images/images-1682499877.jpg
Tokoh

Mengenal Suharto, Jendral Kesayangan Sudirman

Pulung Ciptoaji

Apr 26, 2023

1738 views

24 Comments

Save

abad.id- Sosok Suharto muda dikenal tidak banyak bicara, namun sangat bisa dipercaya jika mendapatkan tugas. Bakat kepemimpinan sudah tampak, setiap kali mendapatkan tugas selalu diselesaikan dengan baik dan tepat. Beberapa peristiwa sangat penting menjadikan Suharto menjadi sosok penentu bagi keberhasilan Bangsa Indonesia. Bagi rekan-rekan seangkatan di Yogjakarta, Suharto dikenal anak kesayangannya Panglima Besar Jendral Sudirman. Sewaktu Yogjakarta diserbu Belanda, dan Pak Dirman harus pergi ke luar kota untuk gerilya, dia minta agar Suharto tetap menjaga keamanan Jogja sebagai ibu kota negara.

 

"To kamu di sini saja. Jaga Jogja!'' katanya.

''Siap Pak,'' jawab Suharto.

"Kamu tahu risikonya To?"

"Siap Pak. Tahu. Paham,'' jawabnya. Suharto tahu itu perintah panglima dan taruhannya adalah nyawanya sendiri.

 

Setelah itu Panglima Sudirman pergi ke luar kota Yogjakarta untuk bergerilya, Suharto yang merupakan komandan teritorial wilayah (Wekhresie III) wilayah Yogjakarta dan sekitanya ditinggal. Tapi hubungan dengan Pak Dirman jalan terus. Karena sejak awal Suharto adalah kepercayaan Sudirman. Termasuk ketika Pak Dirman berkomunikasi melalui surat dengan Kartowusiryo yang berada di Jawa Barat. Wilayah itu ditinggalkan Pasukan Siliwangi yang harus pindah atau Long March ke Yogjakarta. Selanjutnya, di kemudian hari, Pak Dirman dan Sultan HB IX dan Bambang Sugeng menyusun serangan umum 1 Maret 1949. Suharto bertindak sebagai eksekutor lapangan,.

 

Seorang veteran yang kemudian menjadi maestro pelukis, Roesli, mengisahkan seusai serangan umum 1 Maret itu, Suharto memang menjadi bunga pertempuran. Roesli menceritakan terbukti kemudian risikonya bagi Suharto sangat besar, kampungnya di sebelah selatan Yogyakarta, Kemusuk, diobrak abrik. Bapaknya ditembak mati Belanda sehari setelah serangan 1 Maret  itu. Saat itu pasukan KNIL Belanda mencari cari keberadaan Suharto.

 

Peristiwa pentong lain menjelang penyerahan kedulatan oleh pihak pemerintah di Yogyakarta, lagi-lagi Suharto ditunjuk untuk membujuk Pak Dirman bersedia pulang dari gerilya. Saat itu elit di Yogyakarta tahu Panglima Besar enggan pulang ke ibu kota karena ingin merdeka secara total, bukan terus berunding.

 

Pak Dirman sudah mengangap kemenangan sudah di depan mata. Dia tahu mental tentara Belanda sudah mengalami degradasi. Suharto dan Rosihan Anwar diperintahkan menjemput pulang Pak Dirman dari gerilya. Dari kawasan Malioboro, Suharto menyetir sendiri mobil jeep bersama Rosihan ke arah Gunung Kidul dan Pacitan. Perjalanan mencari Pak Dirman sepanjang pagi sampai sore, yang diakhiri berjalan kaki cukup jauh. Mereka sempat minum air kelapa muda untuk mengobati dahaga perjalanan. Sepanjang perjalanan, Rosihan Anwar menyebut Suharto jarang bicara. “Dia memang 'kulino meneng' (orang yang terbiasa diam).'' kisah Rosihan dalam sebuah perbincangan.

 

Setelah Sudirman yang datang memakai tandu tiba di Yogjakarta, langsung disambut dengan upacara kebesaran militer di Alun Alun utara. Suharto bertindak sebagai komandan upacara. Setelah itu Pak Dirman pergi menghadap ke Istana untuk ketemu Presiden Sukarno. Keduanya bertemu dengan suasana kaku. Sudirman terlihat masih kecewa dengan sikap berunding pemerintah. Saking canggungnya pose foto pelukan Sukarno dengan Pak Dirman diulang dua kali karena dianggap tak terlalu akrab.

