images/images-1742363683.jpeg
Indonesiana

Danantara; Solusi atau Masalah?

Malika D. Ana

Mar 19, 2025

44 views

24 Comments

Save

Danantara; Solusi atau Masalah?
 
 
Danantara, atau Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara, dibentuk untuk mengelola aset negara, khususnya dari BUMN, dengan tujuan mengoptimalkan kekayaan negara melalui investasi strategis. Modal awalnya gede banget, diklaim mencapai lebih dari US$900 miliar (sekitar Rp14 triliun lebih), dan tahap awal US$20 miliar bakal diarahkan ke proyek-proyek seperti hilirisasi sumber daya alam, energi terbarukan, dan ketahanan pangan. Ide dasarnya adalah menciptakan dana kekayaan negara (sovereign wealth fund) yang bisa menjadi "mesin pertumbuhan" ekonomi jangka panjang, mirip kayak Temasek di Singapura atau CIC di China yang terbukti sukses.
 
Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) telah diluncurkan oleh Presiden Prabowo Subianto pada 24 Februari 2025 lalu. Peluncurannya mengandung banyak spekulasi dan kecurigaan publik. Sebagaimana diketahui bahwa Danantara mengelola aset BUMN senilai Rp 14.000 triliun (sekitar USD 900 miliar), jumlah yang sangat besar. Ini memicu kekhawatiran akan potensi korupsi, terutama mengingat sejarah kasus seperti Jiwasraya (Rp 16,8 triliun) atau Asabri (Rp 10 triliun) yang kini dananya menguap entah kemana.
 
Pertanyaannya lalu, kalau disebut investasi, harusnya uang dingin dong ya, bukan uang muter.
 
Dalam dunia investasi, idealnya memang pake "uang dingin", yakni duit yang gak bakal bikin kita kebakaran jembi kalo hilang atau nyangkut sementara. Uang dingin itu biasanya duit yang gak dipake buat kebutuhan sehari-hari atau operasional penting, jadi kalo ada risiko rugi, gak langsung mengganggu cash flow. Nah, kalo "uang muter" yang biasanya buat operasional harian atau kebutuhan mendesak, dipake buat investasi, itu bisa bahaya, apalagi kalo investasinya spekulatif atau belum terbukti menguntungkan. Di konteks Danantara, logikanya sih seharusnya aset negara yang dialokasikan itu termasuk kategori "uang dingin" dalam arti tidak mengganggu likuiditas BUMN atau kebutuhan anggaran negara yang urgent, kayak gaji PNS, subsidi, atau bayar utang. Katanya, modal awal Danantara ini dari penyertaan modal negara (PMN) ke BUMN yang kemudian dialihkan, plus ada rencana tarik dana dari investor swasta dan lembaga internasional. Kalau bener strukturnya begini, seharusnya gak nyentuh "uang muter" yang krusial buat jaga roda ekonomi harian.
 
Tapi, disinilah letak kekhawatirannya. Kalau ternyata sebagian aset itu dari tabungan masyarakat di bank BUMN atau dividen yang biasanya balik ke APBN buat kebutuhan mendesak, itu artinya ada risiko "uang muter" ikut kepake. Belum lagi, kalo proyeknya gagal atau butuh waktu lama buat balik modal, bisa jadi ada tekanan likuiditas. Makanya, banyak yang bilang harusnya pemerintah jelasin detail: ini beneran uang dingin apa cuma gimmick buat muterin dana yang seharusnya aman?
 
Secara teori, bikin sovereign wealth fund kayak Danantara emang pake aset yang "nganggur" atau undervalued, terus dioptimalkan supaya produktif, contohnya Norwegia pake surplus minyaknya buat dana pensiun global yang sekarang triliunan dolar. Tapi kalo Indonesia, yang APBN-nya masih ketat, utang masih numpuk ngotot pake aset BUMN tanpa clarity, ya wajar kalo orang takut ini lebih ke "uang muter" yang dipaksain jadi "dingin".
 
