images/images-1667236772.jpg
Indonesiana

Kapan Indonesia Siap Berdemokrasi?

Author Abad

Nov 01, 2022

398 views

24 Comments

Save

Penulis : Malika D. Ana
 
 
Abad.id - Demokrasi itu lahir dari rahim Revolusi Perancis, dipelopori oleh para pemilik modal. Jadi, menilik asal-usulnya saja kelahiran demokrasi itu bukan dari kalangan rakyat bawah. “Liberte, Egalite, Fraternite”, adalah slogan demokrasi yang diperuntukkan demi segelintir orang(elit). Karena pada kenyataannya yang kuat menghabisi yang lemah, baik dengan cara halus maupun kasar.
 
Sebuah negara akan siap berdemokrasi jika rakyatnya kenyang, warêg wetengé nganti minthi-minthi, cukup sandang, pangan dan papan. Kenapa begitu? Karena orang yang sudah merasa cukup, tidak akan mau (diajak) ribut. Kegaduhan terus-menerus di negara yang konon menganut demokrasi ini dipelopori oleh orang-orang yang "lapar"(dalam tanda kutip). Karena hanya orang yang sedang mengalami kesulitan hidup, lapar, rapuh, yang mau dan mudah diprovokasi.
 
Jika perut masyarakatnya masih lapar, demokrasi akan membuahkan kerusakan, manusia akan hilang kemanusiaannya jika lapar. Yang dalam bahasa agama pun bilang; "kemiskinan akan lebih mendekatkan pada kekufuran." Karena kufur jadinya tidak mempercayai akan adanya kebaikan, bahkan pada ajaran kebaikan yang ada pada agama yang dianut sekalipun. Kebutuhan perut atau rasa lapar mampu membuat manusia menjadi serigala bagi lainnya, homo homini lupus. Ia adalah “predator puncak” dari rantai makanan dalam hampir disetiap Biom. Maka yang kuat akan memakan yang lemah.
 
Hal mendasar untuk membentuk suatu negara harus ditopang oleh lumbung pangan yang cukup salah satunya, pasar (market place) sebagai penggerak roda perekonomian, tambang-tambang untuk pemasukan kas negara, selain pembentukan pertahanan keamanan dengan membentuk pasukan setelahnya. Membangun sarana ibadah serta entertainment seperti taman-taman kota, bar dan lain-lain untuk kebutuhan batin dan mental penduduknya. Popularitas raja didalam game itu sangat menentukan, diantaranya indikator popularitas adalah tentang ketahanan pangan, pajak yang kecil dan banyaknya fasilitas, punishment yang minim, serta stabilitas hankam dari serangan kerajaan lain. Replika pembentukan negara tersebut secara sederhana bisa dilihat di dalam game Stronghold Crusaders.
 
 
Panen, lokasi desa Sanggrahan, Ngrambe Kabupaten Ngawi. Dokumentasi pribadi
 
Lalu kenapa makanan itu penting?
 
Makanan adalah salah satu kebutuhan primer. Sandang, pangan, dan papan. Food sustainibility, ketahanan pangan adalah yang memelihara kehidupan. Jika cukup makanan berarti keadaan akan damai, tenang, ayem, dan tenteram, hingga banyak hal produktif bisa dilakukan; misal pembangunan, semangat dan etos kerja yang tinggi dan akan lebih sedikit berkonflik. Sebaliknya jika kekurangan makanan, hal-hal kecil pun bisa menyebabkan percikan, konflik dan sangat bisa memicu perang. Kecukupan ketahanan pangan diistilahkan dengan "Swa-rpala", ini adalah dasar dari semua urusan, serta dasar dari kemanusian. Lihat contoh kecil dalam keluarga. Rumah tangga akan kokoh dengan ketersediaan makanan, sebaliknya, jika tak ada yang dimakan, akan ribut sepanjang hari, bahkan yang tadinya cinta mungkin bisa berubah jadi benci. Maka sering ada ungkapan; "makan itu cinta...emang kenyang?!"
 
Mesti diakui bahwa mayoritas bangsa ini miskin. Mayoritas disini tidak pernah soal jumlah. Jadi, ribut-ribut terusan apakah masalah agama? Cuman masalah minoritas dan mayoritas? Yang menguasai sumber-sumber ekonomi apakah yang mayoritas? Justru minoritas yang menguasai. Mereka menguasai segala macam kebijakan, pangan, energi, obat-obatan, transportasi, bahkan para jendral dan presiden juga mereka kuasai.
 
Maka bicara mayoritas vs minoritas dari segi jumlah itu jelas tidak produktif. Karena kontestasi powernya bukan disana ternyata. Jika bener-bener demokrasi, maka mayoritas umat Islam yang seharusnya memegang kendali atas sumber-sumber ekonomi dan kontrol politik. Faktanya tidak ada sedikitpun.
 
Hulu persoalan adalah siapapun yang menguasai ekonomi dan informasi(menentukan informasi) akan mengontrol kehidupan politik, maka dia yang akan mengontrol kehidupan masyarakat. Karena politik itu menyangkut keputusan-keputusan penting demi hajat hidup orang banyak.
 
