Badan Pengelola Cagar Budaya Masuk Perda Cagar Budaya Kota Surabaya
Abad.id - Tinggal selangkah saja Raperda Cagar budaya Kota Surabaya segera disahkan. Ketua Komisi D DPRD Kota Surabaya, Hj. Khusnul Khatimah, S.Pd.I., M.Pd.I., yang dihubungi melalui sambungan telephone celuler membenarkan bahwa pembahasan Raperda Pengelolaan Cagar Budaya telah selesai di tingkat Panitia Khusus (Pansus) pada Senin, 28 November 2022. Selanjutnya akan diparipurnakan.
Yang menarik dan menggembirakan dalam Raperda itu adalah dituangkannya Badan Pengelola Cagar Budaya (BPCB) dalam sebuah pasal. Dikutip dari Harian Jawa Pos edisi 29 November 2022, bahwa BPCB ini dituangkan dalam pasal 27.
Pasal tentang Badan Pengelola Cagar Budaya (BPCB) adalah pasal yang selama ini ditunggu tunggu demi pemanfaatan Cagar budaya bagi masyarakat Surabaya. Dengan hadirnya Badan Pengelola Cagar Budaya maka Bangunan Cagar Budaya (BCB) tidak hanya berhenti pada pelestarian, tapi bisa berlanjut pada pengelolaan dan pemanfaatan sehingga bisa dapat memberi nilai lebih.
Surabaya kaya akan bangunan Cagar budaya dan nilai nilai sejarah dan budaya. Setidaknya ada sekitar 200 BCB yang tersebar di kota Surabaya. Melalui Perda Cagar Budaya yang baru (2022), maka eksistensi benda, struktur dan bangunan Cagar budaya tidak hanya diselamatkan melalui upaya upaya pelestarian, tapi lebih dari itu, keberadaannya dapat dimanfaatkan untuk tujuan tujuan pendidikan, ilmu pengetahuan, penelitian, kebudayaan dan pariwisata yang ujung ujungnya memberi nilai ekonomis.
Gedung Singa, monumental dunia yang nganggur di Surabaya. Perlu dikelola dan dimanfaatkan
Khusnul Khotimah mengatakan Badan Pengelola Cagar Budaya nantinya bisa merangsang tumbuhnya sektor ekonomi kreatif sebab bangunan Cagar budaya tidak sekedar menjadi bangunan mati, tetapi menjadi wadah kreativitas warga Surabaya.
Begandring Soerabaia Usulkan Badan Pengelola Cagar Budaya
Ketika Raperda Pengelolaan Cagar Budaya mulai dibahas oleh Panitia Khusus (Pansus) di DPRD Kota Surabaya pada awal tahun 2022, pihak Pansus yang ada di Komisi D DPRD Surabaya mengundang narasumber ahli di bidang bidang terkait. Komunitas sejarah Begandring Soerabaia adalah salah satu pihak yang diundang.
Setelah mempelajari draf Raperda yang dikirim ke Begandring Soerabaia, tim pengkaji Raperda dari Begandring mendapati satu hal penting yang seharusnya masuk dalam Raperda. Tetapi dalam draf tidak dituangkan. Yaitu Badan Pengelola Cagar Budaya (BPCB). Padahal Raperdanya sendiri berbunyi Raperda Pengelolaan Cagar Budaya.
Apalagi Raperda, yang diajukan Pemerintah Kota Surabaya ini, menjadi turunan dari Undang Undang 11/2010 tentang Cagar Budaya, dimana dalam pasal 97 terdapat aturan tentang Badan Pengelolaan Cagar Budaya. Karenanya, Begandring Soerabaia mengusulkan kepada Pansus agar memasukkan Badan Pengelola Cagar Budaya ke dalam Raperda.
Badan Pengelola Cagar Budaya (BPCB) dalam Raperda Cagar Budaya Kota Surabaya dituangkan dalam Pasal 27, yang selangkah lagi Raperda ini akan diparipurnakan.
Sejarawan dan dosen Universitas Negeri Surabaya, Rojil Nugroho Bayu Aji, S.Hum., M.A. berharap keberadaan Badan Pengelola Cagar Budaya dalam Perda Cagar Budaya Kota Surabaya menjadi langkah bagus.
"Ke depan Badan Pengelola Cagar Budaya ini dapat menyelamatkan, menjaga dan memanfaatkan cagar budaya di Surabaya. Surabaya ini memiliki banyak bangunan cagar budaya dan kawasan bersejarah yang harus bisa dimanfaatkan untuk kemajuan kebudayaan dan edukasi bagi generasi mendatang", jelas Rojil, sapaan akrabnya.
Sementara itu Prof. Purnawan Basundoro, yang menjabat sebagai sekretaris Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Surabaya dan Dekan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unair berharap bahwa Badan tersebut bisa mengelola bangunan cagar budaya dengan lebih baik dan serius.
"Nantinya Badan Pengelola Cagar Budaya ini bisa mendorong agar bangunan cagar budaya bisa bermanfaat maksimal. Badan Pengelola diharapkan bisa lebih profesional mengelola cagar budaya", terang Purnawan Basundoro.
Ketua Komisi D DPRD Kota Surabaya, Khusnul Khotimah, berharap dengan terbentuknya Badan Pengelola Cagar Budaya (BPCB) nanti bisa menjadi mitra yang sejajar dengan Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) yang sudah ada.
"Mereka bisa duduk bersama dalam langkah koordinasi menjalankan tugas tugasnya. TACB melakukan perlindungan, BPCB melakukan pemanfaatan", tambah Khusnul yang dihubungi melalui celuler pada Selasa malam, 29 November 2022.
Kehadiran BPCB dalam Perda Cagar Budaya Kota Surabaya ini memang sangat relevan dengan UU 11/2010, khususnya dengan Pasal 97.
