images/images-1672810409.jpg
Sejarah
Liputan

Makam Marga Han di Pasar Bong Surabaya dan Petunjuk Persebaran Priyayi Islam di Wilayah Jawa Timur

Malika D. Ana

Jan 04, 2023

482 views

24 Comments

Save

 

Makam Marga Han di Pasar Bong Surabaya dan Petunjuk Persebaran Priyayi Islam di Wilayah Jawa Timur

 

 

Abad.id - Pembukaan Pasar Bong sebagai Pasar Belanja malam hari (night shopping) pada 30 Desember 2022 menarik perhatian Tim Begandring Soerabaia. Mereka datang ke pasar dua hari menjelang pembukaan. Tujuannya untuk melakukan penelusuran sejarah sebagai materi untuk pendukung pasar Bong sebagai pasar wisata. Tim Begandring ingin pasar ini tidak hanya sebagai wisata belanja belaka, tapi juga sebagai wisata sejarah.

 

Pasar, yang bernama Pasar Bong ini, dulunya adalah area permakaman China. Namanya saja "Bong", yang artinya kuburan China.

 

Kuburan ini terhitung sangat tua dan mulai ada seiring dengan datangnya warga etnis Tionghoa yang bermarga Han. Marga Han ini bermula dari 5 anak dari keturunan Han Siong Kong (1673-1743) generasi ke 21, yang datang dari Guangzhou kemudian datang ke Lasem, Jawa Tengah pada awal 1700-an.

 

Kelima anak Han Siong Kong, deretan generasi ke 22, yang semuanya lahir di Lasem dan kemudian pindah ke Surabaya, bernama Han Tjoe Kong, Han Kien Kong, Han Tjien Kong, Han Hing Kong dan Han Bwee Kong. 

 

Menurut cerita lokal di Lasem, sebelum mereka pindah ke Surabaya, bahwa ketika orang tuanya meninggal, mereka menghantarkan jenazah ke pemakaman. Dalam perjalanan ke pemakaman, ada hujan lebat yang disertai badai petir. Merekapun berhenti dan berteduh di dalam hutan. Hujan tidak kunjung reda hingga hari semakin gelap. Mereka memutuskan untuk pulang dan meninggalkan pati mati di hutan. Rencananya mereka akan kembali di keesokan hari untuk menguburkan jazad bapaknya.

 

Namun, apa yang terjadi ketika mereka kembali pada keesokan hari? Peti matinya hilang secara misterius. Lalu secara gaib terdengarlah suara sang ayah, yang dengan kesal memarahi anak anaknya yang telah meninggalkan peti di perjalanan. Sang ayah pun menyumpah serapahi anak anaknya untuk segera meninggalkan Lasem dan selanjutnya agar tidak kembali Lasem dan melewati Lasem. Sumpah ini dipegang erat oleh anak keturunan Han Siong Kong hingga sekarang.

 

Han Siong Kong adalah sosok yang lahir di Lubianshe, Tianbao pada tahun 1673 dan meninggal pada 1743 lalu dimakamkan di Binangun, dekat Lasem. Setelah kematian bapaknya itulah, anak anak Han Siong Kong meninggalkan Lasem dan pindah ke Surabaya.

 

Dalam penelusuran Tim Begandring di dalam Pasar Bong, mereka menemukan sebuah makam yang oleh warga setempat disebut punden Buyut Tonggo. Namanya Syech Sin Abdurrahman. Menurut juru kunci makam (60), Sin Abdurrahman adalah orang China yang beragama Islam.

 

Tri Prio Wijoyo, salah seorang anggota tim Begandring yang menekuni sejarah klasik dan perpundenan, menanyakan ke juru kunci mengenai bentuk bangunan yang melindungi makam sebelum berbentuk seperti sekarang. Dijawab seingat sang juru kunci bahwa sebelum dibangun dengan kontruksi batu bata bangunannya terbuat kayu dan sesek (anyaman dari bambu).

 

Makam Buyut Tonggo atau Syech Sin Abdurrahman ini memang berada di sebuah bangunan yang berada di lorong sempit. Lorong lorong di pasar Bong ini terbentuk mengikuti alur dan kontur jalan setapak di area makam, di antara makam makam.

