Penulis : Pulung Ciptoaji
abad.id-Ketika itu awal tahun 1943 ketika masa pendudukan Jepang di Bandung. Keluarga Mr Sartono seorang aktifis pergerakan nasional sedang menerima tamu beberapa kolega. Mereka menyambut kedatangan tokoh nasionalis Sukarno dan Hatta dari tepat pengasingan. Belanda mengasingkan Sukarno di Bengkulu dan Muhammad Hatta diasingkan di pulau banda maluku. Beberapa tokoh nasionalis hadir di rumah Mr Sartono.
Beberapa anak muda juga ikut membantu menyambut tamu yang sudah dinantikan itu. salah satu remaja yang begitu bersemangat yaitu Rahmi dan Raharty. Keduanya putri dari Rachim seorang aktifis kepanduan Bangsa Indonesia yang sangat dekat dengan Sukarno. Kedua remaja ini mengaku mengagumi Sukarno Hatta atas gagasan dan idealisme terhadap berdirinya negara Indonesia. Maka tidak akan menyia-nyiakan momen kehadiran sang idola di rumah aktifis Mr Sartono. “ Saya mengagumi tokoh Sukarno dan Hatta, seperti para pemuda lainnya pada masa itu, maka saya ingin melihat leih dekat seperti apa wajah dua insan yang menginspirasi kaum muda itu, “ alasa Rahmi.
Saat pertemuan berlangsung hangat, semua hadirin ikut bersalaman dengan Sukarno dan hatta. Terasuk Rahmi bersama adiknya ikut bangga bisa mensukseskan acara tersebut. Tidak ada benih-benih cinta saat bertemu Hatta. Hanya punya kesan bahwa sang tokoh sangat dingin dan serius, sementara Sukarno begitu bersemangat dan hangat. “Mungkin karena saya baru berumur 17 tahun sehingga tidak diajak berbincang-bincang oleh beliau,” kenang Rahmi.
Seperti yang ditulis di buku "Seratus Tahun Bung Hatta" oleh Meutia Farida Hatta, disebutkan Bung Hatta sudah menjadi aktifis pergerakan nasionalis sejak usia muda. Karena kepeduliannya yang besar inilah, Bung Hatta bersumpah tidak akan menikah selama Indonesia belum merdeka.
Sebenarrnya perkenalan Bung Hatta dengan perempuan juga lebih dari satu. Namun tidak ada satupun yang begitu dekat di hati. Salah satu perempuan yang dekat bernama Nelly, putri Mak Eteb Ayub seorang pengusaha Minang yang sudah seperti ayah angkat oleh Bung Hatta. Meski banyak didukung, Hatta tak tergoda. Usaha teman-temannya untuk menjodohkan dirinya dengan wanita yang rupawan lain juga tidak ada hasilnya. Selama di Belanda beberapa kawan sempat mencomblangkannya dengan seorang gadis Polandia. Namun apa yang terjadi, ternyata Hatta tak tergoda dan selalu berlaku sopan dengan gadis tersebut.
Ceritanya dibuatlah semacam "jebakan" untuk Bung Hatta karena kawan-kawannya penasaran dengan sikap dinginnya. Selagi kencan romantis diatur, pria kelahiran Bukittingi ini dipertemukan dengan gadis Polandia. Konon, gadis ini sanggup memesona dan menggetarkan hati setiap laki-laki. Sebelum bertemu, teman-temannya meminta si gadis menggoda Bung Hatta. Namun hasilnya, godaan tersebut tetap tidak manjur. Bung Hatta tetap memperlakukan si gadis dengan sopan dan menghabiskan waktu dengan makan malam. Setelahnya mereka berpisah Si gadis hanya memberi laporan kalau Bung Hatta seperti pendeta.
