abad.id- Nahdlatul Ulama berdiri pada 31 Januari 1926 di Surabaya. Para ulama pesantren Ahlussunnah wal Jamaah mendirikan Jamiyah NU di kediamaan KH Abdul Wahab Hasbullah di Kertopaten. Menyusul berakhirnya tugas Komite Hijaz pimpinan KH Abdul Wahab Hasbullah kepada raja Ibn Saud di Araab Saudi.
KH Abdul Wahab Hasbullah juga pernah mendirikan organisasi pergerakan Nahdlatul Waton atau Kebangkitan Tanah Air pada tahun 1916. Kemudian KH Abdul Wahab Hasbullah juga mendirikan Nahlatul Tujjar ( kebangkitan Saudagar) pada tahun 1918. Jauh sebelum organisasi itu lahir, sudah ada kelompok diskusi Rashwirul Afkar (Kawah Pemikiran) atau sering juga disebut Nahdlatul Fikr (kebangkitan Pemikir).
Untuk kelahiran Nahdlatul Ulama NU tak lepas dari isyaroh (petunjuk) tongkat dan tasbih dari Syaikhona Muhammad Kholil bin Abdul Lathif al-Bankalany. Kedua petunjuk ini dibawa KHR Asad Syamsul Arifin (almaghfurlah). Isyaroh tongkat dan tasbih ini untuk menguatkan Hadratussyaikh Muhammad Hasyim Asyari untuk mendirikan organisasi yang bermagna Kebangkitan Ulama.
Kisahnya bermula pada tahun 1924, Kyai Hasyim Asyari diminta petunjuknya oleh kelompok diskusi Taswirul Afkar untuk mendirikan sebuah organisasi atau jamiah. Sebelum memutuskannya, pendiri Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang itu meminta waktu untuk mengerjakan Sholat Istikharah terlebih dahulu. Namun setelah sekial lama petunjuk tersebut belum juga datang, sehingga Kyai Hasyim Asyari menjadi gelisah.
Dalam hatinya kiyai Hasyim ingin berjumpa dengan gurunya Syakhona Kholil di Bangkalan. Namun Syakhona Kholil terlebih dahulu sudah mengetahui kegelisahan Kyai Hasyim Asyari, sehingga mengutus salah satu santrinya Asad Syamsul Arifin.
Awalnya Asad Syamsuk Arifin diberikan amanah Syakhona Kholil untuk menyampaikan sebuah tongkat kepada Kyai Hasyim Ashari di Tebuireng. Saat sampai di Tebuireng, Asad dipesan agar membacakan alquran surat Thaha ayat 17-23 kepada Kyai Hasyim. Saat Kyai Hasyim menerima kedatangan Asad dan mendengarkan ayat tersebut, hatinya langsung bergetar. Keinginan untuk membentuk sebuah jamiyah akan tercapai. Demikian Kyai Hasyim bergumam dalam hati sambil meneteskan air mata.
Namun kunjungan pertama Asad tersebut belum membuat Kyai Hasyim bergerak segera mendirikan jamiyah. Sehingga satu tahun kemudian Syakhona Kholil dari Bangkalan mengutus Asad kembali. Kali ini diamanahi sebuah tasbih untuk disampaikan ke Kyai Hasyim Asyari.
Saat membawa tasbih tersebut, Syakhona Kholil berpesan kepada Asad untuk mengamalkan sebuah wirid Ya Jabbar, Ya Qohhar selama perjalanan dari Bangkalan menuju Tebuireng Jombang. Di hadapan Kyai Hasyim Asyari, pemuda Asyad langsung menyampaikan tasbih dari Syakhona Kholil.
Kehadiran Asad kedua kalinya ke Tebuireng ini membuat Kyai Hasyim Asyari semakin mantap untuk mendirikan NU, lantaran menangkap isyarat bahwa Syakhona Kholil sebagai gurunya tidak keberatan. Maka tepat 16 Rajab 1344 Hijriah atau 31 Januari 1926, organisasi NU resmi didirikan dan Kyai Hasyim Asyari dipercaya menjadi Rais Akbar. Untuk kegiatan organisasi awalnya di rumah KH Ridwan Abdullah jalan Bubutan VI nomor 20 yang kini menjadi kantor PCNU Surabaya. Kemudian beberapa kali rapat-rapat strategis mulai 1926-1930 menggunakan gedung Onderlingblang beralamat di Jalan Penghela nomor 2 Surabaya yang sebelumnya bangunan percetakan.
Syakhona Kholil Inspirator Berdirinya NU
Syakhona Muhammad Kholil bin Abdul Lathif al Bankalany merupakan tokoh inspirator berdirinya Nahdlatul Ulama. Guru para ulama ini dikenal luas ilmunya, baik fikih, ushul, tasawuf dan bidang ilmu keislaman lainnya. Syakhona Kholil selalu bersanad pada ulama-ulama penganjur Islam ala Ahlussunnah Waljamaah.
