images/images-1742742336.jpg
Data
Indonesiana

Langkah Konsolidasi PS dan Dampaknya

Malika D. Ana

Mar 23, 2025

45 views

24 Comments

Save

Langkah Konsolidasi PS dan Dampaknya
 
 
Rangkaian peristiwa yang terjadi dengan langkah-langkah konsolidasi yang dilakukan oleh PS (yang saya asumsikan sebagai figur sentral), menunjukkan sebuah strategi politik dan ekonomi yang sangat terencana dan bertujuan untuk memperkuat cengkeraman kekuasaan, sekaligus menata ulang struktur ekonomi dan sosial di Indonesia.
Jika dibreakdown dengan sudut pandang yang kritis dan realistis begini :
 
1. Konsolidasi dengan Kepala Angkatan TNI
Langkah pertama mengundang kepala-kepala angkatan TNI menunjukkan prioritas untuk memastikan loyalitas dan dukungan militer. Ini adalah langkah klasik dalam politik kekuasaan, bahwa militer adalah tulang punggung stabilitas rezim, terutama di negara seperti Indonesia yang memiliki sejarah panjang keterlibatan militer dalam politik. Dengan pembekalan TNI aktif untuk masuk ke jabatan-jabatan strategis di BUMN, khususnya perwira yang punya pasukan di lapangan. Hal ini bisa diartikan sebagai upaya untuk memperluas pengaruh militer ke sektor ekonomi negara. Namun, ada resiko besar pencampuran peran militer dalam urusan sipil bisa mengarah kepada konflik kepentingan, penyalahgunaan wewenang, atau bahkan resistensi dari masyarakat sipil yang sensitif terhadap isu Dwifungsi ABRI yang pernah menjadi polemik dimasa lalu.
 
2. Konsolidasi dengan Koalisi Politik dan Pertemuan dengan Erdogan.
Mengundang ketua umum koalisi KIM (Koalisi Indonesia Maju) dan makan bersama tokoh internasional seperti Erdogan adalah langkah untuk memperkuat basis politik domestik sekaligus menunjukkan legitimasi internasional. KIM, sebagai koalisi pendukung pemerintah, perlu dijaga solidaritasnya agar tidak ada celah bagi perpecahan. Sementara itu, kehadiran Erdogan, seorang pemimpin yang dikenal otoriter tapi punya pengaruh di dunia Islam bisa menjadi sinyal bahwa PS ingin menonjolkan citra religius atau mencari dukungan geopolitik di tengah dinamika politik global. Namun, ini juga bisa menjadi pisau bermata dua; Erdogan punya reputasi kontroversial, dan aliansi ini bisa memicu kritik dari dalam negeri, terutama dari kelompok yang pro-demokrasi atau kelompok yang anti-otoritarianisme.
 
3. Konsolidasi dengan Pemred Media Massa.
Mengundang pemimpin redaksi media massa adalah langkah untuk mengendalikan narasi publik. Ditengah munculnya kasus-kasus mega korupsi yang diungkap ke permukaan, kontrol atas media menjadi krusial untuk membentuk persepsi masyarakat. Jika media bisa “diatur” untuk menyoroti sisi positif pemerintah (misalnya pembentukan Danantara atau Kopdes Merah-Putih) sambil meredam dampak negatif dari skandal korupsi, maka posisi PS akan lebih aman. Tapi, di era media sosial yang sulit dikontrol, strategi ini mungkin tidak sepenuhnya efektif. Masyarakat kini punya akses ke informasi alternatif, dan jika langkah ini tercium sebagai upaya pembungkaman, backlash-nya bisa lebih besar.
 
4. Konsolidasi dengan Konglomerat.
Mengundang konglomerat dari era Orde Baru (old) dan pasca-reformasi menunjukkan upaya untuk merangkul semua kekuatan ekonomi besar, baik yang sudah mapan maupun yang baru muncul. Ini langkah cerdas untuk memastikan dukungan finansial dan investasi dalam proyek-proyek besar seperti Danantara dan Kopdes Merah-Putih. Namun, membagi pertemuan menjadi dua hari (hari pertama hanya konglo lama, hari kedua campuran) bisa jadi indikasi adanya strategi untuk memainkan dinamika antar-kelompok ini, mungkin untuk menjaga keseimbangan atau bahkan memicu kompetisi yang menguntungkan pemerintah. Tapi resikonya, jika salah satu kelompok merasa dikucilkan atau dimanfaatkan, mereka bisa menjadi lawan yang kuat di belakang layar.
 
Secara bersamaan, langkah-langkah konsolidasi dilakukan dengan background situasi: ada Danantara, Kopdes Merah-Putih, personel TNI di BUMN, dan Kasus-kasus Mega Korupsi(Pertamina dan Antam).
 
Pembentukan Danantara ~ Ini adalah langkah ambisius untuk mengelola aset negara dalam skala besar, tapi juga penuh risiko. Jika pengelolaannya buruk atau dikorupsi, dampaknya akan sangat sistemik, mengingat besarnya aset yang dikelola (triliunan rupiah). Publik sudah skeptis karena sejarah buruk BUMN dalam hal korupsi, dan Danantara harus benar-benar transparan untuk bisa mendapatkan kepercayaan.
 
