images/images-1671510881.png
Riset

Penuh Cerita Menyebarkan Berita Kemerdekaan RI

Pulung Ciptoaji

Dec 20, 2022

468 views

24 Comments

Save

Penulis : Pulung Ciptoaji

 

abad.id-Tepat pukul 10 kurang 5 menit Hatta datang ke rumah Sukarno jalan Pegangsaan Timur 56. Di dalam buku memoarnya, Hatta mengatakan semua orang tahu bahwa saya seorang yang tepat waktu. Jadi tak seorangpun yang kawatir , bahwa saya akan terlambat. Sukarno sangat paham soal itu, jadi dia tidak alasan untuk kawatir.

 

Hari itu tanggal 17 Agustus 1945, tepat para pemimpin pergerakan memproklamasikan kemerdekaannya. Dengan sigap, dua pemimpin bangsa Sukarno dan Hatta maju ke depan mimbar untuk membacakan sebuah naskah proklamasi yang sangat sederhana. Bahkan upacara tersebut juga paling sederhana di dunia. Dengan serak, Sukarno membacakan dua kalimat yang telah diketik Sayuti Melik. Secara spontan seorang perwira anggota polisi militer bernama Kaptem Latief yang ikut hadir mengerek bendera merah putih di tianng bambu yang juga sangat sederhana. Tiang bambu ini ditancapkan Riwu pagi hari, seorang pembantu yang ikut keluarga Sukarno sejak keluarga tersebut dibuang di Ende. Sambil bendera berkibar, para hadirin menyanyikan lagu Indonesia Raya. Kali ini dengan refein Indonesia raya merdeka, merdeka dan bukan Indonesia raya mulia-mulia seperti jaman Belanda.

 

Berita koran tentang Indonesia telah merdeka. Foto dok 30 tahun Indonesia merdeka

 

Banyak para hadirin yang ikut hanyut terharu. Sebab perjalanan panjang menuju merdeka penuh dengan perseteruhan, pertumpahan darah dan kesedihan kehilangan. Termasuk Riwu yang mengaku terbayang-bayang Bu Ingrit saat bendera itu berkibar. “ Mestinya yang harus hadir saat itu Ibu Inggrit, sebab sejak awal dia  yang ikut membantu perjuangan menuju kemerdekaan,” kata Riwu seperti yang ditulis dalam buku Lambert Giebels.

 

Tugas pemuda Riwu ini belum seleai. Sebab penyakit Malaria yang diderita Sukarno saat itu membuatnya harus banyak istirahat. Selanjutnya Riwu diminta untuk mengumkan ke warga Jakarta tentang kemerdekaan bangsa Indonesia. “ Wu, kita harus membantu menyiarkan berita ini di Jakarta, bahwa sekarang kita sudah merdeka,” Kata Sukarno di tempat tidur.

 

Ribu bergegas menuju kebun. Diambilnya sebuah bendera merah putih lalu diikat di sebuah tongkat. Kali ini kabar Indonesia telah merdeka harus digelorakan ke seluruh warga Jakarta. Namun bagaimana caranya. Beruntung ada beberapa pemuda yang masih menunggu kelanjutan proklamasi di rumah Pegangsaan Timur 56. Mereka Sartono dan Sutwoko. Bersama mereka, Riwu keliling kota naik mobil bak terbuka. Diatas mobil itu, mereka berteriak penuh semangat melewati menteng sampai ke pasar ikan dana ke jatinegara. “Merdeka, merdeka. Sekarang Indonesia telah merdeka. Sukarno dan Hatta baru saja memproklamasikan kemerdekaan,” kata Riwu.

 

Aksi tiga orang ini benar benar nekat dan tidak takut ditangkap kempetai. Padahal di sepanjang jalan yang dilewati banyak tentara Jepang memperhatikan. Mungkin diantara tentara Jepang itu juga belum mendengar kabar tentang kemerdekaan, atau mungkin juga tidak ada perintah apapun dari komandan. Sebab yang dipahami hanya diperintah mempertahankan status qua Indonesia.

