Jejak Kegagalan Tartar di Jawa
Penulis : Nanang Purwono
Serdadu Tartar yang kuat dan besar memasuki Nusantara akhir abad 13. Di bawah kekuasaan Kaisar Kubilai Khan, mereka hendak memperluas kekuasaannya ke wilayah Nusantara.
Upaya memperluas kekuasaan itu sebagai kelanjutan dari keberhasilan mereka dalam menaklukkan wilayah Asia Tengah, Persia dan Eropa. Tentaranya terbilang tangguh. Mereka siap berada di segala medan dan musim. Tidak hanya di hutan hutan tropis, di gurun pasir yang panas dan tandus hingga di wilayah bersalju yang dingin menusuk tulang telah dijajaginya.
Kawasan berikutnya adalah Nusantara. Mereka pun sudi berangkat mengarungi samudra luas demi penguasaan Nusantara.
Awal kedatangan mereka, 1289, didahului dengan pengiriman utusan untuk menemui penguasa Jawa, Prabu Kertanegara. Prabu Kertanegara adalah raja terakhir dari Kerajaan Singasari, yang sudah memimpikan upaya penyatuan Nusantara.
Kitab Negarakertagama menuliskan bahwa Prabu Kertanegara telah menguasai Jawa, Sunda dan Madura. Bahkan Ia pernah mengirim ekspedisi militer ke Malayu, ekspedisi Pamalayu, untuk menguasai Pahang di Semenanjung Melayu.
Ternyata, kepemimpinan Kertanegara ini terdengar hingga Mongol dan ini memancing penguasa Mongol, yaitu Khubilai Khan untuk mengirim utusan ke Singhasari. Tujuannya meminta sang Kertanegara untuk mengakui kekuasan Kubilai Khan. Apalagi dari utusan Mongol ini menunjukkan adanya gelagat untuk menguasai Jawa.
Keinginan Khubilai Khan pun ditolak. Raja Kertanegara, yang sadar akan keagungannya dan kekuasannya, tidak sudi menyerah Jawa. Sebagai jawaban atas keinginan Kubilai Khan adalah Kertanegara memotong salah satu kuping sang utusan. Oleh Kubilai Khan, sikap Kertanegara ini dianggap sebagai tawaran perang.
Kaisar marah. Setelah persiapan matang, pada 27 Februari 1292, Kaisar mengeluarkan perintah untuk menyerang Jawa dalam sebuah ekspedisi yang bernama Ekspedisi Jawa (Journal El Sevier: Archeological Research In Asia – 2022 - “Mongol fleet on the way to Java: First archaeological remains from the Karimata Strait in Indonesia”)
Persiapan untuk ekspedisi semakin dimatangkan, yang pada akhirnya, mereka berangkat dari Quangzu menuju Jawa pada tahun Zhinyuan 29, bulan ke-12, hari ke-14 atau 22 Januari 1293
Adapun rute perjalanan mereka ke Quangzu Campa (Vietnam), Pulau Serutu (Karimata, wilayah Kalimantan Barat), Pulau Gelam (Karimata), Pulau Karimun Jawa, lalu mendarat di Tuban, Pulau Jawa.
Tercatat mereka bersandar di pelabuhan Tuban pada 22 Maret 1293. Kedatangan pasukan Tartar ini dipimpin oleh tiga jenderal yang terdiri dari Ike Mese, Shi Bi, dan Gao Xing.
Menurut Yuan Literature (vol 41) bahwa ada 1.000 kapal, 20.000 tentara dengan persedian makanan untuk selama 1 tahun. Semua disediakan oleh Kaisar.
Sementara menurut Prasasti Pasir dan Kapal yang ditemukan di Pulau Suruan di Kepulauan Karimata, di sana terpahat ada 500 kapal.
Sejak itu, Tuban, 22 Maret 1293, mereka menuju ke Kutaraja di mana Kertanegara berada. Mereka terbagi dalam tiga rombongan dan masing masing dipimpin oleh seorang jendral. Bahkan rute perjalanan menuju Kutaraja pun berbeda beda. Jendral Shi Bi dengan pasukannya menuju target lokasi melalui jalur laut. Jendral Ike Mese melalui jalur darat. Pun demikian dengan Jendral Gao Xing, yang juga melalui jalur darat.