 

Presiden Sukarno, meminta fotografer Istana, Mendur, mengulanginya adegan itu. Maka, Soekarno kemudian bertindak layaknya pemain dan sutradara film untuk mengulang adegan pelukan itu. ''Pelukannya kurang erat. Kepala saya tak terlalu merunduk. Kita ulang pelukan ini,'' kata Soekarno.

 

Di saat menjelang akhir hayat, Pak Dirman sempat dirawat di sanatorium Pakem, Yogyakarta Utara. Kemudian, ia dipindahkan ke rumah peristirahatan di Badaan, Magelang. Sang Panglima masih terus dikunjungi berbagai tokoh untuk berdiskusi. Soedirman selalu mengikuti perkembangan politik melalui radio dan surat kabar.

 

Pertemuan terakhirnya pak Dirman dengan Perdana Menteri Republik Indonesia Serikat Abdoel Halim pada Sabtu 28 Januari 1950. Sehari setelah pertemuan itu, kondisi kesehatan Panglima Besar turun drastis. Sepanjang hari ia kritis, sampai akhirnya pada Ahad, 29 Januari, sekitar pukul 18.30, ia berpulang.  Soedirman wafat, saat Presiden Sukarno sedang dalam kunjungan ke India bersama rombongan. Yang mengambil peran memberikan pidato penghormatan dan pelepasan jenasah Bung Hatta pada malam itu juga.

 

"Inna lillahi wainna ilaihi rojiun, Dengan terperanjat dan merasa sedih kita menerima berita malam ini, bahwa Letnan Jenderal Soedirman meninggal dunia. Sungguh pun sudah lama dikhawatirkan bahwa penyakitnya tak mungkin sembuh lagi, wafatnya hari ini masih mengejutkan," ucap Bung Hatta kala itu.

 

"Saya kenal Jenderal Soedirman sebagai yang keras hati, tetap kemauan. Dalam melakukan kewajibannya ia tak pernah mengingat dirinya sendiri, malahan senantiasa berpedoman pada cita-cita negara. Demikian hebat ia mementingkan kewajibannya sehingga ia menyia-nyiakan kesehatannya. Akhirnya ia kena penyakit TBC yang menewaskan jiwanya sekarang. Sungguh pun dalam sakit ia masih sempat meninggalkan Yogya pada permulaan aksi militer kedua dan memimpin perang gerilya dari pegunungan. Jarang orang yang begitu keras hatinya dan begitu setia memenuhi kewajibannya," kata Hatta dalam pidato.

 

Prosesi pemakaman Pak Dirman berlangsung ramai. Di seluruh pelosok dikibarkan bendera Merah Putih setengah tiang. Dari Magelang, jenazah Soedirman dibawa ke Yogyakarta dikawal 4 tank, 8 truk berisi prajurit, dan 80 mobil rombongan. Sepanjang jalan, warga memberikan penghormatan terakhirnya kepada putra Banyumas ini.

 

Senin siang, konvoi tiba di Masjid Besar Kauman. Peti sukar masuk karena ribuan orang memenuhi masjid hingga ke halaman. Semua ingin menshalatkan jenazah Soedirman. Bagi warga Muhammadiyah Kauman, Soedirman sosok yang akrab sekali. Sejak kecil, Soedirman sudah bersentuhan dengan warga Muhammadiyah dan aktif berorganisasi.

 

Dari Masjid Kauman, jenazah Soedirman dibawa ke Taman Makam Pahlawan Kusumanegara. Digambarkan, konvoi peti jenazah Soedirman berjalan amat pelan karena saking banyaknya rakyat yang menyertai ke taman makam. Pak Dirman di makamkan dengan upacara kebesaran mililter di Taman Makam Pahlawan Semaki. Lagi-lagi peran kunci  Suharto yang bertindak sebagai komandan upacara. (pul)

 

 

 

Artikel lainnya

Sehat Bersama Pemerintah Baru 52,2 Juta Warga Indonesia Dapat Cek Kesehatan Gratis

Mahardika Adidaya

Oct 24, 2024

Salah Langkah Kebijakan Pangkas Nilai Tambah Ekonomi Hilirisasi Nikel

Author Abad

Jul 15, 2024

Surabaya Kuna dan Surabaya Baru

Malika D. Ana

Feb 16, 2023

Debat Sengit Wong Blitar Memaksa Merdeka Sekarang