images/images-1691470186.jpeg
Sejarah

Penyebutan Yogyakarta-Surakarta Sebagai Vorstenlanden

Malika D. Ana

Aug 08, 2023

921 views

24 Comments

Save

Penyebutan Yogyakarta-Surakarta Sebagai Vorstenlanden

 

 

Abad.id - VORSTENLANDEN  merupakan satu istilah yang dipakai pada sejarah jawa untuk menyebut daerah-daerah yang berada di bawah otoritas empat monarki asli Jawa pecahan Dinasti Mataram Islam: Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, Kadipaten Mangkunegaran, serta Kadipaten Pakualaman. Daerah-daerah yang termasuk Vorstenlanden tersebut ada di pedalaman Jawa. Awalnya, Vorstenlanden membentang di sepanjang sisi selatan mulai dari sekitar Gunung Slamet di  Jawa Tengah sampai dengan sekitar Gunung Kelud di Jawa Timur. Kondisi demikian  berlangsung  75 tahun, yakni antara 1755 sampai dengan  1830.

 

Sejak 1830, sebagai dampak kebijakan Pemerintah Kolonial Belanda pasca Perang Jawa/Diponegoro (1825-1830), luas wilayah yang termasuk Vorstenlanden menciut secara drastis. Sejak tahun tersebut, Vorstenlanden tinggal meliputi daerah-daerah yang kini dikenal sebagai eks Karesidenan Surakarta dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Bahkan, sejak 1946, tinggal Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman saja daerah Vorstenlanden yang terbilang masih memiliki otonomi untuk menjalankan pemerintahan. Itu pun keduanya pada dasarnya bertranformasi dalam bentuk Daerah Istimewa Yogyakarta, yang merupakan satu dari 34 provinsi dalam Republik Indonesia.

 

Historiografi kolonial maupun lokal mengenalkan pada masyarakat di era kontemporer tentang penyebutan Yogyakarta-Surakarta sebagai Vorstenlanden.

 

Mulanya, ketika Mataram belum terbagi, Kolonial Belanda menyebut wilayah yang dikuasainya sebagai Bovenlanden. Kemudian, Perjanjian Giyanti diadakan pada tahun 1755 yang membelah Mataram menjadi dua: Surakarta dan Yogyakarta.

 

Dualisme kekuatan Mataram yang terpecah ini masing-masing memiliki Negara Agung yang diperintah bersama. Selanjutnya, kawasan dari perpecahan ini disandingkan dengan penyebutan Vorstenlanden.

 

Secara toponim, daerah Vorstenlanden secara harafiah berarti "wilayah-wilayah kerajaan". Tak ayal, penyebutannya mengarah pada daerah-daerah yang berada di bawah otoritas empat monarki asli Jawa, pecahan Dinasti Mataram Islam.

 

 

Empat monarki tersebut diantaranya adalah Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, Kadipaten Mangkunegaran, dan Kadipaten Pakualaman. Kadipaten Mangkunegaran dibagi menjadi tiga daerah Onderregent (Kadipaten Anom).

 

Daerah-daerah tersebut terdiri dari: Karanganyar (meliputi Sukowati, Matesih dan Haribaya), Wonogiri (meliputi Nglaroh, Hanggabayan dan Kedawung), dan Malang Jiwa (Kartasura pada masa lampau).

 

Peta Wilayah Karesidenan Surakarta

 

Untuk Kasunanan Surakarta dan Kadipaten Mangkunegaran, keduanya  sejak 1946  bisa dibilang benar-benar kehilangan otonomi bidang pemerintahan atas daerah-daerah yang antara 1830-1946 di bawah kekuasaan mereka. Sejak sekitar setahun setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, dua pecahan Dinasti Mataram Islam tersebut memang mesti merelakan seluruh wilayahnya diambil alih Pemerintah Republik Indonesia. Bekas wilayah Kasunanan dan Mangkunegaran lantas dijadikan bagian dari Provinsi Jawa Tengah. Kini, gabungan wilayah dari dua pecahan Dinasti Mataram Islam itulah yang lazim dikenal sebagai wilayah Eks Karesidenan Surakarta.

 

Kini, Vorstenlanden menjadi tengara untuk bekas teritori Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Secara khusus, penyebutan Vorstenlanden sering muncul dalam pembahasan di bidang sosiologi pedesaan dan sejarah perkebunan.

 

Dalam perkembangannya, daerah Vorstenlanden terkenal sebagai penghasil tebu (gula) dan tembakau cerutu. Untuk tembakau, tradisi ini masih berlangsung hingga sekarang, dengan daerah pusat utama di wilayah tenggara Kabupaten Sleman dan barat Kabupaten Klaten.(mda)

Artikel lainnya

Reaktualisasi Nilai Kejuangan dari Gedong Nasional Indonesia (GNI)

Author Abad

Oct 29, 2022

Epigrafer Abimardha: "Jika Hujunggaluh ada di Surabaya, itu perlu dipertanyakan"

Malika D. Ana

Feb 11, 2023

Surabaya Dalam Jejak Kubilai Khan, Cheng Ho dan Marga Han

Malika D. Ana

Jan 14, 2023

Peringatan Hari Pahlawan Tonggak Inspirasi Pembangunan Masa Depan

Malika D. Ana

Nov 12, 2022

Kapan Indonesia Siap Berdemokrasi?

Author Abad

Nov 01, 2022

Dekrit Untuk Kembali ke UUD 45 Asli

Malika D. Ana

Jul 06, 2023