Pembentukan Kopdes Merah-Putih ~ Konsep koperasi desa ini idealnya bisa menjadi tulang punggung ekonomi lokal, tapi dengan skala 70.000 unit dan kebutuhan modal ratusan triliun, ini proyek yang sangat rawan penyimpangan. Jika pendanaan dari bank BUMN dipaksakan tanpa kajian matang, bisa-bisa malah membebani sektor perbankan dan justru memicu ketidakstabilan ekonomi.
 
TNI di BUMN ~ Seperti disebutkan sebelumnya, ini langkah beresiko tinggi. Selain potensi konflik kepentingan, ada juga resiko bahwa perwira-perwira ini tidak punya kompetensi yang cukup untuk mengelola entitas bisnis sekompleks BUMN. Jika gagal, bukan hanya BUMN yang rugi, tapi juga kredibilitas TNI sebagai institusi dipertaruhkan.
Kasus Mega Korupsi yang terungkap ~ Munculnya kasus-kasus ini bisa jadi karena dua hal: (1) upaya pemerintah untuk menunjukkan komitmen anti-korupsi, atau (2) pertanda bahwa korupsi sudah terlalu sistemik dan sulit disembunyikan lagi. Either way, ini menjadi ujian besar bagi PS. Kalau penanganannya tebang pilih atau malah digunakan untuk “menghabisi” lawan-lawan politiknya, kepercayaan publik akan semakin anjlok.
 
Secara keseluruhan, langkah-langkah konsolidasi ini menunjukkan pendekatan yang sangat terpusat dan otoritatif dalam memimpin. PS tampaknya ingin memastikan semua elemen strategis; militer, politik, media, dan ekonomi berada dalam genggaman sebelum meluncurkan agenda besar seperti Danantara dan Kopdes Merah-Putih. Namun, pendekatan ini punya kelemahan besar; terlalu bergantung pada kontrol dan loyalitas, tanpa cukup ruang untuk kritik atau checks and balances.
 
Di sisi lain, konteks kasus mega korupsi yang muncul bersamaan dengan langkah-langkah ini bisa jadi bom waktu. Kalau publik melihat bahwa konsolidasi ini hanya untuk melindungi kepentingan elit dan bukan untuk kepentingan rakyat, maka resistensi sosial bisa muncul kapan saja, baik dalam bentuk protes, gerakan bawah tanah, atau ketidakpatuhan sipil. Ditambah lagi, kalau proyek-proyek besar seperti Danantara atau Kopdes gagal karena korupsi atau mismanagement, dampaknya akan sangat luas, tidak hanya ekonomi tapi juga politik.
 
Lalu apa yang Harus Diwaspadai? 
 
Yang harus diwaspadai, dan perlu diantisipasi adalah terjadinya Erosi Demokrasi. Konsolidasi yang terlalu kuat bisa mengarah pada penurunan ruang demokrasi. Media yang dikontrol, militer yang masuk ke ranah sipil, dan elit ekonomi yang dirangkul, semua ini bisa mengurangi ruang gerak untuk oposisi atau kritik konstruktif.
 
Selain hal diatas, yang harus diwaspadai adalah Korupsi yang lebih Sistemik. Dengan skala proyek seperti Danantara dan Kopdes, peluang korupsi jadi lebih besar. Kalau pengawasan lemah, ini bisa jadi ladang baru bagi para koruptor.
 
Lalu Ketimpangan Ekonomi. Proyek besar yang melibatkan konglomerat dan BUMN sering kali mengabaikan sektor informal atau masyarakat kecil. Kalau Kopdes Merah-Putih hanya jadi bagian alat politik tanpa memberi manfaat nyata ke desa, ketimpangan akan semakin lebar.
 
Jangan lupa, ada Reaksi Internasional. Keterlibatan tokoh seperti Erdogan atau pendekatan otoritatif bisa memengaruhi persepsi dunia terhadap Indonesia. Investor asing, misalnya, mungkin menjadi ragu kalau melihat tanda-tanda instabilitas politik atau korupsi yang tidak terkendali.
 
Jadi kesimpulannya, langkah-langkah ini menunjukkan ambisi besar untuk mengubah wajah ekonomi dan politik Indonesia, tapi juga penuh dengan resiko yang sama besarnya. PS perlu menyeimbangkan kontrol dengan transparansi, dan ambisi dengan akuntabilitas. Jika tidak, semua langkah ini bisa menjadi bumerang yang malah melemahkan posisinya di mata rakyat dan dunia. Yang paling penting, publik harus tetap kritis dan tidak mudah terbuai oleh narasi-narasi besar tanpa melihat realitas di lapangan.(Mda)
 
Kopi_kir sendirilah!
Malawu_OmahKopi, 13/03/2025

Artikel lainnya

Perubahan Diksi dan Proses Pembodohan

Malika D. Ana

Mar 19, 2025

Ironi Wacana Perpu Perampasan Aset

Malika D. Ana

Mar 27, 2025

Sikap Kritis PDIP Terhadap Danantara

Malika D. Ana

Mar 23, 2025

Pertamina sebagai "Mesin Uang" Politik

Malika D. Ana

Mar 19, 2025

Prabowo dan Perpu Perampasan Aset

Malika D. Ana

Mar 27, 2025

Dari Hero ke Blunder

Malika D. Ana

Mar 23, 2025