images/images-1665395416.jpg
Sejarah
Data

Menguji Wibawa Sukarno di Pertempuran 10 November

Author Abad

Oct 10, 2022

468 views

24 Comments

Save

Penulis : Pulung Ciptoaji

 

Surabaya, Palagan 10 November 1945 di Surabaya yang terjadi 77 tahun silam, dikenang sebagai Hari Pahlawan. Dalam literatur Indonesia, peritiwa itu menjai penting dan menguji pertaa kalinya kewibawaan Sukarno sebagai presiden. Dalam otobiografinya Sukarno, mengistilahkan masa bersiap. Dilukiskan sebagai suatu masa kepahlawanan dalam revolusi nasional. Maksud masa bersiap itu, mereka yang bergerak tanpa arah, penuh penjarahan, pemerkosaan dan pembunuhan-pembunuhan liar secara keji. Targetnya mereka yang dianggap musuh yaitu kaum Belanda dan indo keturunan. Bahkan penduduk China yang dianggap prokolonial menjadi target sasaran masa bersiap tersebut.

 

Saat itulah, peran Sukarno yang baru saja ditunjuk sebagai presiden dituntut untuk merubah keadaan dan ketertiban. Saat masa bersiap itu, Sukarno berkali kali mengingatkan tentang siapa kawan dan siapa lawan. Sebab dalam keyakinan Sukarno, musuh terbesar masih belum datang, sementara kekuatan kelompok revolusi harus dihemat. Kegagalan paling tampak saat menenangkan masa yang sedang marah di Surabaya.

 

Saat itu Mountbarren jendral asal Inggris memutuskan untuk menempatkan pasukan di kota-kota besar Indonesia, yaitu Surabaya, Palebang, Semarang Medan dan Jakarta. Namun kehadiran pasukan Inggris yang hendak melakukan kegiatan pelucutan pasukan Jepang itu dikira bentuk penjajahan baru. Terbukti revolusi sosial terjadi di Surabaya dengan munculnya  insiden bendera di Hotel Yamato. rakyat Surabaya semakin yakin, kehadiran tentara Inggris ini juga membonceng kompeni Belanda yang siap masuk menjajah kembali indonesia.

 

Para pemuda Surabaya yang sejak awal Oktober 1945 menguasai persentaan milik tentara Jepang, semakin percaya diri untuk menyerang tentara Inggris. Beberapa insiden letupan senjata terjadi di beberapa tempat. Pemuda Surabaya pantang mundur berhasil memukul mundur tentara Inggris hingga di tepi pelabuhan.

 

Tanggal 25 Oktober 1945 brigade ke 49 yang sebagian besar pasukan Gurka India tiba di Surabaya. Tentara Inggris ini di pimpin Brigadir Jendral Mallaby. Total kekuatan 4 ribu tentara dengan alat tempur. Moestopo seorang dokter gigi yang menjadi komandan tentara republik di Surabaya sangat berambisi mengusir kedatangan tentara Inggris ini. Namun Sukarno membujuknya melalui sambungan telpon, dengan mengatakan tentara Inggris bukan lawan.

 

Tanggal 27 Oktober situasi masih tenang. Memang masih ada kepulan asap dan puing puing bangunan sisa serangan. Pagi itu tiba-tiba warga Surabaya digemparkan dengan pamfelt yang dijatuhkan dari pesawat. Isinya mewajibkan penduduk kota meletakan senjata dan tidak ada perlawanan. Konon aksi pesawat pembawa pamlet ini tanpa diketahui Jendral Mallaby. Aksi ini tentu membuat amarah arek-arek Suroboyo semakin tidak bisa menahan diri. Radio pemberontak yang bergerak dibawah tanah pimpinan pemuda Sutomo ( Bung Tomo) berkali-kali menyampaikan peristiwa ini sangat menyinggung dan tidak sopan.  Bung tomo semakin yakin, bahwa aksi penyebaran pamlet ini ulah NICA, lembaga bentukan Belanda yang membonceng tentara Inggris. Saat itu juga, aksi anarkis semakin mengganas.

 

Dalam berbagai literatur, aksi pemuda Surabaya sangat nekat. Mereka mengepung pos pasukan Inggris dimanapun tempatnya. Setiap kali kendaraan militer yang lewat selalu diganggu. Bahkan seluruh penumpang dibunuh dan isinya dijarah. Mallaby melawan aksi massa itu dengan membagi pasukan beberapa peleton sebelum masuk kota. Namun belum jauh bergerak, pasukan dihadang oleh BKR dan pemuda dengan perang terbuka. Mereka saling menembak. Bagi tentara Inggris yang kehabisan peluru harus siap tewas dikepung massa. Tentara Inggris yang menang pertempuran di Asia Pasifik menganggap peristiwa yang mengerikan seperti “telah menggangu sarang tawon”

 

 

Tentara Inggris yang berlarian akhirnya terpojok di lima gedung kawasan Jembatan Merah. Mereka harus siap mati karena gedung-gedung itu dikepung pemuda Surabaya. Mallaby yang takut pasukannya terbunuh melapor kejadian itu ke Christion di Jakarta. Christion segera melapor ke Sukarno untuk meminta aksi brutal pemuda ini dihentikan. Sukarno diminta untuk menuju Surabaya untuk menunjukan kewibawaaannya sebagai presiden di negara baru ke tengah rakyatnya. Siang hari itu juga tanggal 28 Oktober, Sukarno bersama Hatta dan Menteri Amir Sjarifoenddin terbang ke Surabaya.