Namun mereka bertemu di satu titik yang sama sebelum menuju ke target lokasi. Titik pertemuan ini bernama Pat Shih Kan.
Nama Pat Shih Kan ini menurut buku Hari Jadi Kota Surabaya (1975) adalah Pacekan di kawasan sungai Jagir dan pada 1293 dikabarkan dalam buku Eerwerd Eenstad Geboren (Von Faber 1953) bahwa melalui kali Jagir ini lah kapal-kapal itu masuk.
Perubahan Politik
Pasukan Tartar ketika tiba di Jawa, mereka tidak tau bahwa sudah ada perubahan politik dan kekuasaan. Kertanegara yang menjadi target hukuman sudah wafat karena dibunuh Jayakatwang dari Kediri. Kekuasaan pun telah beralih dari Singasari ke Kediri. Penguasanya tidak lagi Kertanegara, tapi Jayakatwang.
Sementara Raden Wijaya, menantu Kertanegara, yang menaruh dendam kepada Jayakatwang, memanfaatkan kekuatan besar dari Mongol untuk menghancurkan Jayakatwang. Raden Wijaya tau bahwa Tartar akan datang.
Raden Wijaya menyadari bahwa Ia dan prajuritnya tidak mungkin melawan kekuatan Jayakatwang yang lebih besar secara langsung. Karenanya ia memanfaatkan kekuatan Tartar untuk melawan Jayakatwang.
Untuk itu Ia bermaksud menemui kedatangan Tartar yang melewati alas Trik untuk menentukan strategi menghancurkan Jayakatwang. Strategi ini sebagaimana diarahkan oleh Arya Wiraraja kepada Raden Wijaya dalam upaya mengalahkan Jayakatwang. Yaitu “bersekutu” dalam melawan Jayakatwang.
Strategi ini juga yang digunakan Raden Wijaya dalam upaya mengalahkan kekuatan besar Tartar sehingga pada akhirnya Raden Wijaya mendapatkan kemenangan ganda: bisa “mengalahkan” Jayakatwang dan melumpuhkan Tartar.
Ketika Raden Wijaya kali pertama menemui pimpinan militer Tartar, secara politis dan diplomatis disampaikan, bahwa kekuasaan pulau Jawa sudah berada di tangan Jayakatwang. Bukan lagi di Kertanegara. Jika Kubilai Khan hendak menguasai Jawa, maka targetnya harus menghancurkan Jayakatwang di Kediri.
Diduga serdadu Tartar ini ditemui di sekitar alas Trik, yang berada tidak jauh dari sungai Brantas yang menjadi alur dan jalur menuju pedalaman. Alas Trik adalah lokasi yang disarankan oleh Arya Wiraraja kepada Raden Wijaya untuk permukiman baru.
Diduga dari sanalah “persekutuan” serdadu Tartar dan prajurit Raden Wijaya bergerak menuju Kediri dengan menyusuri Kali Brantas. Di Kediri, Jayakatwang tidak menduga serangan mendadak ini dan tewaslah Jayakatwang berikut prajutirnya.
Atas kemenangan itu, perjamuan dan pesta kemenangan digelar untuk pasukan Tartar. Di tengah tengah pesta pora yang memabukkan itulah, pasukan Tartar mendapat serangan dari prajurit Raden Wijaya. Singkat cerita, serdadu Tartar porak poranda dan menyerah kalah.
Atas kekalahan itu, mereka meninggalkan pulau Jawa. Tercatat bahwa mereka hengkang dari pulau Jawa pada tahun Shinyuan 30, bulan ke 4, hari ke 24 atau tepat pada 31 Mei 1293.
Sepeninggal tentara Tartar ini, maka berdirilah kerajaan baru di bawah Raden Wijaya, yang bernama Kerajaan Majapahit. Karenanya awal Kerajaan Majapahit bertempat di desa Trik (Tarik), Kabupaten Sidoarjo, pada 1293.
Meninggalkan Jawa
Desa Trik letaknya persis di tepian sungai Brantas atau tepatnya di kawasan delta percabangan Brantas dan Kali Surabaya. Dari sana, aliran sungai Brantas ke arah timur langsung menuju muara di selat Madura. Diduga jalur sungai inilah yang menjadi alur masuk dan keluarnya Tartar ke dan dari pedalaman Jawa. Yakni Kediri.
