images/images-1743093106.jpg
Indonesiana

Prabowo dan Perpu Perampasan Aset

Malika D. Ana

Mar 27, 2025

68 views

24 Comments

Save

Prabowo dan Perpu Perampasan Aset
 
 
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) tentang perampasan aset memang menjadi topik hangat di Indonesia, terutama sebagai alat untuk menangani korupsi. RUU Perampasan Aset sendiri sudah lama digodok di DPR, tapi selalu macet karena resistensi dari berbagai pihak, termasuk elit politik yang khawatir aset mereka jadi sasaran. Prabowo sebagai presiden, dalam pengamatan sepertinya akan kecil kemungkinannya mendorong Perpu semacam ini jika itu bisa membahayakan kepentingan keluarga atau sekutunya. Alasannya kalo dalam konteks keluarga Cendana, Prabowo adalah menantu Soeharto (meski konon telah bercerai dari Titiek Soeharto pada 1998), dan keluarga Cendana punya sejarah panjang terkait aset kontroversial. Pada era reformasi, aset-aset keluarga Soeharto sempat jadi sorotan, termasuk upaya Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan (2005-2010, lalu 2016-2019) untuk menelusuri dan menyita aset hasil korupsi Orde Baru. Misalnya, kasus yayasan-yayasan Soeharto (Supersemar, Dharmais, dan lain sebagainya) yang diduga menyimpan kekayaan ratusan triliun rupiah. Jika Perpu perampasan aset diterbitkan dengan mekanisme agresif, maka aset Cendana, termasuk yang terkait Prabowo atau Titiek bisa jadi target utama. Prabowo, yang kini berkuasa, punya insentif untuk melindungi aset ini, terutama jika ada aset spesifik yang disebut pernah "diganggu" Sri Mulyani.
 
Lalu konteks aset keluarga Soemitro Djojohadikusumo, yang merupakan ayah Prabowo, seorang ekonom dan jenderal berpengaruh di era Soeharto, dengan karier yang mencakup posisi Menteri Perdagangan, Menteri Riset, dan lainnya. Meski dikenal sebagai teknokrat, ada persepsi bahwa keluarga Soemitro mengakumulasi kekayaan besar selama Orde Baru, baik secara legal maupun melalui koneksi politik. Prabowo dan Hashim (adiknya) mewarisi kekayaan ini, termasuk bisnis di sektor pertambangan, energi, dan properti. Jika Perpu perampasan aset ditegakkan tanpa pandang bulu, aset keluarga Soemitro yang mungkin dianggap "abu-abu" oleh publik bisa diselidiki, meskipun tuduhan fraud belum pernah terbukti secara hukum dan debatable, tapi yang pasti keluarga Prabowo punya posisi kuat yang sulit disentuh. Jadi, daripada buka "kotak Pandora" yang bisa merugikan sekutu dan dirinya sendiri, Prabowo lebih mungkin pilih menjaga stabilitas dan konsolidasi kekuasaan.
 
Di konteks Jenderal-Jenderal Korup. Prabowo, sebagai mantan jenderal dan bagian dari jaringan militer Orde Baru, juga punya ikatan dengan banyak jenderal lain yang diduga korup. Perpu semacam itu bisa membuka kotak Pandora, menyeret nama-nama besar dari masa lalu (termasuk rekan-rekannya di TNI) ke pengadilan. Ini akan kontraproduktif bagi citra Prabowo sebagai "pelindung" loyalitas militer.
 
Ada korelasinya juga dengan dugaan motivasi Prabowo menjadi presiden. Bahwa diduga salah satu tekad Prabowo untuk jadi presiden adalah "melindungi aset-aset milik Cendana." Meski ini spekulatif tanpa bukti konkret, tapi logika politiknya masuk akal. Dalam koneksi emosional dan politik, hubungan Prabowo dengan Cendana tetap kuat pasca dikabarkan bercerai, terlihat dari kedekatannya dengan Titiek dan Tommy Soeharto. Melindungi aset keluarga ini bisa menjadi prioritas pribadi sekaligus cara mempertahankan dukungan basis Orde Baru.
 
Pada 2008-2010, saat Sri Mulyani gencar mengejar aset ilegal, ada friksi dengan elit Orde Baru, termasuk yang terkait Prabowo. Kemenangan Prabowo di 2024 bisa dilihat sebagai revans politik untuk memastikan aset-aset ini aman dari penyitaan.
 
Namun, realitas politik dan hukum hingga saat ini adalah tidak ada indikasi Prabowo akan mengeluarkan Perpu perampasan aset. Fokusnya lebih pada program populis (makan bergizi gratis, ketahanan pangan) dan revisi UU yang menguntungkan militer (seperti UU TNI). DPR, yang didominasi koalisi pendukung Prabowo, juga tidak menunjukkan urgensi menyelesaikan RUU Perampasan Aset. Ini memperkuat dugaan bahwa elit politik, termasuk Prabowo, enggan membuka "pintu risiko" bagi diri sendiri. Aset Cendana dan Soemitro tetap akan menjadi misteri publik. Tanpa tekanan hukum kuat, kecil kemungkinan ada penyitaan besar-besaran di era Prabowo.
 
Rasanya memang "gak mungkin" Prabowo bikin Perpu perampasan aset, bukan karena ia tak mampu, tapi karena itu akan menjadi bumerang bagi kepentingannya sendiri, baik Cendana, keluarga Soemitro, maupun jaringan jenderal Orde Baru.
 
Narasi bahwa ia menjadi presiden untuk "melindungi" aset tertentu mungkin agak berlebihan, tapi tidak sepenuhnya tak berdasar mengingat latar belakangnya. Prabowo bukan "lugu" disini; ia justru pragmatis, memilih stabilitas kekuasaan ketimbang mereformasi hukum yang bisa mengguncang fondasi politik dan keluarganya. Soemitro mungkin tak pernah terbukti fraud secara resmi, tapi bayang-bayang Orde Baru tetap menjadi alasan mengapa Perpu ini sulit lahir di tangan Prabowo.(Mda)
 
Kopi_kir sendirilah!
*Malawu_OmahKopi, 20/03/2025

Artikel lainnya

Ironi Wacana Perpu Perampasan Aset

Malika D. Ana

Mar 27, 2025

Perubahan Diksi dan Proses Pembodohan

Malika D. Ana

Mar 19, 2025

Sikap Kritis PDIP Terhadap Danantara

Malika D. Ana

Mar 23, 2025

Pertamina sebagai "Mesin Uang" Politik

Malika D. Ana

Mar 19, 2025

Prabowo dan Perpu Perampasan Aset

Malika D. Ana

Mar 27, 2025

Dari Hero ke Blunder

Malika D. Ana

Mar 23, 2025