images/images-1667019224.jpg
Riset
E-Museum

Kisah Hidung Somplak si Cantik Loro Jonggrang

Author Abad

Oct 29, 2022

1421 views

24 Comments

Save

Penulis : Pulung Ciptoaji

 

abad.id. Pada awal penemuannya, Candi Roro Jonggrang atau yang lebih dikenal dengan Candi Prambanan dianggap kurang menarik untuk diteliti. Hanya berupa gundukan bukit dengan material batu keras material letusan gunung. Literaturnya pun hanya tulisan pemuda kulit putih Lons, tahun 1753. “Tumpukan material vulkanik ini sisa letusan gunung yang dasyat pada tahun 1584 menurut catatan huruf jawa”

 

 

Seratus tahun kemudian, seorang Belanda Hoopermans meneliti kawasan tersebut dan menghasilkan kesimpulan besar bahwa di perbukitan itu terdapat reruntuhan bangunan besar. Kondisinya pun memprihatinkan lantaran banyak bebatuan terserakan dibawa arus hingga perlu penggalian dan ekskavasi untuk mengembalikan bentuk candi sesungguhnya.

 

 

Bangunan pun akhirnya terbentuk dan disebut-sebut Candi Prambanan lantaran lokasinya yang berada di Desa Prambanan, Jawa Tengah. Kompleks bangunan inipun memiliki arti penting bagi sejarah desain bangunan artistik pada masa itu. “ Ukir ukiran yang ada dalam candi Loro Jonggang menunjukan sebuah peralihan peradaban dari Jawa Tengah ke gaya kesenian Jawa Timur,” tulis JLL Brandes yang sangat concern pada candi tersebut.

 

Candi Roro Jonggrang pun sudah beberapa kali mengalami pemugaran. Foto Ist 

Candi Prambanan juga disebut-sebut dalam prasasti Siwargha di bukit Ratu Baka. Prasasti berangka tahun 856 masehi ini menyebut, adanya sungai yang alirannya dialihkan karena menabrak bangunan candi. Siwargha artinya percandian yang menujukan candi Roro Jonggrang. Sedangkan komplek candi yang paling tinggi dan terbesar 49 meter. Dalam bilik yang menghadap ke timur terdapat arca Siwa, dan bilik yang menghadap selatan berupa arca pendeta. Bertolak belakang dari kamar Siwa terdapat arca Ganesha. Sedangkan sisi bilik menghadap utara terdapat arca dewi Durga istri Siwa. Warga sekitar menyebut patung ini Roro Jonggrang.

 

 

Candi Roro Jonggrang pun sudah beberapa kali mengalami pemugaran sejak awal. Para peneliti candi kuno seperti Lons, Hoepermans, Yzerman sampai Van Er termasuk perkumpulan arkeolog Yogjakarta mengatakan demikian. Tampilan candi ta pernah dirombak sejak pembuatan peta tahun 1937, saat rekontruksi candi induk. Para arkheolog yang mencoba menyusun lagi bebatuan yang berserakan juga menyerah. “Boro-boro candinya, hanya satu gapura saja tanpa berdiri tanpa hasil,” kata JLL Brandes.

 

 

Jumlah candi dalam kompleks yang mencapai 240 buah bagi para peneliti merupakan pekerjaan gila pada jamannya. Sebab ribuan batu harus ditumpuk dalam susunan yang tepat, kemudian dibentuk seperti aslinya. Eksvakasi candi ini tentunya memerlukan keahlian khusus karena setiap batu yang ada ternyata memiliki pasangan batu yang lain. Sehingga tidak bisa ditempatkan di bagian lain agar membentuk bangunan. “ Tidak ada mesin pemotong batu, tidak ada komputer, tidak ada gambar imajiner yang bisa menentukan arah susunan candi,” lanjut JLL Brandes dalam catatannya.

 

 

Meski demikian, dari ribuan batu yang ada hanya patung Roro Jonggrang yang dianggap sangat istimewa. Banyak sesajen bertebaran di sekitar patung, mulai dari bunga, buah buahan hingga uang logam. Seorang ahli purbakala berkebangsaan Belanda NJ Krom pada 1923 mencatat, di pelataran candi prambanan ini banyak kambing berkeliaran. Rupanya, kambing-kambing tersebut sengaja dilepas para peziarah karena bagian dari sesajen untuk Roro Jonggrang. 

