images/images-1664965902.jpg
Sejarah
Riset

TNI Berumur 77 Tahun, Menjadi Dewasa Karena Tindakan

Author Abad

Oct 06, 2022

327 views

24 Comments

Save

Penulis: Pulung Ciptoaji

 

Surabaya, pada bulan bulan pertama pemerintahan Sukarno-Hatta pasca pembacaan Proklamasi 17 Agustus 1945 sangat berat. Pemerintah Sukarno tidak hanya memikul masalah kedaulatan di republik yang baru berdiri, namun harus betanggung jawab terhadap persoalan-persoalan di sebuah negara baru. Banyak tata tertib kenegaraan yang belum lengkap. Maklum, negara Indonesia dibentuk saat terdapat kekosongan kekuasaan setelah Jepang menyatakan diri menyerah ke Sekutu dan Belanda belum berencana menguasahi kembali tanah jajahan. Persoalan-persoalan membentuk negara memang sudah dipikirkan oleh sebuah Panitia Persiapan Kemerdekaan PPKI, namun kenyataannya tidak semudah membangunkan kota yang sedang tidur itu. Benar, organisasi itu PPKI belum merancang terbentuknya tata tertib perangkat sebuah negara.  

 

 

 

Pemerintahan Sukarno-Hatta sadar bahwa untuk mempertahankan negara baru ini dibutuhkan kekuatan militer terlatih. Maka 5 hari setelah proklamasi atau tepatnya tanggal 22 Agustus 1945, Sukarno mengumpulkan elemen-elemen pendukung kekuatan militer dan terbentuklah BKR. Namun kekuatan BKR hanya bersifat lokal di internal Jakarta saja dan tanpa terkonsolidasi menjadi gerakan rakyat seluruh Indonesia. Menyiasati situasi itu, Wakil Presiden Hatta mengambil inisyiatif dengan mendirikan Kementerian Ketentaraan Nasional. Hatta yang pernah mengalami massa perang dunia 1 di Eropa, tentu paham perlunya sebuah kekuatan militer untuk mempertahankan bangsa. Uniknya langkah agresif Hatta masih mengatasnamakan keputusan dwitunggal.

 

 

Kepala Staf Umum TKR Letnan Jendral Oerip Soemoehardjo sangat besar jasanya alam menyusun organisasi tentara pada masa-masa awal pembentukan. 

 

Suatu saat pada 5 Oktober 1945, Hatta berunding dengan Oerip Soemoehardjo seorang pria Jawa berumur 51 tahun yang berpengalaman kemiliteran berpangkat Mayor di KNIL. Tentu pangkat ini sangat tinggi bagi seorang pribumi di jajaran miilier pemerintah Hindia Belanda pada masa itu. Dalam pertemuan itu juga terdapat perwira muda KNIL lain Didik Kartasasmita. Kepada Hatta, Letnan Didi menjelaskan masih ada 100 perwira KNIL asli pribumi. Mereka sudah tidak terikat oleh pemerintah Hindia Belanda sejak menyerah oleh tentara Jepang tahun 1942. Ini berarti mantan KNIL ini bisa menjadi cadangan perwira untuk menuju terbentuknya tentara profesional. “Mereka ini lulusan KMA di Breda dan sebagian didikan KMA cabang Bandung serta lukusan CORO atau Corp Opleiding Reserve officieren (pendidikan korp perwira cadangan,” kata Didi.