Pasal 97 (1) berbunyi Pemerintah dan pemerintah daerah memfasilitasi pengelolaan kawasan Cagar Budaya. (2) Pengelolaan kawasan Cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan tidak bertentangan dengan kepentingan masyarakat terhadap Cagar budaya dan kehidupan sosial.
Sedangkan pada ayat (3) berbunyi pengelolaan kawasan Cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh badan pengelola yang dibentuk oleh pemerintah, pemerintah daerah dan atau masyarakat hukum adat.
Ayat (4) berbunyi Badan Pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat terdiri atas unsur pemerintah dan atau pemerintah daerah, dunia usaha dan masyarakat.
Sementara pada ayat (5) menyebut bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Cagar budaya diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pengelolaan, menurut UU, adalah upaya terpadu untuk melindungi, mengembangkan dan memanfaatkan cagar budaya melalui kebijakan pengaturan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat.
Sedangkan Pemanfaatan adalah pendayagunaan Cagar budaya untuk kepentingan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat dengan tetap mempertahankan kelestariannya.
Karenanya Badan Pengelola Cagar Budaya (BPCB) Kota Surabaya ini penting sebagai penghubung antara Cagar Budaya dengan pemanfaatannya bagi kesejahteraan rakyat. Terlalu sayang, jika Surabaya yang begitu kaya akan Cagar budaya kurang atau tidak memanfaatkan kekayaan Cagar budayanya untuk menunjang peningkatan kesejahteraan rakyat.
Pemanfaatan Rumah HOS Tjokroaminoto sebagai museum
Kolaborasi Pentahelix Dan Belajar dari Badan Pengelola Kota Lama Semarang
Dalam hal upaya pemanfaatan Cagar budaya, konsep kerjasama lintas lembaga sangat dibutuhkan karena masing masing lembaga memiliki kompetensi dan wewenang di bidangnya. Adalah kolaborasi pentahelix yang melibatkan lima institusi: pemerintah, dunia usaha, akademisi, komunitas dan media.
Konsep pentahelix ini sendiri sudah menjadi kerangka dalam unsur pembentukan Badan Pengelola sesuai dengan Undang Undang 11/2010 tentang Cagar Budaya. Dalam pasal 97 ayat (3) dan (4) disebutkan bahwa Badan Pengelola yang dibentuk oleh pemerintah, pemerintah daerah dan atau masyarakat hukum adat dapat terdiri atas unsur pemerintah dan atau pemerintah daerah, dunia usaha dan masyarakat.
Studi banding ke Kota Lama Semarang. Dari kiri Tjahjono Rahardjo, Agus Surya Winarto, Dyah Katarina (Komisi D DPRD Surabaya), Penulis dan AH Thony (Wakil Ketua DPRD Surabaya)
Anggota Bagian Operasional Badan Pengelola Kawasan Kota Lama (BPK2L) Semarang, Agus Suryo Winarto, menyambut akan hadirnya Badan Pengelola Cagar Budaya dalam Perda Cagar Budaya Surabaya dan sekaligus mengingatkan agar dalam kerja kolaboratif antar unsur dalam BPCB senantiasa melihat local wisdom dan local history.
"Jangan sampai jika suatu ketika ada intervensi pusat, lalu pusat melalui PUPR, seperti di Kota Lama Semarang, datang untuk membantu revitalisasi kawasan, tetapi mereka tidak berkoordinasi dengan Badan Pengelola yang notabene adalah orang orang lokal, dan yang terjadi adalah ketidak sesuaian hasil revitalisasi dengan kondisi sejarah lokal", jelas Agus seorang pengusaha yang tergabung dalam kepengurusan Badan Pengelola Kawasan Kota Lama (BPKKL) Kota Semarang.
Lebih lanjut beliau mencontohkan seperti pemasangan tiang tiang penerangan jalan umum (PJU) di kawasan Kota Lama Semarang yang tidak sesuai dengan data dan fakta sejarah.
"Yang dipasang itu tiang lampu taman, bukan tiang lampu jalan. Padahal tiang lampu jalan, berdasarkan fakta sejarah, tidak seperti itu", tegas Agus dalam zoom meeting antara dirinya, Tjahjono Rahardjo (keduanya mewakili BPKKL) dan penulis mewakili Begandring Soerabaia pada Selasa malam, 29 November 2022.
Agus Suryo Winarto (dari unsur Dunia Usaha) dan Tjahjono Rahardjo (dari unsur akademisi) dalam kepengurusan Badan Pengelola Kawasan Kota Lama Semarang menyambut baik hadirnya Badan Pengelola Cagar Budaya di Kota Surabaya. Mereka berpesan agar unsur unsur yang duduk di Badan Pengelola bisa saling terbuka dan saling take and give demi menjalankan tugas bersama untuk pemanfaatan Cagar Budaya di Kota Surabaya.
"Masing masing unsur tidak boleh merasa lebih berkuasa dan mampu", pungkas Agus Surya Winarto yang terus idealis menjaga marwah sejarah dan kearifan lokal di kawasan Kota Lama Semarang. (Nanang).
Contrary to popular belief, Lorem Ipsum is not simply random text. It has roots in a piece of classical Latin literature from 45 BC, making it over 2000 years old. Richard McClintock, a Latin professor at Hampden-Sydney College in Virginia, looked up one of the more obscure Latin words, consectetur, from a Lorem Ipsum passage, and going through the cites of the word in classical literature, discovered the undoubtable source. Lorem Ipsum comes from sections 1.10.32 and 1.10.33 of "de Finibus Bonorum et Malorum" (The Extremes of Good and Evil) by Cicero, written in 45 BC. This book is a treatise on the theory of ethics, very popular during the Renaissance. The first line of Lorem Ipsum, "Lorem ipsum dolor sit amet..", comes from a line in section 1.10.32.
