images/images-1691485031.jpg
Sejarah
Indonesiana

Sejarah Cabe, Tanaman Yang Menghangatkan Dunia

Pulung Ciptoaji

Aug 08, 2023

621 views

24 Comments

Save

Tanaman rempah memiliki aroma atau berasa kuat yang digunakan dalam jumlah kecil di makanan sebagai pengawet atau perasa dalam makanan, misalnya pala, cengkeh, lada, cabai, lengkuas, dan lain-lain. Foto Pulung

 

cabe merah

 

 

abad.id-Semua orang sangat yakin akan potensi cabe yang menakjubkan. Tanaman sejenis tomat dan memiliki rasa pedas ini bisa berperan penting untuk menolong jutaan orang yang menderita kemiskinan, dan membuat hangat dunia.

 

Tanaman cabai termasuk suku terung-terungan. Tanaman cabai berbentuk perdu,dan tergolong tanaman semusim. Tanaman cabai dapat hidup di tanah berpasir, tanah liat, atau tanah liat berpasir. Pupuk kandang dan pupuk kompos merupakan bahan organik yang disukai oleh tanaman cabai.

 

Tanaman cabai juga membutuhkan sinar matahari yang cukup, karena digunakan untuk fotosintesis juga berfungsi untuk membantu dalam menekan hama. Kandungan zat gizi pada cabai antara lain kalori, protein, lemak, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin A, vitamin B, dan vitamin C.

 

Di negara-negara industri, cabe termasuk rempah yang terasa kaya akan manfaat akan toksin. Di Indonesia cabe menjadi pelengkap bumbu masak dan memiliki nutrisi penting. Cabe kaya akan kandungan potasium dan dapat melindungi kita dan meningkatkan daya tahan tubuh. Rata-rata cabe mengandung separuh dari kebutuhan harian akan vitamin C.

 

Menjelang 2030, penduduk dunia diperkirakan bertambah lebih dari 100 juta orang setiap tahun dan 95 % diantaranya berada di negara miskin. Solusinya sederhana untuk membangkitkan ekonomi petani miskin ini, mereka bisa membudidayakan tanaman rempah yang berkualitas bagus untuk komoditi dunia.  “Namun banyak kendala budidaya cabe, sehingga menghasilkan rempah yang berkuwalitas rendah, " jelas Mashuda pemilik 8 hektar rumah hijau yang khusus ditanami cabe di Pasuruan.

 

Jumlah kebutuhan cabe di seluruh Indonesia terus meningkat. Untuk wilayah Jakarta raya saja, kebutuhan rata-rata 18 ton perhari yang harus terpenuhi. Cabe tersebut didatangkan dari Jawa Timur, Brebes dan Lampung. Belum lagi untuk kebutuhan industri makanan yang jumlahnya tidak kalah besarnya.

 

Di Pasuruan,  tumbuhan rempah cabe telah menjadi produk unggulan pertanian yang dominan. Lahan Pasuruan berada di lereng bukit yang sejuk,  sangat cocok untuk tumbuhan cabe. Untuk saat ini harga cabe besar masih dapat dijangkau masyarakat di kisaran Rp 11 ribu per kilogram.

 

Selama puluhan tahun ke depan, produksi cabe akan terus berlipat. Namun Tren atas permintaan juga semakin bertambah karena menganut ekonomi pasar. Bagi petani kecil  akan menjual hasil panen ke tengkulak yang lebih besar untuk dikirim ke pasar nasional. Cabe termasuk dalam produk spekulasi di pasar pertanian, sebab harga sangat tergantung pada pasokan dan permintaan. Maka, cabe bisa menjadi peluang komuditi bagi siapapun, termasuk petani miskin yang memiliki lahan sempit sekalipun.

 

Sejarah Cabai Nusantara

 

Mayoritas masyarakat Indonesia memang sangat suka kuliner pedas. Tidak heran, ada begitu banyak jenis sambal yang tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia. Setiap daerah memiliki sambal khasnya.

 

Ahli arkeologi Jawa Kuna, H.I.R. Hinzler, menyebut bahwa dalam sejarah Jawa, sambal memiliki kedudukan yang penting sejak masa abad ke-17. Dikatakan penting, karena pada masa itu, tanaman cabe mulai berkembang luas.

 

Cabe mulanya bukanlah tanaman endemik nusantara. Tanaman ini berasal dari Benua Amerika dan dibawa masuk ke kawasan Asia Tenggara bersama dengan sekitar 2000-an jenis tumbuhan lainnya pada abad ke-16 oleh para pelaut Portugis dan Spanyol. Pada masa itu, Nusantara merupakan poros global dari Jalur rempah, di mana berbagai bangsa berlayar dan datang untuk mencari komoditas rempah-rempah, terutama cengkih dan pala.

 

Misi perdagangan bangsa-bangsa Eropa dalam mencari rempah disertai dengan pertukaran berbagai jenis komoditas pangan. Cabe salah satu dari beragam jenis komoditas pangan lintas benua yang berlabuh di kota-kota pelabuhan nusantara dan diperdagangkan di pasar-pasar.

 

Sebelum pembudidayaan cabe berkembang, sudah ada komoditas lada (Piper nigrum) yang diperkenalkan dari India. Akan tetapi, ketika cabe mudah dibudidayakan di Nusantara sejak abad ke-16, pamor lada sebagai komoditas niaga perlahan mulai meredup. Meskipun lada masih bertahan dan dipakai sebagai pecita rasa pedas masakan, tapi masyarakat Nusantara lebih menyukai cabe ketimbang lada.

 

Seperti sebuah laporan dari Residen Padang, H.J.J.L Ridder de Stuers (1850), membuktikan ketika ia menguping komentar orang Sumatra Barat perihal efek samping pedas lada. Menurut mereka membuat panas mulut dan lambung. Maka orang di Sumatera Barat lebih memilih untuk beralih membudidayakan cabe karena dirasakan lebih menguntungkan. Dalam perkembangannya, cabe banyak diolah menjadi berbagai jenis sambal sebagai menu pelengkap masakah orang-orang pribumi. (pul)

 

 

 

Artikel lainnya

Reaktualisasi Nilai Kejuangan dari Gedong Nasional Indonesia (GNI)

Author Abad

Oct 29, 2022

Epigrafer Abimardha: "Jika Hujunggaluh ada di Surabaya, itu perlu dipertanyakan"

Malika D. Ana

Feb 11, 2023

Surabaya Dalam Jejak Kubilai Khan, Cheng Ho dan Marga Han

Malika D. Ana

Jan 14, 2023

Peringatan Hari Pahlawan Tonggak Inspirasi Pembangunan Masa Depan

Malika D. Ana

Nov 12, 2022

Kapan Indonesia Siap Berdemokrasi?

Author Abad

Nov 01, 2022

Dekrit Untuk Kembali ke UUD 45 Asli

Malika D. Ana

Jul 06, 2023