 

 

Dalam pertemuan yang sangat bersejarah itu, ditentukan pula Oerip Soemoehardjo sebagai Kepala Staf Angkatan Bersenjata yang kemudian diberi nama Tentara Keamanan Rakyat. Basis kekuatan TKR dipilih Yogjakarta yang kelak akan menjadi Ibukota Indonesia saat Agresi Militer Belanda. Untuk mendukung kekuatan TKR itu, Hatta memerintahkan memobilisasi komponen rakyat, dan mengajak instrumen pasukan lain untuk bergabung. Maka semua yang sudah bergabung di BKR dipastikan akan diterima di TKR. Para pejuang tidak ditentukan oleh keahlian kemiliterananya, namun dituntut keberanian dan pengalamannya dalam pertempuran sebelumnya. TKR ini merupakan peleburan elemen kemiliteran dan kesatuan kesatuan tentara yang bersifat lokal dengan tujuan sama yaitu mempertahankan kedaulatan Negara Indonesia yang baru dibentuk. “Untuk memperkuat perasaan keamanan umum, maka diadakan satu Tentara Keamanan Rakyat,” kata sukarno dalam maklumat singkatnya tertanggal 5 Oktober 1945.

 

 

 

Sejak saat itu, gelora muda anak anak bangsa mantan didikan PETA, Heiho, pasukan Kamikaze dan eks KNIL mulai merapatkan barisan. Meskipun   inti korp perwira dari mantan Eks KNIL, tak lama kemudian muncul para perwira yang sebelumnya mereka pangkat rendahan selama bergabung di tentara Jepang. Garis komando berjalan dari bawah ke atas, dan sengaja mengambil pimpinan dari golongan muda. Maka tanggal 12 Oktober 1945 Sukarno memilih Supriyadi sebagai Panglima Angakatan Bersenjata. Pemilihan anak muda asal Blitar ini dianggap selaras dengan tugas sebelumnya dalam susunan kabinet Sukaro Hatta bahwa yang bersangkutan menjadi Menteri Pertahanan. Namun nama calon orang yang paling bertanggungjawab dalam mempertahankan kedaulan negara itu ternyata belum pernah mulncul dalam rapat kabinet sejak diumumkan. Supriyadi seperti legenda yang berani melawan Jepang saat situasi negara Indonesia belum terbentuk. Maka nama legenda supriyadi ini hanya menjadi pembicaraan kosong setiap pertemuan-pertemuan strategis pimpinan TKR.

 

Supriyadi, pahlawan PETA di Blitar diangkat menjadi menjadi Menteri Keamanan Rakyat dalam Kabinet Republik Indonesia pertama, tetapi tidak pernah diketahui keberadaannya. 

 

Pendaratan tentara sekutu yang disertai NICA, bentrokan-bentrokan senjata antara rakyat dan tentara sekutu dengan NICA dan usaha usaha pelucutan senjata tentara Jepang secara liar oleh rakyat, menjadikan tugas Oerip Soemoehardjo semakin berat. Apalagi nama yang mestinya bisa diajak diskusi untuk menentukan langah langkah di situasi genting, ternyata tidak pernah muncul. Maka Pahlawan PETA yang juga diangkat menjadi menteri kamanan  ini harus segera dicari penggantinya. Pada tanggal 20 Oktober 1945, Sukarno kembali mengeluarkan maklumat pengangkatan pejabat-pejabat pimpinan di lingkungan Kementrian Keamanan Rakyat. Yaitu Menteri Keamanan Rakyat Ad Interim Muhamad Suljoadikusumo, Pimpinan tertinggi TKR Supriyadi dan Kepala Staf Umum TKR Oerip Soemoehardjo. (pul)

Artikel lainnya

Pelestraian Cagar Budaya Tematik di Surabaya

Author Abad

Oct 19, 2022

Subtrack, Belajar Sejarah Dengan Mudah

Pulung Ciptoaji

Jan 23, 2023

H. P. Berlage dan Von Hemert. Siapa Von Hemert?

Author Abad

Dec 20, 2022

Menjaga Warisan Kemaharajaan Majapahit

Malika D. Ana

Nov 15, 2022

Peringatan Hari Pahlawan Tonggak Inspirasi Pembangunan Masa Depan

Malika D. Ana

Nov 12, 2022

Banjir di Gorontalo Cukup Diserahkan ke BOW

Author Abad

Oct 30, 2022