Jadi mengurangi kemiskinan, saya pikir akan menjadi solusi perdamaian, solusi demi ketenangan, dan ketentraman warga masyarakat suatu bangsa. Maka fokus suatu pemerintahan adalah KESEJAHTERAAN RAKYAT dahulu. Memastikan rakyat cukup sandang pangan, dan papan dulu. Bukan ribut latah mengubah sistem dimirip-miripkan dengan Barat. Bagi rakyat yang masih minus dalam segala bidang, demokrasi akan memberikan hal-hal yang buruk, tidak bisa, atau belum mampu rakyat secara umum melihat banyak hal dibalik demokrasi dan kepentingan-kepentingannya, berikut dengan segala resikonya. Misal, suara dibeli...ditukar sembako yang sehari mungkin habis karena rongrongan perut yang lapar. Tapi derita mereka akibat jual beli suara itu akan berlangsung selama rezim yang dipilih berkuasa. Di berbagai era dan jaman di negeri ini orang mencari-cari alternatif yang aneh-aneh yang tidak ada konteksnya disini.
 
Indonesia punya konteksnya sendiri yang tidak ada di negara lain. Kesenjangan ekonomi itulah sesungguhnya persoalan pokok yang sedang kita hadapi, persoalan mendesak yang harus segera diselesaikan.
 
Soal pengelolaan ketahanan pangan, saya pikir Orde Baru jelas lebih baik. Lepas dari banyaknya kekurangan, apapun kondisinya saat Orba saya pikir lebih baik; ketersediaan pangan ada dan terjangkau, pekerjaan juga ada. Yang merasa dimusuhi berarti ada hal lain yang mesti diinstrospeksi. ATHG : Ancaman Tantangan Hambatan dan Gangguan berusaha dieliminasi untuk kepentingan umum rakyat banyak. Melepas yang rusak untuk memelihara yang baik agar berjalan "Normal" dan stabil. Urusan demokrasi bagi saya nomor sekian, yang penting sejahtera , rukun dan aman, sentosa, serta punya kebanggaan sebagai warga NKRI yang disegani negara lain.
 
Soal kapan sebaiknya demokrasi layak diberlakukan, ada kisah diawal Orde Baru KH Hasyim Muzadi serta aktivis-aktivis PMII lainnya menemui KH Idham Chalid, mengajaknya menuntut demokratisasi pada rezim Soeharto. Pada pertemuan itu KH Idham Chalid malah memberikan nasehat sekaligus mengungkapkan kekhawatiran pada KH Hasyim Muzadi dan kawan-kawan.
"Kita baru saja selesaikan komunis, sisanya masih panjang. Jangan diminta demokrasi pada saat yang sama. Nanti demokrasi ada waktunya sendiri. Allah menyelamatkan satu persatu tidak sekaligus, demikian menurut Imam Athoilah ( pengarang kitab Fushusul Hikam ). Biarkan pak Harto berkuasa. Setiap zaman ada orangnya dan setiap orang ada zamannya. Yang saya khawatirkan justru puluhan tahun yang akan datang kita akan menghadapi kemunafikan, dan saya takut NU tidak mampu menghadapinya karena racun terasa madu." Demikianlah...Sang Waskita KH Idham Chalid dawuh yang hingga sekarang masih relevan.
 
Tidak perlu pemilihan presiden secara langsung. Seperti tempo hari berbiaya mahal 74 triliun, wong endingnya ya begini saja. Sudah mahal, membuat masyarakat terbelah dengan proses dehumanizing yang parah. Musyawarah dan mufakat digantikan oleh Cebong dan Kampret, ada kadrun dan kutil babi. Bisa jadi para politisi itu mirip amoeba; memecah diri jadi berbagai kubu bak bersaing. Realitasnya, mereka itu oligarki alias gerombolan yang akhirnya bersatu untuk berkuasa. Di permukaan kayak musuhan, dibalik layar mereka salaman, pelukan, dan kompak bekerja dalam satu kepentingan; OLIGARKI. Yang kasihan ya masyarakat di akar rumput, sudah terlanjur cakar-cakaran, ada pertumpahan darah dalam demo di KPU, ada korban jiwa 900 orang petugas KPPS. Kenapa gak dari awal bermusyawarah untuk membuat mufakat, agar tak banyak korban jiwa dan pemborosan anggaran. Tunjuk presiden beserta wapresnya, lalu tunjuk menteri-menteri kabinetnya, tanpa harus ada kontestasi.
 
Maka beginilah demokrasi dalam keadaan miskin dan lapar. Demokrasi bisa membuat seorang penipu ulung menjadi presiden. Demokrasi juga membuat para komprador cecunguk asing bersatu dalam gedung berbentuk BH, dan demokrasi mampu membuat para koruptor bersatu di kabinet.
 
 
Kopi_kir sendirilah!(mda)
 
 
 
 

Artikel lainnya

Sehat Bersama Pemerintah Baru 52,2 Juta Warga Indonesia Dapat Cek Kesehatan Gratis