 

Lagi lagi kewibawaan Sukarno harus diuji sejak di dalam pesawat. Saat roda masih menggelinding dan baru mendarat di Lapangan Terbang Kemayoran, sudah terdengar ledakan dan tembakan. Hujan peluru itu menerjang sayap pesawat, hingga nyaris diputuskan hendak terbang lagi oleh sang pilot. Sukarno segera keluar dari pintu pesawat sambil melambaikan bendera merah putih. Tembakan langsung terhenti. Satu persatu tampak para pemuda keluar dari tempatnya dan berjalan mendekati Bung Karno. Mereka sorak sorai melihat sang pemimpinnya menyapa.

 

Sukarno segera pindah ke mobil jip untuk membawa ke kota. Seorang tentara Inggris yang hendak mengawal justru ditodong oleh seorang pemuda dengan bambu runcing. Beruntung aksi liar di hadapan Hatta ini bisa dicegah. Setelah itu, jip bergerak diiringi para pemuda yang berlarian di samping kiri kanan jip. Rombongan sudah ditunggu Gubenur Jatim R Suryo. Perundingan hingga pukul 16.00 Wib sore dengan hasil kesepakatan penghentian tembak menembak. Malam harinya, Sukarno Hatta dan Menteri Amir Sjarifoeddin menginap di Gedung Negara Grahadi.

 

Keesokan harinya tanggal 29 Oktober, Menteri Amir Sjarifoeddin mengundang tokoh tokoh pemuda Moestopo untuk berunding. Saat itu Hatta meminta pertanggungjawaban ke Moestopo terkait aksi tembak menembak. Namun dijawab bahwa “lebih baik mati berdiri daripada dijajah kembali,”. Jawaban ini tentu tidak memuaskan Hatta. Kemudian Hatta bertanya kepada Sukarno, apa yang harus dilaukan dengan estrimis ini. Maka diputuskan bahwa Moestopo diangkat menjadi jendral namun langsung pensiun saat itu juga.

 

Rombongan menggelar makan malam di serambi Gedung Negara Grahadi. Serambi tersebut menghadap ke sungai, dan diseberangnya sebuah taman. Awalnya suasana sangat tenang. Namun tiba-tiba bagian rumah tangga Gedung negara Grahadi berteriak gaduh. Sebab para undangan dikejutkan dengan penemuan beberapa mayat tentara gurka yang terpenggal kepalanya mengambang di Kali Mas. Tentu saja, pemandangan tidak lajim bagi Sukarno Hatta yang selalu berjuang dengan politik gerakan dan organisasi, kini bertemu langsung dengan perjuangan aksi anarki. Makan malam itu berakhir akibat teror mayat dan dilanjutkan dengan aksi bersih bersih.

 

Sukarno berusaha menenangkan massa yang agresif menolak kehadiran sekutu di Surabaya. Foto.net

 

Keesokan harinya tanggal 30 Oktober, Hawthorn tiba di Surabaya dan bertemu dengan Mallaby, Sukarno Hatta dan menteri Amir. Sukarno punya syarat bahwa pertemuan ini harus menghadirkan para pemimpin wilayah dan pemuda. Maka pertemuan digelar di kantor Gubernuran Jalan pasar besar. Hadir pemimpin wilayah Gubernur Suryo, Residen Sudirman serta Pemuda Roslan Abdulgani yang menjadi penghubung dengan pihak Inggris. Pertemuan berlangsung selama 2 jam, membahas garis wilayah tentara Inggris mulai pesisir pelabuhan dan Pemukiman Darmo. Alasan Kawasan Darmo dibahas, sebab banyak ditempati orang-orang eropa dan menjadi tempat perlindungan terakhir selama masa Pemerintahan Jepang. Selain itu juga disepakati peran BKR yang difungsikan sebagaai polisi kota yang menjaga ketertiban dan keamanan.

 

Selesai perundingan, siang hari itu juga Sukarno Hatta dan Amir bertolak menuju lapangan terbang Kemayoran. Namun Sukarno merasa masih terbayang kengerian selama santap malam di Gedung Negara Grahadi. Sukarno minta pengawalan ketat menuju lapangan terbang. Selama perjalanan, mobil rombongan dikawal tentara republik agar tidak ada sabotase hingga para pemimpin bertolak ke Jakarta.