 

Nisan Buyut Tonggo dengan nama Sin Abdurrahman di Pasar Bong, Surabaya

 

Dalam pengamatan lapangan oleh Tim Begandring, terlihat bahwa bentuk makam Sin Abdurrahman ini layaknya maka- makam Islam pada umumnya dengan dua patok nisan yang membujur utara-selatan. Tidak ada kesan bahwa makam ini sebagaimana model leluhur makam etnis Tionghoa yang berbentuk Bong.

 

Namun dari namanya, ada kata Sin, yang sangat bersifat nama etnis China. Kemudian muncul pertanyaan yang mendorong Tim Begandring melakukan penelusuran data. Siapa Sin itu? Apa nama lengkap dari Sin?

 

Sisi lain Rumah Abu Han di jalan Karet Surabaya

 

Penelusuran Berlanjut

 

Adalah Yayan Indrayana, periset Begandring yang menelusuri data dan arsip, yang akhirnya menemukan sumber sejarah penting terkait riwayat marga Han. "The Han Family of East Java Entrepreneurship and Politics (18th -19th Centuries)", yang ditulis oleh Claudine Salmon (1991).

 

Dari sumber ini diketahui bahwa marga Han yang datang ke Surabaya pada pertengahan abad 18 adalah Han Tjoe Kong, Han Kien Kong, Han Tjien Kong, Han Hing Kong dan Han Bwee Kong. Mereka adalah generasi ke 22 dari keluarga Han; Han Siong Kong (1673-1743) yang datang dari Guangzhou ke Jawa pada awal 1700-an. Han Siong Kong menetap di Lasem, Jawa Tengah.

 

Setelah kematian Han Siong Kong pada 1743, mereka datang ke Surabaya. Mereka menetap di wilayah yang sekarang dikenal dengan nama Kampung Pecinan. Dari kelima anak anak Han Siong Kong ini salah satunya memeluk agama Islam. Yaitu Han TJIEN Kong. Lainnya tetap memeluk agama dan kepercayaan nenek moyang.

 

Menurut Claudine Salmon (1991) mereka dimakamkan di Surabaya. Kala itu di abad 18 dan awal abad 19, tidak ada makam Pecinan lain di Surabaya, selain Bong Kembang Jepun. Yaitu pemakaman China di kawasan Pecinan Surabaya.

 

Kini pemakaman China itu dikenal dengan Pasar Bong. Tidak hanya pasar, tapi di seperempat pertama abad 20 area pemakaman ini sudah mulai didirikan bangunan rumah. Ini terlihat dari foto foto lama pada tahun 1930-an. Secara faktual bahwa di dalam area pasar juga masih terdapat bangunan dan rumah rumah tua dari era kolonial. Melihat langgam bangunan, arsitekturnya berasal dari era akhir abad 19 dan awal abad 20.

 

Sementara makam makam (Bong) sudah hilang dan berganti bangunan stand pasar dan rumah rumah baru. Hanya sedikit sekali menyisakan bekas sebuah Bong. Diantara sesaknya dan padatnya pasar itu, masih ada sebuah makam yang terjaga. Yaitu makam yang dipundenkan. Punden Buyut Tonggo alias Syech Sin Abdurrahman.

 

Diduga makam Sin Abdurrahman ini adalah makam Han Tjien Kong. Tjien Kong adalah salah satu putera dari Han Siong Kong yang memeluk agama Islam. Dari nama tengah, TJIEN, yang dilafalkan CIN diduga mengalami perubahan pelafalan karena lidah lokal yang lebih mudah melafalkan dari CIN menjadi SIN. Maka tertulislah kata SIN pada nisannya.

 

Menurut juru kunci, pernah ada orang dari wilayah Pasuruan-Probolingo yang kemudian  membangun "cungkup" sebagai perlindungan makam yang permanen sebagaimana terlihat sekarang. Mengapa ada orang dari pesiair timur Jawa Timur datang ke makam ini?

 

 

Penyebar Pejabat dan Priyayi di Timur

 

Dari silsilah keluarga Han, khususnya Han Tjien Kong atau Soeroe Pernollo (1720-1776) yang beragama Islam turunlah para priyayi yang menjadi pejabat penting di wilayah pantai utara Jawa bagian timur (Java's Oosthoek): mulai Tuban, Gresik, tentunya Surabaya, Bangil, Pasuruan, Probolinggo, Prajekan, Besuki, Panarukan dan Bondowoso. Bahkan ada yang di wilayah Jember.