The standard chunk of Lorem Ipsum used since the 1500s is reproduced below for those interested. Sections 1.10.32 and 1.10.33 from "de Finibus Bonorum et Malorum" by Cicero are also reproduced in their exact original form, accompanied by English versions from the 1914 translation by H. Rackham.
Pameran Foto Membuka Wadah Kreativitas dan Ekonomi Kreatif
Penulis : Nanang Purwono
Gelaran Pameran Foto yang diselingi oleh serangkaian kegiatan pendukung dalam rangkaian Road to Gala Premier film Soera ing Baja, Gemuruh Revolusi '45, menjadi ajang pengembang potensi diri, kreativitas dan ekonomi kreatif. Pameran ini berlangsung di Basement Balai Pemuda Surabaya mulai 4 sampai 18 Desember 2022.
Dalam pameran ini ditampilkan 90 lembar foto, yang sebagian dalam ukuran poster. Pemasangan poster dan foto foto nya dibuat sedemikian rupa seolah menghadirkan suasana ruang tunggu di gedong bioskop. Apalagi di tengah ruangan dipasang layar monitor LCD yang menayangkan filler film "Soera ing Baja".
Foto foto nya menyajikan suasana kegiatan di balik layar (Behind the Scene), frame yang sesuai dengan frame foto dokumen serta foto foto dokumen dari beberapa sumber. Adapun sumber terkini adalah para fotografer yang mengikuti dan mendokumentasikan jalannya proses produksi film. Para fotografer ini adalah Hengky Purwoko, Ithok dan Andre Arisotya.
Menurut kurator pameran foto, Yayan Indrayana yang juga pegiat dari Komunitas Begandring Soerabaia, sebetulnya ada lebih dari seribu foto foto hasil jepretan para fotografer, namun dari semua itu dipilih yang terbaik dari yang terbaik. Akhirnya terseleksi sekitar 100 foto.
Pemberdayaan Komunitas
Selama pameran, mulai dari 4 hingga 18 Desember 2022, ajang pameran ini menjadi media pembelajaran baik bagi pengunjung, maupun panitia. Panitia ini adalah gabungan dari unsur komunitas sejarah dan mahasiswa Unair. Ada Reenactor Djawa Timoer, Reenactor Jombang, Reenactor Mojokerto, Bangiler, Reenactor Bali yang dikoordinir oleh Begandring Soerabaia.
Mereka selama pameran terlibat sebagai pemandu pamer. Setiap hari ada jadwal tugas sebagai pemandu pameran. Ada dua shift setiap hari: pagi-siang dan sore-malam. Dengan berpakaian lengkap seperti yang digunakan oleh pelaku sejarah pertempuran Surabaya baik dari pihak Republik maupun pihak Sekutu, mereka dengan aktif melayani pengunjung dengan memberikan penjelasan di seputar foto dan kegiatan pembuatan film termasuk tentang isi film yang berjudul Soera ing Baja.
Selain dari komunitas sejarah, para pemandu pameran ini juga berasal dari Fakultas Fisip dan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga. Adalah Bagas dari Fisip Unair yang ikut tampil sebagai pemandu. Ia berpakaian seorang perwira Jepang. Baginya bisa terlibat dalam kegiatan kesejarahan ini menjadi ajang aktualisasi hobi dan passion.
"Saya bisa berinteraksi dengan pengunjung dan berbagi cerita sejarah kota Pahlawan Surabaya", ujar mahasiswa Fisip jurusan Hubungan Internasional ini. Ia menambahkan bahwa ada tiga mahasiswa Fisip Unair yang ikut kegiatan edukasi bersama Begandring Soerabaia.
Sementara itu Jihan, mahasiswi dari Fakultas Ilmu Budaya, Unair yang juga menjadi relawan pemandu pameran mengatakan bahwa ia mendapat wadah pembelajaran di luar kuliah.
Tidak hanya mereka berdua yang mengakui bahwa pameran ini menjadi ajang aktualisasi diri. Secara konstruktif dan tematik, mereka berlatih berinteraksi dengan publik dan berdiskusi sesuai tema pameran.
Ada juga relawan relawan dari komunitas reenactment yang menjadi pemandu. Bagi mereka kesempatan ini adalah momen untuk bisa berbagi pengetahuan tentang sejarah Pertempuran Surabaya kepada orang lain.
Dari pengamatan media ini, pameran dengan kegiatan kegiatan pendukungnya memberi peluang bagi mereka untuk mengembangkan kemampuan dan meningkatkan kapasitas diri di bidang kesejarahan kota Surabaya.
Tidak cuma kegiatan kepemanduan yang berlangsung harian, ada juga yang dijadwal secara insidentil seperti seminar. Pada 7 Desember diselenggarakan seminar tentang pakaian dalam peristiwa Pertempuran Surabaya. Kemudian pada 10 Desember digelar teatrikal reka ulang komando Keramat dan diskusi peristiwa asli dalam potongan film. Pada kegiatan insidentil terakhir, 15 Desember, diselenggarakan diskusi Behind the Scene film Soera ing Baja. Semua pengunjung pada acara acara itu bisa menjadi audience acara.
Tidak ketinggalan, ajang pameran ini juga menjadi wadah ekonomi kreatif dari para pegiat sejarah. Adalah Dedy "Kopral" Risdianto yang membuka atraksi produksi aksesoris berbahan kulit.
"Berawal dari hoby yang bersifat vintage dan historis, saya memulai membuat aksesoris yang dibutuhkan kawan kawan dalam beraktivitas. Awalnya dalam paguyuban sepeda onthel dimana banyak aksesoris yang dibutuhkan terbuat dari kulit. Saat itu saya mulai berkreasi membuat kerajinan aksesoris dari bahan kulit", cerita Dedy yang kini kegiatan itu menjadi sandaran hidupnya.
