images/images-1751437576.jpg
Riset
Data

Pajak Ekspor Batu Bara: Solusi Mandiri untuk Membiayai Transisi Energi Indonesia

Author Abad

Jul 02, 2025

22 views

24 Comments

Save

Jakarta, 18 Juni 2025 – Sebuah policy paper terbaru berjudul “Pajak Ekspor Batu Bara Nasional: Membangun Kemandirian Pendanaan untuk Transisi Energi Indonesia” merekomendasikan agar pemerintah Indonesia mulai menerapkan pajak ekspor batu bara sebagai strategi fiskal yang mampu menyelesaikan dua persoalan sekaligus: meningkatkan pendapatan negara dan mendanai transisi energi secara mandiri.

Indonesia menghadapi tantangan besar dalam mewujudkan transisi energi menuju net-zero emission (NZE) pada 2060. Komitmen internasional melalui skema Just Energy Transition Partnership (JETP) sudah diluncurkan, namun pendanaan yang dijanjikan belum sepenuhnya terealisasi. Di sisi lain, kebutuhan investasi untuk energi bersih sangat besar—sekitar USD 97 miliar hingga 2030—sementara dana publik masih jauh dari mencukupi.

Policy paper ini menawarkan solusi alternatif pendanaan untuk transisi energi Indonesia tanpa ketergantungan dengan pendanaan asing dan tidak membebani APBN serta masyarakat luas, yaitu dengan memanfaatkan sumber daya alam strategis, yaitu batu bara.


Pajak Ekspor Batu Bara: Strategi Cerdas dan Adil

Penerapan pajak ekspor batu bara tidak hanya memungkinkan secara ekonomi, tetapi juga menguntungkan secara fiskal dan strategis. Dengan tingkat permintaan batu bara global yang sangat tidak elastis, sebagian besar beban pajak ekspor dapat dialihkan ke pembeli internasional tanpa menurunkan volume ekspor secara signifikan.

“Permintaan batu bara dunia sangat tidak elastis, yaitu mencapai 0,008. Artinya kalau harga batu bara naik 10%, maka konsumsi batu bara dunia hanya turun 0,08%. Kalau harga batu bara naik tinggi, konsumsinya hanya turun sedikit” ujar Muhammar Irfan, peneliti senior Transisi Bersih.

Dengan posisi seperti ini, jika pemerintah Indonesia menerapkan pajak ekspor, maka penambang batu bara di Indonesia dapat membebankannya kepada pembeli di luar negeri sehingga harga batu bara akan naik. Faktor lain yang menyebabkan Indonesia dapat mempengaruhi harga batu bara dunia adalah karena Indonesia merupakan eksportir batu bara terbesar di dunia.

“Lebih dari sepertiga batu bara yang diperdagangkan di pasar Internasional berasal dari Indonesia sehingga secara alami Indonesia sebenarnya bisa mempengaruhi secara signifikan bahkan mengontrol harga batu bara dunia melalui kebijakan pemerintah yang tepat. Salah satunya adalah pajak ekspor,” ungkap Harryadin Mahardika, Direktur Program Transisi Bersih.

Berdasarkan simulasi dalam paper ini, dengan tarif antara 5%-11%, potensi penerimaan pajak ekspor batu bara berkisar antara USD 700 juta hingga lebih dari USD 5 miliar per tahun, untuk tahun 2022-2024, tergantung pada harga batu bara, nilai tukar, dan volume ekspor. Adapun untuk tahun 2025 dan seterusnya, potensinya di atas USD 5 miliar per tahun.

“Kita bisa mendanai transisi energi kita sendiri dengan cara yang logis: mengalihkan sebagian keuntungan dari ekspor batu bara ke pembangunan energi bersih di dalam negeri. Secara tidak langsung Indonesia dapat membebankan sebagian biaya pembangunan energi bersihnya ke luar negeri, ke negara-negara industri yang telah mengeluarkan emisi jauh lebih banyak daripada Indonesia,” ujar Abdurrahman Arum, Direktur Eksekutif Transisi Bersih.