 

Nisan Han Bwee Kong ketika masih ada di Pemakaman Pecinan yang sekarang menjadi Pasar Bong. Han Bwee Kong adalah adik Han Tjien Kong

 

Han Tjien Kong seperti halnya Han Bwee Kong adalah generasi ke 22. Sementara Han Siong Kong di Lasem adalah generasi ke 21.

 

Sedangkan keturunan Han Tjien Kong adalah generasi ke 23, 24 dan seterusnya. Misalnya di generasi ke 23, ada Han San Kong atau Baba San (1752 - 1833) dan Soemodiwirjo (1772-1776) menjadi Ronggo di Besuki. Juga ada nama Han Mi Djoen, Baba Midoen atau Kiai Madiroen dan Raden Soero Adiwikromo pernah menjadi Ronggo di Besuki dan Bondowoso.

 

Sementara di generasi ke 24 ada nama nama Soero Adiwidjojo menjadi Temenggung di Bangil dan bupati di Tuban. Sedangkan Wiro Adinegoro menjadi Adipati dan bupati di Bangil. Ada juga nama Soerio Adiningrat yang menjadi Tumenggung dan bupati di Puger.

 

Keturunan Han Tjien Kong, hingga generasi ke 27, yang dicatat oleh Claudine Solmon (1991), masih menempati banyak posisi penting dalam sistim pemerintahan klasik Java di berbagai tempat di wilayah Pantai Utara Jawa bagian Timur (Java's Oosthoek). Keberadaan marga Han di Jawa Timur, yang mulai berkembang dari Surabaya, menjadikan keluarga bermarga Han berperan penting di wilayah Jawa Timur mulai dari jabatan pemerintahan hingga dalam percaturan politik dan perdagangan.

 

Keluarga Han menguasai wilayah pantai utara Jawa bagian Timur baik di bidang pemerintahan, politik dan perdagangan sampai  Inggris dan Belanda datang menguasai wilayah itu di awal abad 20. Bagi Inggris dan Belanda, penguasaan keluarga Han di bidang perdagangan di wilayah itu menjadi pesaing dan sekaligus halangan bagi mereka (Inggris dan Belanda).

 

Dari potret perkembangan dan peran keluarga Han, baik di bidang pemerintahan dan perdagangan, menunjukkan pengaruh penting di wilayah Jawa Timur dan makam dari Han Tjien Kong yang beragama Islam di Pasar Bong diduga kuat adalah makam yang sekarang dikeramatkan menjadi Buyut Tonggo alias Syech SIN Abdurrahman.

 

Dari dulu sejak era Majapahit, Surabaya senantiasa menjadi persebaran hal hal penting. Misalnya Sunan Ampel (abad 15) menjadi awal penyebaran agama Islam di Jawa. Kiai Brondong atau Sunan Boto Putih (abad 17) menjadi sumber persebaran para bupati di Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto dan Jombang. Kemudian dari keluarga Han (abad 18) menjadi mula persebaran para priyayi dan pejabat penting di wilayah pantai utara Jawa bagian timur.

 

Karenanya Pasar Bong tidak sekedar pasar untuk tujuan komersial tapi juga untuk tujuan wisata edukasi sejarah. Sekarang bagaimana bisa mewujudkan Pasar Bong sebagai Pasar tujuan wisata sejarah, selain wisata belanja? (Nanang).

 

Artikel lainnya

Pelestraian Cagar Budaya Tematik di Surabaya

Author Abad

Oct 19, 2022

Subtrack, Belajar Sejarah Dengan Mudah

Pulung Ciptoaji

Jan 23, 2023

H. P. Berlage dan Von Hemert. Siapa Von Hemert?

Author Abad

Dec 20, 2022

Pembangunan Balai Kota Surabaya Penuh Liku

Pulung Ciptoaji

Dec 18, 2022

Menjaga Warisan Kemaharajaan Majapahit

Malika D. Ana

Nov 15, 2022

Peringatan Hari Pahlawan Tonggak Inspirasi Pembangunan Masa Depan

Malika D. Ana

Nov 12, 2022