Banyak pesanan yang datang dari luar kota seperti Bandung, Bogor dan Jakarta. Bahkan pada malam kegiatan di ajang pameran pada Rabo, 7 Desember 2022, ada pemesan dari Bangil yang datang untuk mengambil pesanan.
Ajang atraksi produksi kerajinan dari kulit seperti sarung sangkur, pedang, peluru, ikat pinggang dan lain lain ikut meramaikan kegiatan pameran foto.
"Biasanya saya mengerjakan di rumah. Sekarang ada momen, saya mengerjakan di ajang pameran. Ke depan wadah komunitas Begandring ini berpotensi sebagai etalase berkreasi secara publik", pungkas Dedy Risdianto yang melabeli produknya DrCreation. (nng/pul)
Penulis : Nanang Purwono
abad.id-Sebanyak 20 orang sebagai pendukung dan pemeran dalam film Koesno, Jati Diri Soekarno bertolak ke Jakarta untuk menghadiri Malam Penganugerahan Piala Citra, Festival Film Indonesia (FFI) 2022. Mereka terdiri dari berbagai unsur komunitas yang berasal Surabaya (Begandring), Bangil (Bangiler), Mojokerto (Reenactor Mojokerto) dan mahasiswa FIB Unair.
Kehadiran mereka ke Jakarta ini atas undangan Hilmar Farid, Ph.D., Direktur Jendral (Dirjen) Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk menghadiri malam Penganugerahan Piala Citra 2022 yang digelar di Jakarta Convention Centre, Senayan Jakarta.
Film "Koesno, Jati Diri Soekarno" yang digagas dan diproduksi secara kolaboratif antara komunitas Begandring Soerabaia, TVRI Jatim, FIB Unair serta Pemerintah Kota Surabaya terpilih sebagai nominasi Film Pendek Terbaik, FFI 2022. Ada 7 nominator, yaitu Gimbal, Kemaren Semua Baik Baik Saja, Koesno, Lady Rocker Sylvia Sartje, Maramba, Sintas Berlayar dan Tasmenda Sasandu Dalen.
"Adalah kebanggaan bagi kami bisa mendapat undangan dari Dirjen Kebudayaan untuk menghadiri acara Penganugeraan Piala Citra 2022 dan undangan bagi kami sifatnya masal. Ada 20 orang dari kami yang diundang. Sementara undangan lainnya sifatnya terbatas, hanya satu atau dua", kata Kuncaraono Prasetyo sebagai ketua rombongan dari Begandring Soerabaia.
Karena siapa pun, yang masuk ke arena malam penganugerahan Piala Citra, harus melewati red carpet, maka kepada rombongan film Koesno diharapkan mengenakan busana yang representatif.
"Kami mengenakan busana pergerakan sebagaimana dikenakan Soekarno ketika masih setingkat SMA. Busana ini simbol perpaduan antara busana Jawa dan Eropa sebagai perlambang kesetaraan antara Jawa Eropa", tambah Kuncaraono sembari mengingatkan peserta.
Rombongan berangkat dari halaman Balai Kota Surabaya pada Senin malam, 21 November 2022. Sedangkan malam penganugerahan Piala Citra digelar pada Selasa malam, 22 November 2022.
"Selain menghadiri FFI, kami juga memanfaatkan waktu untuk studi banding di Kota Tua Jakarta. Karenanya program studi banding ini kami namakan Road to Batavia", tambah Kuncarsono.
Menurut agenda perjalanan, bahwa tempat pertama yang dikunjungi adalah Museum Nasional untuk menjamin cari sebuah prasasti yang mencatan nama Curabhaya (sekarang Surabaya). Namanya prasasti Canggu atau Trowulan I yang dibuat oleh Raja Hayam Wuruk pada 1358 M.
"Prasasti ini menjadi bukti sejarah yang sangat penting bagi kota Surabaya. Karenanya kami perlu melihat secara nyata" tambahnya.
Selain itu, sejalan sebelum ke kawasan Kota Tua, rombongan akan mampir ke Gedung Museum Arsip Nasional. Gedung ini didirikan pada 1750 sebagai rumah tinggal Gubernur Jenderal Reyner de Klerk dengan gaya Indisch. Gedung tersebut dibangun dengan di kelilingi parit yang dalam guna mempertahankan kota Batavia terhadap serangan dari Banten atau Mataram.
Dari gedung Museum Arsip, kemudian menuju ke bekas kediaman salah satu petinggi VOC. Yaitu Jenderal Gustaaf Willem Baron van Imhoff. Setelah ditempati Baron van Imhoff, pada 1768-1808, gedung ini dialihfungsikan sebagai hotel khusus bagi pejabat VOC dan Belanda yang berkunjung ke Batavia.
Rencana pemberhentian terakhir yaitu ke Museum Fatahillah, yang dahulu merupakan Balai Kota Batavia, dibangun pada tahun 1707-1710 atas perintah Gubernur Jenderal Joan van Hoorn. Bangunan ini menyerupai Istana Dam di Amsterdam. Sejak 30 Maret 1974, bangunan ini diresmikan sebagia Museum Sejarah Jakarta oleh oleh Gubernur Ali Sadikin.
Dengan kunjungan di Kota Tua Jakarta, rombongan yang tidak lain adalah para pegiat sejarah dan budaya ini dapat menambah wawasan demi upaya upaya pelestarian, pengelolaan dan pemanfaatan bangunan cagar budaya di Surabaya, khususnya kawasan Kota Tua Surabaya yang sudah sedang diproyeksikan untuk dikembangkan oleh Pemerintah Kota Surabaya.
Pada malam hari, rombongan menghadiri malam Penganugerahan Piala Citra, FFI 2022 di Jakarta Convention Centre di Senayan Jakarta. (Nanang).