 

Aksi tiga orang ini tentu membuat banyak orang penasaran. Sejumlah orang yang mendengar pengumuman kemerdekaan berbondong bondong menuju ke rumah Sukarno di Pegangsaan Timur Jakarta Nomor 56. Disana mereka saling bertanya. Beruntung beberapa pamlet teks proklamasi masih tersisa sehingga bisa menjelaskan penasaran warga. Beberapa ibu-ibu dan remaja putri menuju dapur dan membawa bahan makanan secara swadaya. Mereka membantu ibu Fatmawati menyiapkan selamatan nasi tumpeng. Tentu saja sambil menunggu tanda beduk magrib dari masjid, untuk dimakan saat berbuka puasa nanti. Tepat saat adhan magrip beberapa orang memilih mencari masjid terdekat, sementara sebagian menyantap nasi tumpeng bersama sebagai ucap syukur. Selanjutnya mereka sholat berjamaah di kebun depan rumah. “Sungguh begitu bersahaja dan sederhana proklamasi di negeri kami,” kenang Riwu.

 

Senja itu makin gelap. Suasana rumah Pegangsaan Timur 56 masih dipenuhi beberapa pemuda. Mereka berdiskusi tentang bagaimana cara menyebarkan kabar proklamasi ini agar bisa didengar di seluruh nusantara. Maka satu satunya cara yaitu melalui radio, mengabarkan melalui berita koran dan menyebarkan langsung melalui pamlet-pamflet. Malam itu Riwu mendapatkan tugas pergi ke percetakan Bukanfu, yang masih menjadi wewenang Laksamana Maeda. Tugasnya mengambil pamfelt naskah proklamasi kemerdekaan yang sudah dicetak. Sebab besok paginya akan disebar di seluruh penjuru jakarta. 

 

Setelah terkumpul relawan pemuda, pagi itu tanggal 18 Agustus 1945 semua mulai bergerak. Riwu menadatangi stasiun dan terminal. Pamflet dibagikan ke setiap calon penumpang agar disebarkan ke daerah asal. Semua bersuka ria saat membaca pamlet itu. ada yang saling berpelukan, ada yang menangis dan penuh semangat percaya diri sebagai bangsa yang sudah tidak dijajah oleh siapapun. Cara lain yaitu menyebatkan berita ke luar pulau melalui radio. Cara ini butuh orang-orang nekat, sebab semua radio dikuasai orang-orang Jepang.

 

Kantor berita Domai  dijaga ketat tentara Jepang. Kini berubah menjadi kantor berita Antara. Foto 30 tahun Indonesia merdeka

 

Salah satu pria nekat itu bernama Ronodipuro. Dia telah mencatat jalannya proklamasi 17 Agustus 1945 yang penuh drama. Untuk siaran di radio ini harus ijin kompetai. Tanpa ijin sangat mustahil. Sebab tidak ada seorangpun yang boleh masuk di situasi tentara Jepang yang sedang labil. Pernah siang itu, beberaa mahasiswa kedokteran Salemba nekat menyelinap masuk sambil membawa teks proklamasi. Namun salah seorang diantara mereka menimbulkan gaduh karena senjatanya terjatuh. Kempetai langsung menangkapnya. Tanpa banyak bicara keduanya langsung ditendang keluar gedung. Beruntung saja mereka tidak dipancung. Hanya saja naskah teks yang hendak dibaca direbut para kompetai itu.

 

Pasca kejadian, prajurit tentara Jepang semakin memperketat penjagaan di sudio radio. Paling ketat penjagaan di kantor berita Jepang Domai. Disitu tentara Jepang bersenjata lengkap hilir mudik dan keluar masuk studio. Sementara di luar gedung, sejumlah pemuda bergerombol seperti sedang merencanakan sesuatu untuk menguasai studio. Saat matahati mulai terbenam, beberapa pemuda membubarkan diri. Dipikirnya mereka pergi untuk menjalankan ibadah sholat atau berbuka puasa. Namun ternyata tidak. Bagi seorang wartawan bernama Syahrudin yang kantornya dibelakang radio Domai, waktu lengah itu digunakan untuk menyelinap dengan memanjat tembok. Bersimbah peluh karena antara takut dan kesulitan memajat tembok. Setelah itu bertemu dengan Ronodipuro dan membawa pesan dari Adam Malik bahwa teks proklamasi ini harus segera dibacakan. “Ah..., jauh jauh sampai memanjat tembok hanya untuk membawa pesan, tapi melaksanakannya tidak gampang,” kata Ronodipiro.

