Penulis : Nanang Purwono
abad.id-Sebanyak 20 orang sebagai pendukung dan pemeran dalam film Koesno, Jati Diri Soekarno bertolak ke Jakarta untuk menghadiri Malam Penganugerahan Piala Citra, Festival Film Indonesia (FFI) 2022. Mereka terdiri dari berbagai unsur komunitas yang berasal Surabaya (Begandring), Bangil (Bangiler), Mojokerto (Reenactor Mojokerto) dan mahasiswa FIB Unair.
Kehadiran mereka ke Jakarta ini atas undangan Hilmar Farid, Ph.D., Direktur Jendral (Dirjen) Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk menghadiri malam Penganugerahan Piala Citra 2022 yang digelar di Jakarta Convention Centre, Senayan Jakarta.
Film "Koesno, Jati Diri Soekarno" yang digagas dan diproduksi secara kolaboratif antara komunitas Begandring Soerabaia, TVRI Jatim, FIB Unair serta Pemerintah Kota Surabaya terpilih sebagai nominasi Film Pendek Terbaik, FFI 2022. Ada 7 nominator, yaitu Gimbal, Kemaren Semua Baik Baik Saja, Koesno, Lady Rocker Sylvia Sartje, Maramba, Sintas Berlayar dan Tasmenda Sasandu Dalen.
"Adalah kebanggaan bagi kami bisa mendapat undangan dari Dirjen Kebudayaan untuk menghadiri acara Penganugeraan Piala Citra 2022 dan undangan bagi kami sifatnya masal. Ada 20 orang dari kami yang diundang. Sementara undangan lainnya sifatnya terbatas, hanya satu atau dua", kata Kuncaraono Prasetyo sebagai ketua rombongan dari Begandring Soerabaia.
Karena siapa pun, yang masuk ke arena malam penganugerahan Piala Citra, harus melewati red carpet, maka kepada rombongan film Koesno diharapkan mengenakan busana yang representatif.
"Kami mengenakan busana pergerakan sebagaimana dikenakan Soekarno ketika masih setingkat SMA. Busana ini simbol perpaduan antara busana Jawa dan Eropa sebagai perlambang kesetaraan antara Jawa Eropa", tambah Kuncaraono sembari mengingatkan peserta.
Rombongan berangkat dari halaman Balai Kota Surabaya pada Senin malam, 21 November 2022. Sedangkan malam penganugerahan Piala Citra digelar pada Selasa malam, 22 November 2022.
"Selain menghadiri FFI, kami juga memanfaatkan waktu untuk studi banding di Kota Tua Jakarta. Karenanya program studi banding ini kami namakan Road to Batavia", tambah Kuncarsono.
Menurut agenda perjalanan, bahwa tempat pertama yang dikunjungi adalah Museum Nasional untuk menjamin cari sebuah prasasti yang mencatan nama Curabhaya (sekarang Surabaya). Namanya prasasti Canggu atau Trowulan I yang dibuat oleh Raja Hayam Wuruk pada 1358 M.
"Prasasti ini menjadi bukti sejarah yang sangat penting bagi kota Surabaya. Karenanya kami perlu melihat secara nyata" tambahnya.
Selain itu, sejalan sebelum ke kawasan Kota Tua, rombongan akan mampir ke Gedung Museum Arsip Nasional. Gedung ini didirikan pada 1750 sebagai rumah tinggal Gubernur Jenderal Reyner de Klerk dengan gaya Indisch. Gedung tersebut dibangun dengan di kelilingi parit yang dalam guna mempertahankan kota Batavia terhadap serangan dari Banten atau Mataram.
Dari gedung Museum Arsip, kemudian menuju ke bekas kediaman salah satu petinggi VOC. Yaitu Jenderal Gustaaf Willem Baron van Imhoff. Setelah ditempati Baron van Imhoff, pada 1768-1808, gedung ini dialihfungsikan sebagai hotel khusus bagi pejabat VOC dan Belanda yang berkunjung ke Batavia.
Rencana pemberhentian terakhir yaitu ke Museum Fatahillah, yang dahulu merupakan Balai Kota Batavia, dibangun pada tahun 1707-1710 atas perintah Gubernur Jenderal Joan van Hoorn. Bangunan ini menyerupai Istana Dam di Amsterdam. Sejak 30 Maret 1974, bangunan ini diresmikan sebagia Museum Sejarah Jakarta oleh oleh Gubernur Ali Sadikin.
Dengan kunjungan di Kota Tua Jakarta, rombongan yang tidak lain adalah para pegiat sejarah dan budaya ini dapat menambah wawasan demi upaya upaya pelestarian, pengelolaan dan pemanfaatan bangunan cagar budaya di Surabaya, khususnya kawasan Kota Tua Surabaya yang sudah sedang diproyeksikan untuk dikembangkan oleh Pemerintah Kota Surabaya.
Pada malam hari, rombongan menghadiri malam Penganugerahan Piala Citra, FFI 2022 di Jakarta Convention Centre di Senayan Jakarta. (Nanang).