Badan Pengelola Cagar Budaya Masuk Perda Cagar Budaya Kota Surabaya
Abad.id - Tinggal selangkah saja Raperda Cagar budaya Kota Surabaya segera disahkan. Ketua Komisi D DPRD Kota Surabaya, Hj. Khusnul Khatimah, S.Pd.I., M.Pd.I., yang dihubungi melalui sambungan telephone celuler membenarkan bahwa pembahasan Raperda Pengelolaan Cagar Budaya telah selesai di tingkat Panitia Khusus (Pansus) pada Senin, 28 November 2022. Selanjutnya akan diparipurnakan.
Yang menarik dan menggembirakan dalam Raperda itu adalah dituangkannya Badan Pengelola Cagar Budaya (BPCB) dalam sebuah pasal. Dikutip dari Harian Jawa Pos edisi 29 November 2022, bahwa BPCB ini dituangkan dalam pasal 27.
Pasal tentang Badan Pengelola Cagar Budaya (BPCB) adalah pasal yang selama ini ditunggu tunggu demi pemanfaatan Cagar budaya bagi masyarakat Surabaya. Dengan hadirnya Badan Pengelola Cagar Budaya maka Bangunan Cagar Budaya (BCB) tidak hanya berhenti pada pelestarian, tapi bisa berlanjut pada pengelolaan dan pemanfaatan sehingga bisa dapat memberi nilai lebih.
Surabaya kaya akan bangunan Cagar budaya dan nilai nilai sejarah dan budaya. Setidaknya ada sekitar 200 BCB yang tersebar di kota Surabaya. Melalui Perda Cagar Budaya yang baru (2022), maka eksistensi benda, struktur dan bangunan Cagar budaya tidak hanya diselamatkan melalui upaya upaya pelestarian, tapi lebih dari itu, keberadaannya dapat dimanfaatkan untuk tujuan tujuan pendidikan, ilmu pengetahuan, penelitian, kebudayaan dan pariwisata yang ujung ujungnya memberi nilai ekonomis.
Gedung Singa, monumental dunia yang nganggur di Surabaya. Perlu dikelola dan dimanfaatkan
Khusnul Khotimah mengatakan Badan Pengelola Cagar Budaya nantinya bisa merangsang tumbuhnya sektor ekonomi kreatif sebab bangunan Cagar budaya tidak sekedar menjadi bangunan mati, tetapi menjadi wadah kreativitas warga Surabaya.
Begandring Soerabaia Usulkan Badan Pengelola Cagar Budaya
Ketika Raperda Pengelolaan Cagar Budaya mulai dibahas oleh Panitia Khusus (Pansus) di DPRD Kota Surabaya pada awal tahun 2022, pihak Pansus yang ada di Komisi D DPRD Surabaya mengundang narasumber ahli di bidang bidang terkait. Komunitas sejarah Begandring Soerabaia adalah salah satu pihak yang diundang.
Setelah mempelajari draf Raperda yang dikirim ke Begandring Soerabaia, tim pengkaji Raperda dari Begandring mendapati satu hal penting yang seharusnya masuk dalam Raperda. Tetapi dalam draf tidak dituangkan. Yaitu Badan Pengelola Cagar Budaya (BPCB). Padahal Raperdanya sendiri berbunyi Raperda Pengelolaan Cagar Budaya.
Apalagi Raperda, yang diajukan Pemerintah Kota Surabaya ini, menjadi turunan dari Undang Undang 11/2010 tentang Cagar Budaya, dimana dalam pasal 97 terdapat aturan tentang Badan Pengelolaan Cagar Budaya. Karenanya, Begandring Soerabaia mengusulkan kepada Pansus agar memasukkan Badan Pengelola Cagar Budaya ke dalam Raperda.
Badan Pengelola Cagar Budaya (BPCB) dalam Raperda Cagar Budaya Kota Surabaya dituangkan dalam Pasal 27, yang selangkah lagi Raperda ini akan diparipurnakan.
Sejarawan dan dosen Universitas Negeri Surabaya, Rojil Nugroho Bayu Aji, S.Hum., M.A. berharap keberadaan Badan Pengelola Cagar Budaya dalam Perda Cagar Budaya Kota Surabaya menjadi langkah bagus.
"Ke depan Badan Pengelola Cagar Budaya ini dapat menyelamatkan, menjaga dan memanfaatkan cagar budaya di Surabaya. Surabaya ini memiliki banyak bangunan cagar budaya dan kawasan bersejarah yang harus bisa dimanfaatkan untuk kemajuan kebudayaan dan edukasi bagi generasi mendatang", jelas Rojil, sapaan akrabnya.
Sementara itu Prof. Purnawan Basundoro, yang menjabat sebagai sekretaris Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Surabaya dan Dekan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unair berharap bahwa Badan tersebut bisa mengelola bangunan cagar budaya dengan lebih baik dan serius.
"Nantinya Badan Pengelola Cagar Budaya ini bisa mendorong agar bangunan cagar budaya bisa bermanfaat maksimal. Badan Pengelola diharapkan bisa lebih profesional mengelola cagar budaya", terang Purnawan Basundoro.
Ketua Komisi D DPRD Kota Surabaya, Khusnul Khotimah, berharap dengan terbentuknya Badan Pengelola Cagar Budaya (BPCB) nanti bisa menjadi mitra yang sejajar dengan Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) yang sudah ada.
"Mereka bisa duduk bersama dalam langkah koordinasi menjalankan tugas tugasnya. TACB melakukan perlindungan, BPCB melakukan pemanfaatan", tambah Khusnul yang dihubungi melalui celuler pada Selasa malam, 29 November 2022.
Kehadiran BPCB dalam Perda Cagar Budaya Kota Surabaya ini memang sangat relevan dengan UU 11/2010, khususnya dengan Pasal 97.