 

Akhirnya mereka membuat siasat lagi. Sebab orang - orang Jepang ini makin mengamankan kabin-kabin mickrofon radio. Mereka sudah mendengar kabar bahwa siaran berbahasa Inggris telah dihentikan sejak tanggal 15 Agustus 1945. Waktu siaran biasanya pukul 19.00 malam. Berarti jam yang biasanya diisi program bahasa Inggris pasti kosong, dan studio luar negeri minim penjagaan.

 

Dengan kemampuan beberapa teknisi, beberapa pemuda mengutak atik jaringan dan memindahkan ke frekwensi dalam negeri. Tepat waktu berita pukul 19.00 malam, pertama kalinya Ronodipuro bersama Suprapto membacakan teks proklamasi kemerdekaan serta mengumumkan kepada publik bahwa bangsa Indoenesia telah merdeka.

 

Selang beberapa jam kemudian, seorang tentara Jepang masuk studio dan berusaha menghentikan siaran tersebut. Saat itu Ronodipuro sedang berbincang tentang kemerdekaan dengan Bachtar Lubis. Keduanya langsung kaget atas kedatangan tentara jepang sambil membawa samaurai. Tanpa ada penjelasan apapun, keduanya dihajar habis habisan. “Kapten Kempetai itu begitu berang sampai menghunus pedangnya dan mengarahkan ujungnya ke leher saya,” kata Ronodipuro mengenang kejadian itu.

 

Beruntung tidak lama kemudian kepala studio seorang berkebangsaan Jepang datang melerainya. Letnan Kolonel Tomobachi dikenal tidak pernah bermusuhan dengan para pemuda, sehingga dengan penjelasannya Ronodipuro dan Bachtar Lubis bebas. Mereka hanya disuruh pergi.

 

Sejak peritiwa itu berita proklamasi semakin longgar untuk disampaikan di radio Domai. Tentara Jepang memang menguasai semua radio di seluruh kepulauan nusantara. Tujuannya untuk propaganda serta demi kepentingan koordinasi tentara. Radio Jepang saling terhubung dalam satu jaringan, sehinggal langsung  terdengar di pelusuk pelosok. Tokoh kemerdekaan asal Aceh Teungku D Hafaz mendengar berita kemerdekaan malam itu juga saat berada di Medan. Teungku D Hafaz langsung menggelar sujud syukur dan menggelorakan proklamasi dari masjid ke masjid.  Malam itu juga kota Medan penuh kegembiraan dan rasa syukur. Begitu pula seorang pendengar lain dari Manado. Malam itu juga di Manado digelar pesta rakyat. Berita ini bisa diteruskan hingga ke luar negeri. Wartawati SK Trimurti menjelaskan pada tanggal 18 Agustus 1945, sebuah kantor berita Amerika di San Fransisco telah memberitakan kemerdekaan sebuah negara baru di Asia Tenggara bernama Indonesia.

 

Jepang kemudian menyegel kantor berita Domai tanggal 20 Agustus 1945. Tapi para pemuda tak kehilangan akal. Ronodiputro memimpin membuat pemancar baru di markas aktivis Menteng 31. Tim ini dibantu teknisi radio Sukarman, Sutamto, Susilahardja, dan Suhandar. Perjuangan lain juga dilakukan para pemuda lewat surat kabar, poster dan pamflet. BM Diah, Sayuti Melik, dan Sumanang berjuang menggelorakan berita berita kemerdekaan melalui surat kabar. Sementara rekan-rekan mereka menempelkan poster di mana-mana. Mereka juga mencoreti kereta api dengan tulisan-tulisan yang menggambarkan kemerdekaan Indonesia. (pul)

 

Artikel lainnya

Seru, 400 Orang Jawa Sedunia Bakal Kumpul di Surabaya

Author Abad

Oct 04, 2022

Subtrack, Belajar Sejarah Dengan Mudah

Pulung Ciptoaji

Jan 23, 2023

Politik Hukum, Tumbal dan Sumber Kegaduhan

Malika D. Ana

Jan 07, 2023

Pembangunan Balai Kota Surabaya Penuh Liku

Pulung Ciptoaji

Dec 18, 2022

Dekrit Untuk Kembali ke UUD 45 Asli

Malika D. Ana

Jul 06, 2023

Kembali ke Jati Diri Adalah Kembali ke Kebun, Sawah dan Segenap Pertanian Rakyat

Malika D. Ana

Apr 03, 2023