 

 

Sayangnya, patung Roro Jonggrang mengalami korosi atau rusak di bagian hidungnya. Konon, kerusakan ini memiliki cerita sedikit mistis. Pernah ada seorang pemuda yang sedang mengawasi patung Roro Jonggrang dari kejauhan menjelma menjadi gadis cantik yang tersenyum kepadanya. Namun saat didekati ternyata hanya sebuah patung dari batu. Ketika ditinggal dan dilihat dari jauh lagi, ternyata gadis tersebut muncul lagi dengan lirikan mata yang tajam. Kejadian itu berulangkali dirasakan sampai akhirnya si pemuda itu marah. Dipukullah patung tersebut hingga mengalami kerusakan pada bagian hidungnya. Sejak saat itu, hidung patung Loro Jonggrang rusak dan tidak bisa diperbaiki. 

 

 

Terkait rusaknya sejumlah hidung patung kuno rupanya bukan hanya terjadi pada patung Roro Jonggrang. Di mesir, banyak patung yang berwujud manusia juga mengalami kerusakan serupa. Seorang kurator Museum Brooklyn di New York, Edward Bleiberg memberikan argumentasi ilmiah terkait persoalan tersebut.

 

 

"Kerusakan yang konsisten pada patung menunjukkan bahwa hal ini memiliki tujuan tertentu," kata Bleiberg.

 

 

Bagi orang Mesir kuno, gambar dan objek dari logam, batu, kayu, tanah liat atau bahkan lilin yang mewakili bentuk manusia dapat diaktifkan untuk menampung kekuatan supernatural. Karena orang Mesir adalah orang Afrika yang menciptakan peradaban khas, stabil, dan tahan lama di sekitar Lembah Nil pada tahun 4400 Sebelum Masehi (SM). Mereka percaya benda-benda tersebut merupakan portal penghubung antara dunia nyata dan dunia supernatural, yang membutuhkan ritual agar benda bisa dirasuki roh tertentu.

 

 

Dalam bahasa Mesir kuno, kata ‘patung’ dan ‘pematung’ merujuk pada gambar yang hidup. Secara harfiah kata ‘patung’ bisa diartikan sebagai ‘sesuatu yang ditimbulkan untuk hidup’, sedangkan pematung adalah ‘orang yang menghidupkan’.

 

 

Umumnya, patung, relief dan gambar ikon tersimpan di makam dan kuil. Para keturunan dari orang yang sudah meninggal awalnya memberi sesembahan untuk leluhurnya berupa hadiah, perhiasan atau bahkan makanan sungguhan. Lantas manusia mulai mengirim persembahan kepada dewa dengan harapan mereka mendapat perlindungan dari dewa yang disembah.

 

"Bagian tubuh yang rusak tidak lagi dapat melakukan tugasnya, menjaga leluhur yang masih hidup di bumi," jelas Bleiberg.

 

Patung tanpa telinga, ia tidak dapat mendengar penyembahnya. Patung tanpa tangan, ia tidak bisa menerima persembahan. Patung tanpa hidung, ia tidak dapat bernapas.

 

 

Salah satu tokoh Mesir kuno yang merusak patung adalah Akhenaten yang berkuasa dari 1353–1336 SM. Akhenaten menghancurkan monumen dewa Amun dalam upayanya untuk membuat ulang agama Mesir.

 

Para penjarah makam juga merusak atau vandalisme dengan memotong salah satu bagian patung untuk mencegah menerima kutukan atau balas dendam. Saat agama Kristen datang, patung, relief, dan ikon dewa Mesir kuno lainnya dirusak untuk mencegah setan-setan Pagan bangkit kembali.

 

 

"Pencitraan di ruang publik adalah cerminan dari siapa yang memiliki kekuatan untuk menceritakan kisah tentang apa yang terjadi dan apa yang harus diingat," tambah Bleiberg. (pul)

Artikel lainnya

Kembali ke Jati Diri Adalah Kembali ke Kebun, Sawah dan Segenap Pertanian Rakyat

Malika D. Ana

Apr 03, 2023

hari selasa pagi

Reta author

Feb 21, 2023

Subtrack, Belajar Sejarah Dengan Mudah

Pulung Ciptoaji

Jan 23, 2023

Menjelajah Tempat Industri Gerabah Era Majapahit

Pulung Ciptoaji

Dec 21, 2022

Benteng Budaya dan Derasnya Gelombang Modernisasi

Author Abad

Oct 03, 2022

Epigrafer Abimardha: "Jika Hujunggaluh ada di Surabaya, itu perlu dipertanyakan"

Malika D. Ana

Feb 11, 2023