Pasal 97 (1) berbunyi Pemerintah dan pemerintah daerah memfasilitasi pengelolaan kawasan Cagar Budaya. (2) Pengelolaan kawasan Cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan tidak bertentangan dengan kepentingan masyarakat terhadap Cagar budaya dan kehidupan sosial.
Sedangkan pada ayat (3) berbunyi pengelolaan kawasan Cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh badan pengelola yang dibentuk oleh pemerintah, pemerintah daerah dan atau masyarakat hukum adat.
Ayat (4) berbunyi Badan Pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat terdiri atas unsur pemerintah dan atau pemerintah daerah, dunia usaha dan masyarakat.
Sementara pada ayat (5) menyebut bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Cagar budaya diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pengelolaan, menurut UU, adalah upaya terpadu untuk melindungi, mengembangkan dan memanfaatkan cagar budaya melalui kebijakan pengaturan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat.
Sedangkan Pemanfaatan adalah pendayagunaan Cagar budaya untuk kepentingan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat dengan tetap mempertahankan kelestariannya.
Karenanya Badan Pengelola Cagar Budaya (BPCB) Kota Surabaya ini penting sebagai penghubung antara Cagar Budaya dengan pemanfaatannya bagi kesejahteraan rakyat. Terlalu sayang, jika Surabaya yang begitu kaya akan Cagar budaya kurang atau tidak memanfaatkan kekayaan Cagar budayanya untuk menunjang peningkatan kesejahteraan rakyat.
Pemanfaatan Rumah HOS Tjokroaminoto sebagai museum
Kolaborasi Pentahelix Dan Belajar dari Badan Pengelola Kota Lama Semarang
Dalam hal upaya pemanfaatan Cagar budaya, konsep kerjasama lintas lembaga sangat dibutuhkan karena masing masing lembaga memiliki kompetensi dan wewenang di bidangnya. Adalah kolaborasi pentahelix yang melibatkan lima institusi: pemerintah, dunia usaha, akademisi, komunitas dan media.
Konsep pentahelix ini sendiri sudah menjadi kerangka dalam unsur pembentukan Badan Pengelola sesuai dengan Undang Undang 11/2010 tentang Cagar Budaya. Dalam pasal 97 ayat (3) dan (4) disebutkan bahwa Badan Pengelola yang dibentuk oleh pemerintah, pemerintah daerah dan atau masyarakat hukum adat dapat terdiri atas unsur pemerintah dan atau pemerintah daerah, dunia usaha dan masyarakat.
Studi banding ke Kota Lama Semarang. Dari kiri Tjahjono Rahardjo, Agus Surya Winarto, Dyah Katarina (Komisi D DPRD Surabaya), Penulis dan AH Thony (Wakil Ketua DPRD Surabaya)
Anggota Bagian Operasional Badan Pengelola Kawasan Kota Lama (BPK2L) Semarang, Agus Suryo Winarto, menyambut akan hadirnya Badan Pengelola Cagar Budaya dalam Perda Cagar Budaya Surabaya dan sekaligus mengingatkan agar dalam kerja kolaboratif antar unsur dalam BPCB senantiasa melihat local wisdom dan local history.
"Jangan sampai jika suatu ketika ada intervensi pusat, lalu pusat melalui PUPR, seperti di Kota Lama Semarang, datang untuk membantu revitalisasi kawasan, tetapi mereka tidak berkoordinasi dengan Badan Pengelola yang notabene adalah orang orang lokal, dan yang terjadi adalah ketidak sesuaian hasil revitalisasi dengan kondisi sejarah lokal", jelas Agus seorang pengusaha yang tergabung dalam kepengurusan Badan Pengelola Kawasan Kota Lama (BPKKL) Kota Semarang.
Lebih lanjut beliau mencontohkan seperti pemasangan tiang tiang penerangan jalan umum (PJU) di kawasan Kota Lama Semarang yang tidak sesuai dengan data dan fakta sejarah.
"Yang dipasang itu tiang lampu taman, bukan tiang lampu jalan. Padahal tiang lampu jalan, berdasarkan fakta sejarah, tidak seperti itu", tegas Agus dalam zoom meeting antara dirinya, Tjahjono Rahardjo (keduanya mewakili BPKKL) dan penulis mewakili Begandring Soerabaia pada Selasa malam, 29 November 2022.
Agus Suryo Winarto (dari unsur Dunia Usaha) dan Tjahjono Rahardjo (dari unsur akademisi) dalam kepengurusan Badan Pengelola Kawasan Kota Lama Semarang menyambut baik hadirnya Badan Pengelola Cagar Budaya di Kota Surabaya. Mereka berpesan agar unsur unsur yang duduk di Badan Pengelola bisa saling terbuka dan saling take and give demi menjalankan tugas bersama untuk pemanfaatan Cagar Budaya di Kota Surabaya.
"Masing masing unsur tidak boleh merasa lebih berkuasa dan mampu", pungkas Agus Surya Winarto yang terus idealis menjaga marwah sejarah dan kearifan lokal di kawasan Kota Lama Semarang. (Nanang).
Contrary to popular belief, Lorem Ipsum is not simply random text. It has roots in a piece of classical Latin literature from 45 BC, making it over 2000 years old. Richard McClintock, a Latin professor at Hampden-Sydney College in Virginia, looked up one of the more obscure Latin words, consectetur, from a Lorem Ipsum passage, and going through the cites of the word in classical literature, discovered the undoubtable source. Lorem Ipsum comes from sections 1.10.32 and 1.10.33 of "de Finibus Bonorum et Malorum" (The Extremes of Good and Evil) by Cicero, written in 45 BC. This book is a treatise on the theory of ethics, very popular during the Renaissance. The first line of Lorem Ipsum, "Lorem ipsum dolor sit amet..", comes from a line in section 1.10.32.
