah coffee shop raksasa dari Amerika yang merajalela di mana-mana termasuk di Indonesia itu, kopinya terlalu sedikit. Sementara susunya kebanyakan. Sangat tidak sesuai dengan selera orang Australia, sehingga perusahaan itu tidak sukses di negeri kangguru.
Rahasia untuk mencuri hati orang Australia melalui kopi adalah kopi yang dibuat dalam cangkir ukuran standar dengan rasa kopi yang kuat dan susu secukupnya. Perusahaan yang dimaksud adalah Starbucks. Tapi jangan tanya bagaimana cara Starbucks concern dengan produksi kopi terbaik yang dihasilkan di Indonesia. Kata Surip, perusahaan Starbucks saat ini berkompetisi membantu pengembangan kopi di Indonesia khususnya Arabika.
Bayangkan saja untuk perusahaan sekelas Starbucks, pada tahun 2000 dalam setahun bisa menggoreng kopi 250 ribu ton. Dari besarnya produksi Starbucks, nilai kopi bijinya saja mencapai Rp 15 triliun. Itu belum termasuk nilai dagangnya. Meskipun tidak sukses di Australia, tetapi Starbucks sudah menjadi raksasa di mana-mana.
Di Cina, Starbucks bahkan bisa mengubah kultur masyarakat. Dulu, orang Cina yang mayoritasnya peminum teh, kini sudah beralih ke kopi sejak 3 tahun terakhir.
Betapa besar dan kuatnya dominasi Starbucks di Cina sehingga bisa mengubah budaya orang Cina dari minum teh menjadi minum kopi. Outlet-outlet Starbucks di Cina yang dulunya hanya satu kini sudah menyebar di seluruh wilayah. Tahun 2015, Starbucks Cina menargetkan 5.000 gerai. Benar-benar gila!
Kopinya darimana? Ya tentu saja kopinya dari olahan kopi Indonesia yang punya standard internasional.
Yusianto, peneliti kopi pascapanen juga mengomentari soal citarasa kopi. Katanya, pertama, paling pokok adalah bahan tanam. Kedua, metode budidaya dimana tanaman kopi harus sehat. Jika tidak sehat, kualitas yang dihasilkan tidak bagus. Ketiga, metode panen yang prosesnya harus dilakukan selektif. Minimal tiga kali panen dalam satu wilayah.
Keempat, metode pengolahan, apakah olah basah, kering atau semi basah. Kelima, metode penyajian kopi. Karena penyajian yang dilakukan expresso tentu berbeda dengan penyajian yang dilakukan Kopi Tubruk.
Keenam, metode penyimpanan. Biasanya kopi yang disimpan di gudang sering terjadi kerusakan.
Nah, bagaimana cara untuk melakukan penyimpanan yang baik. Itu ada metodenya.
Pada dasarnya ada dua jenis kopi utama yang ada di di seluruh dunia. Yakni kopi Arabica dan Robusta. Kopi Arabica dapat dikenali dengan tampilan rasanya yang ringan dan aroma kopi yang sangat wangi.
Sementara Robusta, memiliki rasa yang lebih kuat dan biasanya disajikan dalam bentuk esspreso. Penikmat kopi sejati pasti tahu soal ini. Sebaliknya, peminum kopi tidak tahu.
Maka, sebagai penikmat kopi harus mengetahui terlebih dahulu mengenai kedua jenis kopi tersebut. Sebab untuk menikmatinya pun tak sembarangan. Umumnya kopi-kopi jenis Robusta dinikmati pada pagi hari. Sebab akan memberi dorongan energi dan semangat pada yang meminumnya. Sementara untuk jenis Arabica bisa dinikmati mulai jam 14.00 WIB.
“Sebaiknya kopi Robusta memang dinikmati pada pagi hari. Sementara untuk yang ingin meminum kopi pada sore atau malam, lebih baik memilih jenis kopi Arabica. Sebab kalau tidak, bisa-bisa melek terus sampai pagi lagi,” kata Ibrahim, seorang penikmat kopi asal Surabaya yang sering wara-wiri di gerai kopi.
Tak hanya masalah penyajian namun cara menyimpan kopi pun harus diperhatikan. Umumnya biji kopi jenis Robusta dan Arabica memiliki jangka waktu berbeda dalam penyimpanan setelah dipanen.
Untuk menghasilkan aroma dan kualitas kopi yang terbaik, biji kopi Robusta umumnya disimpan dalam keadaan kering dalam jangka waktu minimal lima tahun. Sementara untuk jenis Arabica, umumnya disimpan minimal tujuh tahun sebelum digiling untuk dikonsumsi.
Oleh karenannya Ibrahim menyarankan, untuk tak terlalu lama menyimpan kopi yang telah digiling dalam jangka waktu yang lama. Ia lebih menyarankan, jika ingin menyimpan kopi sebaiknya dalam bentuk biji kopi kering.
“Kalau sudah digiling, kopi sebaiknya segera dikonsumsi. Sebab jika terlalu lama disimpan, akan mengurangi kualitas dan aroma kopi,” pungkasnya.(nov)