Syakhona Kholil lahir di kampung Seneran Desa Kemayoran bangkalan Madura pada 27 Januari 1820. Sejumlah nama pernah menjadi guru Syakhona Kholil, misalnya KH Abdul Lathif (ayah dari KH Muhammad Nur di PP Langitan Tuban), KH Nur Hasan di PP Sidogiri Pasuruan, Syaikh Nawawi al-Bantani di Mekkah.
Syakhona Kholil dikenal memiliki metode khusus dalam menggembleng para santrinya. Syakhona Kholil tidak hanya mengajar biasa-biasa saja seperti membaca kitab kuning, namun juga mendengarkan dan menulis pelajaran. Kemudian mempelajari dan menghafalnya.
Sebagai Kyai dan seorang pemimpin, Syakhona Kholil juga memikirkan rakyat. Ulama pesantren ini tidak hanya seorang pemimpin dan intelektual di pesantren saja, namun juga terjun langsung ke masyarakat. Dari sini Syakhona Kholil mengetahui apa saja kesulitan rakyat, sehingga kehadirannya bisa menjadi pengayom dan pelindung. Syakhona Kholil meninggal dunia pada 14 Mei 1923 di Bangalan Madura.
NU dan Kyai Hasyim Asyari
Perkembangan NU tidak lepas dengan pemikiran Hadratussyaikh Muhammad Hasyim Asyari dalam paham keagamaan. Terlihat dalam pembelaan terhadap cara beragama dengan sistim bermazhab. Inilah pandangan yang erat kaaitannya dengan sikap beragama mayoritas kaum Muslimin, islam ala Ahlussunnah Waljamaah. Pemikiran tentang bermazhab ini tertuang dalama karyanya Qanun Asasy LilJamiyyati Nahdlatul Ulama yang kemudian menjadi pijakan organisasi NU.
Menurut catatan Riadi Ngasiran dalam Media 1 Abad Nahdlatul Ulama, pandangan Hasyim Asyari soal mermazhab timbul sebagai upaya untuk memahami Al Quran dan Al Sunnah secara benar. Sebab dalam sejarahnya sebagai upaya pemahaman terhadap dua sumber utama ajaran islam itu sering terjadi perselisihan pendapat. Hal ini menyebabkan banyak lahir pemikiran besar (mujtahid). Namun karena pemikiran mereka tidak gampang dirumuskan secara sederhana, Hasyim Asyari menyimpulkan bahwa untuk pemahaman keagamaan dan fiqih (Syafii, Maliki, Hambali dan Hanafi) yang menjadi ciri utama paham Ahlusunnah Waljamaah An Nahdliyah.
Dalam pertemuan para ulama di pesantren Surabaya pada 31 januari 1926 itu, Kyai Mas Alwi bin Abdul Aziz turut hadir mengusulkan sebuah nama yang mempresentasikan utusan para ulama yang dikirim ke Hijaz dengan nama “ Nahdlatul Ulama”. Sebelum nama NU ini disepakati, Hasyim Asyari bertanya ke Kyai Mas Alwi apa alasan mengusulkan nama tersebut.
“ Karena tidak semua ulama memiliki jiwa Nahdlah (bangkit), banyak Kyai yang sekedar diam di pondoknya saja, dan yang ada di organisasi ini adalah ulama yang memiliki jiwa Nahdlah, ” kata Kyai Mas Alwi.
Mendengar argumen tersebuy, Hasyim Asyari dan para kyai yang hadir bisa memahami. Beberapa ulama yang hadir saat awal pendirian KH Hasyim Asyari dari Tebuireng, KH Ahmad Dahlan Ahyad dari Surabaya, KH Wahab Hasbullah (saat itu tinggal di kertopaten Surabaya, kemudian pindah ke Tambakberas Jombang), Kh Bisri Syamsuri Denanyar Jombang, KH Ridwan Abdullah Bubutan Surabaya, KH Nawawie Sidogiri Pasuruan, Kh Abdul Halim Leuwemunding Cirebon, KH Khalil Masyhuri bin Abdurrasyid Lasem Rembang, Syekh Ghanaim al Mishri Mesir, KH Nahrawi Thahir Malang, KH Ndoro Muntaha (Menantu Syaikhona Kholil) Bangkalan Madura, KH Muhammad Zubair Sedayu Gresik, KH Muhammad Fakih Maskumambang Dukun Gresik, KH Mas Alwi bin Andul Aziz Surabaya, KH Abdullah Ubaid Surabaya, KH Muhammad Maruf Kedunglo Kediri, KH Ridwan Mujahid Semarang, KH Raden Hambali Kudus, serta H Hasan Gipo.
Dalam perkembangannya corak NU sangat dipengaruhi Hasyim Asyari. Saat pidato iftitah yang disampaikan kepada warga NU tentang faham Ahlussunnah Wal Jamaah yang menganut satu dari empat Mazhab yang dijadikan asas NU. Organisasi NU yang menegakan nilai nilai toleransi (tasamuh), moderat (tawasuth) keseimbangan (tawazun) dan Adil (taadul) serta amar maruf nahi munkar. (pul)