Sama seperti kesan pertama Rahmi yang bertemu Hatta masa itu, Beliau memang pemalu dan dingin di hadapan wanita. Namun sebenarnya Bung Hatta memendam rasa kepada Rahmi saat pertama kali bertemu. Beberapa kali dia memperhatikan Rahmi dengan sekedar mencuri-curi pandang di momen penyambutan rumah Mr Sartono. Rupanya Bung Hatta jatuh cinta pada pandangan pertama tapi tak sanggup berkenalan. Bung Hatta melihat wajah Rahmi, dan merasa sudah sangat tidak asing. Rupanya ada alasan Bung Hatta begitu tidak menikmati dekat dengan perempuan. Ia selalu ingat ikrarnya tak menikah sebelum Indonesia merdeka.
Pertemuan Yang Berkesan Bagi Rahmi
Kehidupan Rahmi sejak anak-anak termasuk mapan dan tercukupi. Rahmi anak dari Rachim seorang pegawai Gubernemen di Bandung. Nama lengkapnya Siti Rahmiati Meutia, dibesarkan bersama sang adik bernama Raharty. Rachim ayah Rahmi pria asal suku Jawa sedangkan ibunya berdarah Aceh. Rahmi dilahirkan di Bandung pada 16 Perbruari 1926. Sejak kecil selalu mendapat pendidikan yang baik dan bersekolah berbahasa Belanda. Rahmi lulusan Christelijke Lyceum ayau setingkat SMA. Namun Rahmi tidak sempat menyelesaikannya karena keburu Jepang masuk ke Nusantara. Saat Jepang menjajah Indonesia, Rahmi bekerja di Lembaga Pasteur sebagai pustakawati.
Sebenarnya dua gadis Rahmi dan Raharaty punya banyak teman di Bandung. Selain teman sekolah, juga terdapat teman di klub berenang dan kepanduan. Namun Rahmi lebih terkesan tertutup dan jarang keluar rumah sehingga tidak banyak teman. Rahmi juga dikenal selalu menjaga jarak dalam pertemanan, terutama teman laki-laki. "Pernah suatu hari say keluar dengan kakak, pada sore itu saya mendadak menjadi pusat perhatian. Tiba-tiba semua menjadi sangat ramah kepada saya. Mereka menyapa dan mengajak bercakap-cakap. Padahal biasanya tidak begitu, dan akhirnya saya tahu mereka hanya bermaksud tertentu ingin berkenalan dengan kakak saya Rahmi. Tapi saya pura-pura tidak mengerti dan tidak satupun yang berhasil berkenalan dengan mbakyu," cerita Raharty tentang kakaknya.
Rahmi Dilamar Sukarno Untuk Hatta
Berbeda dengan Bung Karno yang piawai berbicara, Bung Hatta dikenal sosok pemalu. Di luar kegiatannya mewujudkan kemerdekaan, ia banyak mengisi waktu dengan membaca buku. Mau tak mau, Bung Kano gelisah melihat dirinya yang masih melajang di usia 40 tahunan. Bahkan setelah Indonesia merdeka, ia masih tetap melajang. Sebagai sahabat, Bung Karno melakukan berbagai cara agar Bung Hatta bisa menikah. Saat ditanya sosok perempuan yang memikat hatinya, nama Rahmi anak tiba-tiba Rachim muncul.
Saat itu bulan Oktober 1945, sekitar 2 bulan setelah proklamasi kemerdekaan. Maka, bergegaslah Sukarno menemui Rachim ayah dari Rahmi. Sangat mudah bagi Sukarno mendatangi rumah sahabatnya itu di Bandung. sukarno mengenal Rachim bukan setahun dua tahun, namun sejak menjadi mahasiswa dan sama-sama orang Jawa yang merantau di Bandung. keduanya juga terlibat dalam aktifitas pergerakan kebangsaan di Bandung.
Tentu saja kehadiran Sukarno di rumah Rachim membuat terkejut Rahmi putrinya. Sebab sudah dua tahun sejak pertemuan sebentar itu, ternyata Bung Hatta tidak pernah lupa. Apalagi kehadiran Bung Karno untuk melamar Rahmi untuk sahabat karibnya Hatta. “Menjadi istri Bung hatta tokoh pemimpin bangsa tidak pernah saya impikan, dan saya takut sebenarnya. Sebab Bung Hatta begitu pandai sementara apalah saya” kenang Rahmi.