Selain pajak ekspor, batu bara bisa memberikan tambahan pemasukan dengan jumlah besar bagi negara melalui peningkatan pungutan produksi. Hitungan SUSTAIN, dengan berbagai skenario harga yang diambil dari harga dan jumlah produksi batu bara yang riil di tahun 2022, 2023 dan 2024, pemerintah bisa memperoleh tambahan penerimaan fiskal sebesar USD 5,63 miliar atau Rp 84,55 triliun (tambahan penerimaan paling minimum) hingga USD 23,58 miliar atau Rp353,7 triliun (tambahan penerimaan maksimal) per tahun. “Industri batu bara masih memberikan keuntungan di atas rata-rata (super normal profit) terlepas dari kondisi pasar yang naik turun. Dari pungutan produksi saja, industri batu bara bisa memberikan tambahan dana kepada negara hingga Rp 353 triliun per tahun, yang bisa digunakan untuk percepatan pembangunan transmisi dan pembangkit energi terbarukan,” kata Direktur Eksekutif Yayasan Kesejahteraan Berkelanjutan Indonesia (SUSTAIN), Tata Mustasya.

 

Tata menambahkan selain memberikan tambahan penerimaan negara, peningkatan pungutan produksi batu bara dengan tarif progresif juga merupakan disinsentif bagi produksi batu bara. Dengan disinsentif yang berarti dan kebijakan pemerintah untuk mengurangi kuota produksi batu bara, pembiayaan dan investasi akan beralih ke energi terbarukan dengan lebih cepat. “Dengan peningkatan pungutan produksi batu bara dan alokasinya untuk transisi energi, pasar energi terbarukan bisa betul-betul sudah berjalan di 2030,” kata Tata.

 


Mekanisme Fleksibel dan Efisien

Dua skema pajak ekspor yang diusulkan dalam paper ini:

  1. Tarif Berdasarkan Nilai Tukar
    Semakin tinggi nilai tukar dolar terhadap rupiah, semakin tinggi tarif ekspor.
  2. Tarif Berdasarkan Harga Batu Bara Global
    Semakin tinggi harga batu bara dunia, semakin tinggi tarif ekspor.

Kedua skema ini dapat dirancang fleksibel dan responsif terhadap kondisi pasar, tanpa membebani pasar domestik.


Pengganti DMO yang Lebih Efisien

Selama ini, pemerintah menggunakan Domestic Market Obligation (DMO) untuk menjamin pasokan batu bara murah bagi pembangkit listrik domestik. Namun, DMO tidak menghasilkan penerimaan negara dan rentan terhadap penyimpangan.

Pajak ekspor memiliki efek yang sama dengan DMO, yaitu menurunkan harga batu bara di dalam negeri. Sementara itu, kelebihan pajak ekspor adalah dapat memberikan pendapatan fiskal bagi pemerintah. Dengan demikian, pajak ekspor sebenarnya bisa menggantikan DMO dalam jangka panjang, untuk menyediakan batu bara dalam negeri yang lebih terjangkau dan sekaligus menambah pemasukan APBN.


Rekomendasi Utama dalam Paper Ini

  1. Terapkan pajak ekspor batu bara sebagai pelengkap royalti untuk meningkatkan pendapatan negara dari sektor pertambangan.
  2. Gunakan penerimaan dari pajak ekspor untuk membiayai proyek-proyek energi terbarukan, transisi energi yang adil, dan ketahanan energi nasional.
  3. Gantikan DMO secara bertahap dengan mekanisme pajak ekspor, agar pengendalian harga domestik tetap terjaga dan pemerintah mendapatkan sumber pendapatan negara.

Tentang Paper Ini

Policy paper ini disusun berdasarkan studi regulasi, analisis ekonomi, simulasi penerimaan negara, dan studi kasus internasional dari Rusia dan Kolombia. Dokumen lengkap dapat diakses melalui [https://transisibersih.org/publication/detail/pajak-ekspor-batu-bara-membangun-kemandirian-pendanaan-untuk-transisi-energi-indonesia-2].


Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
Abdurrahman Arum
📧 [email protected] | 📞 0811891975

Harryadin Mahardika
📧 [email protected] | 📞 0811891975

Tata Mustasya
📧 [email protected] | 📞 HP 08129626997

Artikel lainnya

Kiai Qosim Ngelom, Pejuang Laskar Sabilillah yang Bertugas Mencuri Senjata Musuh

Author Abad

Dec 20, 2022

Guru dan Cambuk, Dia Punya Kuasa Dunia

Author Abad

Nov 24, 2022

Economic Art Festival: Kasetyaning Budaya

Author Abad

Nov 19, 2022

Geisha, Setengah Istri Setengah Pelacur

Malika D. Ana

Nov 12, 2022

Peringatan Hari Pahlawan Tonggak Inspirasi Pembangunan Masa Depan

Malika D. Ana

Nov 12, 2022

Walikota Eri Cahyadi Berkomitmen Meluruskan Sejarah Surabaya

Author Abad

Nov 12, 2022