Kekhawatiran publik sangat beralasan:
1. Resiko Mismanajemen: Dengan aset sebesar itu, kalau gak dikelola dengan transparan dan kompeten, bisa jadi bencana. Contoh buruknya adalah 1MDB di Malaysia, yang awalnya juga punya visi mulia tapi berakhir dengan skandal korupsi triliunan dolar. Danantara katanya bakal diawasi langsung oleh presiden dan punya dewan pengawas, tapi banyak yang ragu apa ini cukup buat cegah intervensi politik atau penyalahgunaan.
2. Dalam dunia investasi, tidak ada jaminan pasti untung. Tapi harusnya mikir gimana nanti kalo buntung? Namanya juga pasar, ada volatilitas, ada faktor eksternal kayak geopolitik atau resesi global, bencana alam yang gak bisa dikontrol. Presiden Prabowo bilang Danantara bakal fokus ke proyek berkelanjutan yang "berdampak tinggi," tapi tanpa detail rencana bisnis yang jelas, susah buat bilang apakah ini bakal profit atau malah boncos. Yang pasti, harapan "jaminan untung" itu agak naif, karena realistisnya, yang bisa dijanjikan cuma pengelolaan yang prudent dan mitigasi risiko.
3. Dampak ke Rakyat: Uang yang dipake kan bukan duite Mbah Sangkil, atau duit dari langit...ini aset BUMN, yang secara tidak langsung melibatkan duit rakyat juga, misalnya tabungan di bank-bank BUMN. Kalau sukses, bisa jadi win-win: ekonomi bertumbuh, dan lapangan kerja bertambah. Tapi jika gagal, resikonya gede, let's talk the worst, bicara yang terburuk ajalah, jangan melulu yang indah-indah karena publik ini menderita diabetes, sudah kebanyakan dikasih janji manis.
 
Soal kekhawatiran "menjudikan uang negara" dan harapan "jaminan untung" itu poin yang sah banget. Investasi, secara definisi, selalu punya risiko, gak ada yang namanya jaminan untung 100%. Bahkan dana sekelas Temasek pernah rugi di beberapa kesempatan, tapi mereka bisa rebound karena manajemen yang profesional dan tata kelola yang kuat. Bedanya dengan Indonesia, Indonesia punya rekam jejak yang buruk dalam mengelola keuangan negara, BUMN saja dikelola dengan tidak ada transparansi dan tidak ada keterbukaan.
Mengingat kembali memang ada banyak kasus dimasa lalu di Indonesia yang menimbulkan kecurigaan terhadap pengelolaan dana atau aset negara. Ketidakpercayaan itu wajar, terutama jika kita melihat pola-pola sebelumnya, seperti kasus korupsi di proyek infrastruktur, pengelolaan BUMN, atau skandal-skandal yang melibatkan elite politik. Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) memang memiliki potensi untuk disebut sebagai "skema perampokan uang negara" jika pengawasan lemah, transparansi minim, atau terjadi konflik kepentingan.
 
Ide Danantara ini punya potensi jika dikelola dengan bener bisa bantu Indonesia kurangi ketergantungan APBN dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang katanya ditargetkan 8% dalam lima tahun. Tapi, sekali lagi, tanpa transparansi, akuntabilitas, dan pengawasan independen yang ketat, ini bisa jadi bom waktu. Pengalaman negara lain bilang: SWF yang sukses butuh profesionalisme, bukan cuma semangat patriotik atau janji manis. Jadi pemerintah sudah cukup buktiin belum kalo ini beneran aman dari risiko gitu?(Mda)
 
Kopi_kir sendirilah!
*Denpasar, 27/02/2025

Artikel lainnya

Ironi Wacana Perpu Perampasan Aset

Malika D. Ana

Mar 27, 2025

Perubahan Diksi dan Proses Pembodohan

Malika D. Ana

Mar 19, 2025

Sikap Kritis PDIP Terhadap Danantara

Malika D. Ana

Mar 23, 2025

Prabowo dan Perpu Perampasan Aset

Malika D. Ana

Mar 27, 2025

Pertamina sebagai "Mesin Uang" Politik

Malika D. Ana

Mar 19, 2025

Dari Hero ke Blunder

Malika D. Ana

Mar 23, 2025