 

 

Dalam autobiografinya Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat, sang proklamator, Presiden Soekarno, punya kesan mendalam dengan kekacauan di Surabaya. Kekacauan terjadi karena rakyat Surabaya menolak kedatangan tentara Belanda yang ikut dalam rombongan tentara Inggris.

 

"Di setiap penjuru jalan terjadi perkelahian hebat satu lawan satu. Mayat bergelimpangan di mana-mana," tutur Soekarno.

 

"Aku berkeliling ke seluruh penjuru di mana saja pahlwan-pahlawan muda kami berada dan berbicara berhadap-hadapan muka dengan mereka. Masing-masing (dari mereka) memegang senjata dengan laras terisi dan tidak terkunci," kata Bung Karno.

 

"Seorang pemuda berumur kira-kira 16 tahun berdiri di dekatku, memegang senapannya tegak lurus dan menampung setiap kata yang keluar dari mulutku. Ketika aku mengatakan sesuatu, semangatnya meluap, dan Dor! Senapan terkutuk itu meletus tepat di belakang telingaku," ujar Soekarno.

 

 

Upaya Damai Gagal, Mallaby Justru Terbunuh

 

Upaya Soekarno dalam menenangkan rakyat Surabaya tak berbuah manis. Situasi justru kian panas. Bermula saat sekembalinya rombomgan Sukarno ke Jakarta, staf Brigjen Mallaby bermaksud membebaskan anggotanya yang sedang terjebak di  5 gedung. Kepada massa yang mengepung, staf ini meyakinkan telah terjadi gencatan senjata dan tidak ada lagi aksi tembak menembak. Namun beberapa orang yang mengepung gedung Internatio itu tidak menghiraukan amanat hasil genjatan senjata.

 

Bersama beberapa staf tentara Inggris dan para pemimpin wilayah, mendatangi Willemsplein. Tiba Willemsplein beberapa pemuda berusaha melucuti senjata rombongan. Orang-orang itu tidak mengijinkan Mallaby memasuki gedung, karena takut kehilangan sandra berharga yang melindungi tembakan dari dalam gedung. Kemudian Mallaby berseru dan memerintahkan komandan batalyon yang ada di dalam gedung untuk keluar karena situasi telah aman. Setelah menunggu beberapa saat, Hanya salah satu ajudan Kapten Shaw yang dipernbolehkan masuk ke gedung untuk menemui Mayor Venu K Gopal. Sementara dua orang Indonesia lain berdiri dekat mobil Mallaby untuk menjelaskan ke massa bahwa situasi sudah aman dan telah terjadi genjatan senjata.

 

Brigadir Jendral Mallaby

 

Saat Mallaby beserta Kapten Smith dan Laughland memasuki mobil yang terpakir di pinggir kali, mereka melihat beberapa pemuda menenteng senapan mesin mencoba memasuki gedung internastio. Mayor Gopal tengah berjalan keluar gedung merasa curiga dan merasa tidak aman. Segara menjawab kehadiran dua pemuda itu dengan tembakan dari dalam gedung. Tiga orang pemuda indonesia yang sebelumnya berada di sekitar mobil memilih tiarap.

 

Saat itu juga muncul tembakan yang saling saut menyaut. Sesaat Ketika tembakan mereda, Mallaby yang sebelumnya tiarap di lantai kembali duduk  di mobil dan berbicara dengan pemuda yang bersembunyi di sekitar mobilnya. Sementara 2 periwira lainnya masih tiarap bersembunyi di lantai mobil. Melihat situasi lengah, sebuah peluru yang tidak jelas asalnya tiba-tiba menembus kepala sang Jendral. Ada darah keluar dari pimpinannya. Kapten Smith  yang berada di lantai mobil berusaha melakukan perlawanan dengan melempar granat bagi penyerang di luar mobil. Namun gerakan sangat lambat, sehingga 2 pemuda tersebut bisa menghindar. Sementara granat yang terlempar dari jendela itu justru jatuh di bawah kolong dan meledak dan menghancurkan seluruh isi penumpangnya. (pul)

 

Artikel lainnya

Reruntuhan St Paul's College Makau Sangat Memukau

Pulung Ciptoaji

Dec 27, 2022

Surabaya Sambut Kapal Pesiar MS Viking Mars

Author Abad

Dec 20, 2022

Jugun Ianfu Dipaksa Melayani Seks 10 Orang Sehari

Malika D. Ana

Nov 12, 2022

Peringatan Hari Pahlawan Tonggak Inspirasi Pembangunan Masa Depan

Malika D. Ana

Nov 12, 2022

Banjir di Gorontalo Cukup Diserahkan ke BOW

Author Abad

Oct 30, 2022

Dari Kolaborasi ke Nominasi

Author Abad

Oct 26, 2022