Ketika Tartar hengkang meninggalkan Jawa, mereka tentu mencari jalan tercepat untuk segera meninggalkan pulau Jawa. Jalan tercepat adalah jalur sungai (Brantas) yang langsung terkoneksi dengan lautan. Jalur inilah yang dilewati Shi Bi ketika masuk pedalaman Jawa.
Sementara jalur darat, yang ketika dilewati Ike Mese dan Gao Xing untuk masuk Jawa dan menuju titik kumpul sebelum menuju ke pedalaman pulau Jawa, secara logis tidak lagi dilewati karena jalannya rumit dan lama.
Jalur sungai, yang dilewati Tartar dalam ekspedisi Jawanya, untuk meninggalkan pedalaman Jawa, menurut Von Faber, adalah Kali Surabaya yang melewati wilayah Surabaya sekarang. Hipotesa ini dirasa tidak mungkin. Karena berdasarkan peta kuno tahun 1706, sungai Jagir yang menuju ke arah timur belum ada. Alur sungai baru ada di abad 19. Terbukti dari peta tahun 1865, sungai Jagir baru terlihat.
Ketika sungai Jagir dikabarkan sudah ada pada 1293 seperti tertulis di buku Eerwerd Eenstad Geboren (1953) oleh Von Faber, kiranya informasi ini tidak lah logis. Isi buku ini diduga menjadi sumber dari buku Hari Jadi Kota Surabaya (1975) yang dikeluarkan Pemerintah Kota Surabaya.
Padahal dalam peta 1706, sungai jagir belumlah ada. Sungai ini baru ada di abad 19 sebagai upaya untuk mengatasi banjir di Surabaya. Karenanya pintu air jagir disebut sebagai pintu untuk kontrol banjir.
Jadi kurang lah masuk akal jika kali Jagir adalah jalan keluar serdadu Tartar pada 31 Mei 1293 ketika meninggalkan pulau Jawa yang kemudian dijadikan tolok ukur hari jadi kota Surabaya. Alasannya bahwa pada tahun tersebut belum ada kali Jagir. Pada peta 1706 saja kali Jagir belum ada.
Jejak Tartar
Adakah jejak Tartar di Jawa? Hingga kini belum diketemukan benda atau struktur yang mengacu pada peninggalan Mongol. Tapi fragmentasi guci dan benda benda produk Tiongkok banyak ditemui di Jawa, di era Majapahit.
Tidak hanya fragmentasi dan benda benda karya Tiongkok, tapi juga ada patung patung boneka yang menggambarkan aneka orang asing yang salah satunya adalah patung yang menggambarkan orang ernis China. Apakah itu penggambaran orang Mongol? Belum ada beritanya.
Namun, di pulau Suruan dan pulau Gelam di kepulauan Karimata, wilayah propinsi Kalimantan Barat, baru baru ini ditemukan prasasti peningkatan tentara Mongol.
Dalam Journal El Sevier: Archeological Research In Asia – 2022- Mongol fleet on the way to Java: First archaeological remains from the Karimata Strait in Indonesia, diberitakan bahwa di Dusun Serutu terdapat bukti kuat berupa prasasti tentang keberadaan tentara Tar Tar yang pernah singgah di kawasan tersebut.
Prasasti itu berbentuk batu yang bertuliskan huruf Cina. Dari hasil terjemahan Peneliti Balai Arkeologi Banjarmasin, Imam Hindarto, terjemahan itu berbunyi: “500 kapal, tahun Shiyuan 30, bulan pertama, hari ke 18, parkir disini, 10 hari berlalu, akan menaklukkan Raja Jawa, menulis pada batu berdiri, untuk memperingati perulangan kemenangan Tugu Copper”.
Melihat isi prasasti yang ditulis sebum masuk pulau Jawa, sepertinya Tartar sudah over confidence atas kemenangannya di pulau Jawa. Tapi ternyata tidak. Mereka boleh menang di perang perang besar dan bergensi di Eropa dan Asia. Tapi tidak di Jawa. (nng)