The standard chunk of Lorem Ipsum used since the 1500s is reproduced below for those interested. Sections 1.10.32 and 1.10.33 from "de Finibus Bonorum et Malorum" by Cicero are also reproduced in their exact original form, accompanied by English versions from the 1914 translation by H. Rackham.
Pameran Foto Membuka Wadah Kreativitas dan Ekonomi Kreatif
Penulis : Nanang Purwono
Gelaran Pameran Foto yang diselingi oleh serangkaian kegiatan pendukung dalam rangkaian Road to Gala Premier film Soera ing Baja, Gemuruh Revolusi '45, menjadi ajang pengembang potensi diri, kreativitas dan ekonomi kreatif. Pameran ini berlangsung di Basement Balai Pemuda Surabaya mulai 4 sampai 18 Desember 2022.
Dalam pameran ini ditampilkan 90 lembar foto, yang sebagian dalam ukuran poster. Pemasangan poster dan foto foto nya dibuat sedemikian rupa seolah menghadirkan suasana ruang tunggu di gedong bioskop. Apalagi di tengah ruangan dipasang layar monitor LCD yang menayangkan filler film "Soera ing Baja".
Foto foto nya menyajikan suasana kegiatan di balik layar (Behind the Scene), frame yang sesuai dengan frame foto dokumen serta foto foto dokumen dari beberapa sumber. Adapun sumber terkini adalah para fotografer yang mengikuti dan mendokumentasikan jalannya proses produksi film. Para fotografer ini adalah Hengky Purwoko, Ithok dan Andre Arisotya.
Menurut kurator pameran foto, Yayan Indrayana yang juga pegiat dari Komunitas Begandring Soerabaia, sebetulnya ada lebih dari seribu foto foto hasil jepretan para fotografer, namun dari semua itu dipilih yang terbaik dari yang terbaik. Akhirnya terseleksi sekitar 100 foto.
Pemberdayaan Komunitas
Selama pameran, mulai dari 4 hingga 18 Desember 2022, ajang pameran ini menjadi media pembelajaran baik bagi pengunjung, maupun panitia. Panitia ini adalah gabungan dari unsur komunitas sejarah dan mahasiswa Unair. Ada Reenactor Djawa Timoer, Reenactor Jombang, Reenactor Mojokerto, Bangiler, Reenactor Bali yang dikoordinir oleh Begandring Soerabaia.
Mereka selama pameran terlibat sebagai pemandu pamer. Setiap hari ada jadwal tugas sebagai pemandu pameran. Ada dua shift setiap hari: pagi-siang dan sore-malam. Dengan berpakaian lengkap seperti yang digunakan oleh pelaku sejarah pertempuran Surabaya baik dari pihak Republik maupun pihak Sekutu, mereka dengan aktif melayani pengunjung dengan memberikan penjelasan di seputar foto dan kegiatan pembuatan film termasuk tentang isi film yang berjudul Soera ing Baja.
Selain dari komunitas sejarah, para pemandu pameran ini juga berasal dari Fakultas Fisip dan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga. Adalah Bagas dari Fisip Unair yang ikut tampil sebagai pemandu. Ia berpakaian seorang perwira Jepang. Baginya bisa terlibat dalam kegiatan kesejarahan ini menjadi ajang aktualisasi hobi dan passion.
"Saya bisa berinteraksi dengan pengunjung dan berbagi cerita sejarah kota Pahlawan Surabaya", ujar mahasiswa Fisip jurusan Hubungan Internasional ini. Ia menambahkan bahwa ada tiga mahasiswa Fisip Unair yang ikut kegiatan edukasi bersama Begandring Soerabaia.
Sementara itu Jihan, mahasiswi dari Fakultas Ilmu Budaya, Unair yang juga menjadi relawan pemandu pameran mengatakan bahwa ia mendapat wadah pembelajaran di luar kuliah.
Tidak hanya mereka berdua yang mengakui bahwa pameran ini menjadi ajang aktualisasi diri. Secara konstruktif dan tematik, mereka berlatih berinteraksi dengan publik dan berdiskusi sesuai tema pameran.
Ada juga relawan relawan dari komunitas reenactment yang menjadi pemandu. Bagi mereka kesempatan ini adalah momen untuk bisa berbagi pengetahuan tentang sejarah Pertempuran Surabaya kepada orang lain.
Dari pengamatan media ini, pameran dengan kegiatan kegiatan pendukungnya memberi peluang bagi mereka untuk mengembangkan kemampuan dan meningkatkan kapasitas diri di bidang kesejarahan kota Surabaya.
Tidak cuma kegiatan kepemanduan yang berlangsung harian, ada juga yang dijadwal secara insidentil seperti seminar. Pada 7 Desember diselenggarakan seminar tentang pakaian dalam peristiwa Pertempuran Surabaya. Kemudian pada 10 Desember digelar teatrikal reka ulang komando Keramat dan diskusi peristiwa asli dalam potongan film. Pada kegiatan insidentil terakhir, 15 Desember, diselenggarakan diskusi Behind the Scene film Soera ing Baja. Semua pengunjung pada acara acara itu bisa menjadi audience acara.
Tidak ketinggalan, ajang pameran ini juga menjadi wadah ekonomi kreatif dari para pegiat sejarah. Adalah Dedy "Kopral" Risdianto yang membuka atraksi produksi aksesoris berbahan kulit.
"Berawal dari hoby yang bersifat vintage dan historis, saya memulai membuat aksesoris yang dibutuhkan kawan kawan dalam beraktivitas. Awalnya dalam paguyuban sepeda onthel dimana banyak aksesoris yang dibutuhkan terbuat dari kulit. Saat itu saya mulai berkreasi membuat kerajinan aksesoris dari bahan kulit", cerita Dedy yang kini kegiatan itu menjadi sandaran hidupnya.
