images/images-1680946268.jpg
Sejarah

Raffles Rampas Tanah Pribadi Menjadi Milik Negara

Pulung Ciptoaji

Apr 08, 2023

318 views

24 Comments

Save

Seorang lelaki sedang mengupas kelapa di Sungai Rampah, Serdang Bedagai Sumatra Timur tahun 1925. Foto dok net

 

abad.id- Thomas Stamford Raffles, dalam kurun pemerintahannya yang singkat di Jawa (1811-1816), telah membuat perubahan besar di tanah Jawa. Gubernur Jenderal asal Inggris itu meletakkan dasar-dasar kepemilikan tanah yang sebelumya dimiliki para tuan tanah.


Raffles menerapkan langkah ambil alih seluruh tanah di Jawa menjadi milik negara atau domein. Bagi Raffles, tidak boleh ada pemilikan tanah pribadi dalam masyarakat bumiputra. Sedangkan peraturan tanah yang sudah terlanjur dimiliki para tuan tanah dan taipan China dianggap  tidak ada. bahkan 
Dalam tulisa, Perburuhan dari Masa ke Masa: Jaman Kolonial Hindia Belanda sampai Orde Baru Oleh Edi Cahyono,  disebutkan semua tanah telah dirampas, dan bagi yang menolak akan dikenakan hukuman. 

 

Baca juga : gubernur jendral hindia belanda pernah tinggal di gedung setan


Raffles juga menginterpretasikan penyerahan upeti dari para penguasa bumiputra sebagai bukti dari pemilikan tanah negara. Kebijakan Raffles sebetulnya meniru sistem sosial Zamindar tuan-tanah yang ada di India, yang mejadi jajahan Inggris. Konsep Raffles tentang pemilikan tanah negara diadaptasi dan digunakan untuk berlangsungnya Cultuurstelsel, dengan melakukan sedikit modifikasi-modifikasi. Misalnya, negara mengambil uang dari petani, karena petani menjadi penyewa tanah atau Iandrente.

 

raffles

Suasana pasar tradisional di Batavia pada pemerintahan Hindia Belanda. Foto dok net

 

Beruntung hanya sebentar menjadi Gubernur Jenderal di nusantara, hingga akhirnya tanah jajahan kembali dikelola Hindia Belanda. Kebijakan Raffles ini dibubarkan oleh Gubernur Jenderal den Bosch. Sang Gubernur Jenderal mengembalikan hak milik tanah kepada rakyat bumiputra. Namun pengembalian tanah-tanah tersebut disertai beban, yakni setiap petani yang mendapat atau menguasai tanah, wajib menanami dengan tanaman dagang konsumsi dunia. Atau petani tersebut menyediakan diri untuk bekerja selama 66 hari kepada pemerintah. 


Pewajiban kerja yang diajukan de Bosch dianggap lebih ringan jika dibandingkan dengan kewajiban membayar pajak. Di masa selanjutnya, mempekerjakan petani sebagai buruh semakin tidak dilandaskan kepada penguasaan tanah.  


Seperti yang dilaporkan Commisie Umbgrove, dampaknya muncul perbedaan kelas sosial antara sikep dengan petani kaya terdiri dari lurah dan wedono yang mempunyai akses terhadap tanah. Juga muncul beberapa lapisan sosial di bawah, seperti menumpang dan bujang. Mereka ini merupakan buruh ketimbang lapisan sosial berakses tanah. Dua klasifikasi sosial inilah yang menjadi cikal bakal terbentuknya para pekeja di sektor pertanian. 


Di beberapa daerah ada beda istilah dari sikep. Ada yang menyebut kuli kenceng atau kuli kendo. Kebijakan di Sumatra misalnya, mereka diikat dengan kontrak. Isi kontrak tersebut tidak ada masa akhir sang buruh. Bila buruh berusaha melarikan diri dari tempat kerja, mereka akan dikenakan hukuman yang dikenal sebagai poenale sanctie. Yaitu suatu hukuman sangat kejam, berupa dicambuk untuk buruh laki-laki hingga dibunuh. 

Penah suatu ketika Jacobus Nienhuys, pemilik Deli Maatschappij menerapkan hukum cambuk ke 7 buruhnya hingga mati. Takut ada aksi balas dendam dari para buruh dan ancaman diperkarakan oleh pemerintah Hindia belanda, dia memutuskan segera kabur dari Sumatera Timur. 


Kasus lain, seorang buruh perempuan diikat di sebuah bungalow oleh tuan kebun. Kemudian kemaluannya digosok dengan lada. Penyiksaan-penyiksaan ini disebut menjalankan produksi dengan cara menerapkan teror. Para pemilik perkebunan seakan-akan mempunyai otonomi sangat luas sehingga wilayahnya menjadi “negara dalam negara.” (pul)

 

Artikel lainnya

Seru, 400 Orang Jawa Sedunia Bakal Kumpul di Surabaya

Author Abad

Oct 04, 2022

Subtrack, Belajar Sejarah Dengan Mudah

Pulung Ciptoaji

Jan 23, 2023

Politik Hukum, Tumbal dan Sumber Kegaduhan

Malika D. Ana

Jan 07, 2023

Pembangunan Balai Kota Surabaya Penuh Liku

Pulung Ciptoaji

Dec 18, 2022

Dekrit Untuk Kembali ke UUD 45 Asli

Malika D. Ana

Jul 06, 2023

Kembali ke Jati Diri Adalah Kembali ke Kebun, Sawah dan Segenap Pertanian Rakyat

Malika D. Ana

Apr 03, 2023