Namun lamaran tersebut diterima pula oleh Rahmi. Kesannya saat itu, Bung Hatta orangnya serius, maka jika hendak melamar gadis tentu sudah memikirkannya baik buruknya. Bagi Rahmi tidak akan menyesal telah mengambil keputusan itu.
Akhirnya mereka menikah tanggal 18 November 1945 di Megamendung Bogor dalam suasana revolusi. Kecintaan Bung Hatta pada buku telah menelurkan sebuah karya berjudul "Alam Pikiran Yunani". Buku inilah yang ia jadikan mas kawin saat mempersunting Rahmi. Jarak umur juga sangat jauh, saat itu Hatta sudah berusia 40 tahun sementara Rahmi baru berusia 19 tahun. Mulai saat itu, Rahmi menjadi istri Wakil Presiden pertama di sebuah negara yang baru diproklamasikan.
Mungkin agak aneh jika meminang seorang gadis dengan mas kawin sebuah buku. Sebab juga akan meragukan keseriusan pernikahan tersebut. Mas kawin sebuah buku tersebut sebenarnya tidak disetujui oleh Ibunda Hatta. Wajar saja, pada lazimnya orang menghadiahkan uang atau emas di hari pernikahan. Dalam buku Hatta: Jejak Yang Melampaui Zaman, diceritakan ketika Ibunda Bung Hatta jengkel terhadap putranya itu. Penyebabnya, pada hari perkawinannya dengan Rahmi Rachim, Hatta menghadiahkan buku.
Namun makna dari peristiwa ini, ternyata Bung Hatta begitu mencintai ilmu pengetahuan dan telah membuahkan hasil kemerdekaan Indonesia. Buah pemikirannya tertuang di buku tersebut dan lebih berharga daripada harta benda seperti uang atau perhiasan. Buku Alam Pikiran Yunani ditulisnya pada masa pembuangan di Digul tahun 1934. Ketika itu Hatta memboyong 16 peti buku. Masa pembuangan tidak menghentikannya untuk tetap menulis. Bahkan di surat kabar sekalipun, antara lain Adil, Pandji Islam, dan Pedoman Masjarakat.
Tidak sekedar berumah tangga, sejak awal pernikahannya Bung Hatta menjadikan istrinya sebagai mitra diskusi yang menyenangkan. Banyak sekali hal yang mereka bicarakan. Kadang mereka berdiskusi dala bahasa Belanda. Topik perbincangannya luas. Keputusan apapun yang diambil Bung Hatta dalam pengabdiannya kepada rakyat tidak pernah disanggah oleh Rahmi. Bahkan Rahmi tidak pernah mengeluh sedikitpun atas keputusan Hatta.
Bung Hatta sosok yang jauh dari kemewahan dan kegairahan akan perempuan. Kekasihnya adalah buku, buku, dan buku. Maka dari itu, tidak mengherankan bila ada sebuah anekdot yang menyatakan 'istri utama Hatta adalah buku, istri kedua Hatta adalah buku, dan istrinya yang ketiga adalah Rahmi Hatta.' Foto istimewa
Bung Hatta juga dikenal sangat memegang prinsip agama dan kesetiaan. Banyak sekali orang-orang yang berusaha mencari celah dalam kehidupannya. Tapi ini sulit karena Bung Hatta sangatlah bersih baik secara politik dan asmara. Selain "ngemong", ia mencintai anak dan istrinya sepenuh hati. Rahmi tetap setia pada suaminya itu. Ia selalu menemani hari-hari Bung Hatta yang banyak dihabiskan dengan urusan politik. Semuanya dijalankan dengan toleransi dan tanpa banyak menuntut. Terbukti, kisah cinta keduanya hanya mampu dipisahkan oleh maut. Bung Hatta wafat pada 14 Maret 1980 dan disusul Rahmi 19 tahun kemudian. (pu)