Banyak pesanan yang datang dari luar kota seperti Bandung, Bogor dan Jakarta. Bahkan pada malam kegiatan di ajang pameran pada Rabo, 7 Desember 2022, ada pemesan dari Bangil yang datang untuk mengambil pesanan.
Ajang atraksi produksi kerajinan dari kulit seperti sarung sangkur, pedang, peluru, ikat pinggang dan lain lain ikut meramaikan kegiatan pameran foto.
"Biasanya saya mengerjakan di rumah. Sekarang ada momen, saya mengerjakan di ajang pameran. Ke depan wadah komunitas Begandring ini berpotensi sebagai etalase berkreasi secara publik", pungkas Dedy Risdianto yang melabeli produknya DrCreation. (nng/pul)
Penulis : Nanang Purwono
abad.id-Sebanyak 20 orang sebagai pendukung dan pemeran dalam film Koesno, Jati Diri Soekarno bertolak ke Jakarta untuk menghadiri Malam Penganugerahan Piala Citra, Festival Film Indonesia (FFI) 2022. Mereka terdiri dari berbagai unsur komunitas yang berasal Surabaya (Begandring), Bangil (Bangiler), Mojokerto (Reenactor Mojokerto) dan mahasiswa FIB Unair.
Kehadiran mereka ke Jakarta ini atas undangan Hilmar Farid, Ph.D., Direktur Jendral (Dirjen) Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk menghadiri malam Penganugerahan Piala Citra 2022 yang digelar di Jakarta Convention Centre, Senayan Jakarta.
Film "Koesno, Jati Diri Soekarno" yang digagas dan diproduksi secara kolaboratif antara komunitas Begandring Soerabaia, TVRI Jatim, FIB Unair serta Pemerintah Kota Surabaya terpilih sebagai nominasi Film Pendek Terbaik, FFI 2022. Ada 7 nominator, yaitu Gimbal, Kemaren Semua Baik Baik Saja, Koesno, Lady Rocker Sylvia Sartje, Maramba, Sintas Berlayar dan Tasmenda Sasandu Dalen.
"Adalah kebanggaan bagi kami bisa mendapat undangan dari Dirjen Kebudayaan untuk menghadiri acara Penganugeraan Piala Citra 2022 dan undangan bagi kami sifatnya masal. Ada 20 orang dari kami yang diundang. Sementara undangan lainnya sifatnya terbatas, hanya satu atau dua", kata Kuncaraono Prasetyo sebagai ketua rombongan dari Begandring Soerabaia.
Karena siapa pun, yang masuk ke arena malam penganugerahan Piala Citra, harus melewati red carpet, maka kepada rombongan film Koesno diharapkan mengenakan busana yang representatif.
"Kami mengenakan busana pergerakan sebagaimana dikenakan Soekarno ketika masih setingkat SMA. Busana ini simbol perpaduan antara busana Jawa dan Eropa sebagai perlambang kesetaraan antara Jawa Eropa", tambah Kuncaraono sembari mengingatkan peserta.
Rombongan berangkat dari halaman Balai Kota Surabaya pada Senin malam, 21 November 2022. Sedangkan malam penganugerahan Piala Citra digelar pada Selasa malam, 22 November 2022.
"Selain menghadiri FFI, kami juga memanfaatkan waktu untuk studi banding di Kota Tua Jakarta. Karenanya program studi banding ini kami namakan Road to Batavia", tambah Kuncarsono.
Menurut agenda perjalanan, bahwa tempat pertama yang dikunjungi adalah Museum Nasional untuk menjamin cari sebuah prasasti yang mencatan nama Curabhaya (sekarang Surabaya). Namanya prasasti Canggu atau Trowulan I yang dibuat oleh Raja Hayam Wuruk pada 1358 M.
"Prasasti ini menjadi bukti sejarah yang sangat penting bagi kota Surabaya. Karenanya kami perlu melihat secara nyata" tambahnya.
Selain itu, sejalan sebelum ke kawasan Kota Tua, rombongan akan mampir ke Gedung Museum Arsip Nasional. Gedung ini didirikan pada 1750 sebagai rumah tinggal Gubernur Jenderal Reyner de Klerk dengan gaya Indisch. Gedung tersebut dibangun dengan di kelilingi parit yang dalam guna mempertahankan kota Batavia terhadap serangan dari Banten atau Mataram.
Dari gedung Museum Arsip, kemudian menuju ke bekas kediaman salah satu petinggi VOC. Yaitu Jenderal Gustaaf Willem Baron van Imhoff. Setelah ditempati Baron van Imhoff, pada 1768-1808, gedung ini dialihfungsikan sebagai hotel khusus bagi pejabat VOC dan Belanda yang berkunjung ke Batavia.
Rencana pemberhentian terakhir yaitu ke Museum Fatahillah, yang dahulu merupakan Balai Kota Batavia, dibangun pada tahun 1707-1710 atas perintah Gubernur Jenderal Joan van Hoorn. Bangunan ini menyerupai Istana Dam di Amsterdam. Sejak 30 Maret 1974, bangunan ini diresmikan sebagia Museum Sejarah Jakarta oleh oleh Gubernur Ali Sadikin.
Dengan kunjungan di Kota Tua Jakarta, rombongan yang tidak lain adalah para pegiat sejarah dan budaya ini dapat menambah wawasan demi upaya upaya pelestarian, pengelolaan dan pemanfaatan bangunan cagar budaya di Surabaya, khususnya kawasan Kota Tua Surabaya yang sudah sedang diproyeksikan untuk dikembangkan oleh Pemerintah Kota Surabaya.
Pada malam hari, rombongan menghadiri malam Penganugerahan Piala Citra, FFI 2022 di Jakarta Convention Centre di Senayan Jakarta. (Nanang).