images/images-1690976371.jpg
Indonesiana

Pilihan Kebaya Atau Daster Sama Cantiknya

Pulung Ciptoaji

Aug 02, 2023

625 views

24 Comments

Save

Ibu negara Tien Suharto dengan mengenakan kebaya warna hijau sedang mendampingi kunjungan Putri Diana di Jakarta. Foto dok Fb

 

daster

Sarwendah sedang mengenakan daster untuk baju harian langsung mendapatkan pujian. Foto dok net

 

abad.id- Keindahan pakaian tradisional Indonesia terletak pada garis dan serasi dengan lekuk tubuh si pemakainya. Karena itu wanita Indonesia kelihatan lebih cantik dan anggun jika mengenakan busana tradisional. Sedangkan pakaian yang sering dipakai itu atasan kebaya dan bawahan kain batik yang diberi nama jarik.

 

Pada jaman Kartini, kebayan pendek selalu diibaratkan baju wajib kaum bangsawan lengkap dengan sanggul di rambut. Sanggul tersebut menjadi simbul wanita yang bersih hati dan keluwesan. Sedangkan bagian bawah berupa kain jarik. Perkembangan berikutnya, kebaya menjadi pakaian rakyat dengan model kebaya panjang dengan kesan lebih muslimah.

 

Bahkan bahan kebaya bukan lagi kain bertutu, namun menggunakan bahan kain songket. Selain itu muncul variasi model kebaya nusantara yang mengadaptasi model berdasarkan nilai-nilai lokal. Misalnya kebaya encim yang sering digunakan wanita peranakan, serta kebaya Ambon, Manado dan kebaya Sunda. Bahkan bagi perempuan muslim juga terdapat model kebaya panjang tanpa sanggul dan bisa menutupi aurat.

 

Namun, sebagian wanita menganggap busana kebaya ini dianggap tidak memberi ruang gerak yang bebas bagi pemakainya. Akhirnya kebaya hanya digunakan untuk acara tertentu yang bersifat tradisional dan resmi. Pemakai segera cepat melepas sanggul dan stagen selepas selesai acara. Sementara untuk busana hari-hari, mereka lebih menyukai daster, kaos lengan atau baju hijab. Pemilihan bahan kain diutamakan yang bisa menyerap keringat di tengah suhu udara tropis.

 

Menjadi Wanita Cantik Dengan Kebaya

 

Memakai kain kebaya sebenarnya gampang. Untuk berbusana tergantung dengan selera dan motif serta kombinasi warna serta aksesoris dan tata rias wajah.  Beberapa hal yang jangan diabaikan ketika menggenakan kebaya. Pertama pemilihan motif kain jarik harus sesuai dengan bentuk tubuh.

 

Corak yang besar dianggap tidak sesuai untuk tubuh yang kecil pendek atau gemuk. Corak klasik selalu indah dan abadi jika dipakai. Namun ada juga corak tertentu yang sifatnya khusus di sebuah acara, misalnya Sidomukti untuk pengantin. Untuk menggenakan kain sebaiknya harus rapi dan tidak terlalu ketat. Harus diperhatikan pula panjang kain harus sesuai dengan panjang pangkal kaki. Wiru garis sebaiknya sedikit ke kanan dan tidak berada di presisi tengah.

 

 

Sedangkan memilih kain kebaya ditentukan pada selera dan suasana pemakaiannya. Kebaya polos atau motif berbunga kecil dianjurkan agar kesan tidak meriah. Bagi yang bebadan gemuk, jangan pernah berkebaya terlalu ketat. Pilihlah bahan yang lembut dan bisa menyerap keringat. Sebab bahan yang kaku cenderung terlihat pemakainya tampak lebih gemuk.

 

 

Kebaya dengan motif tembus pandang atau chiffon hendaklah diberi pelapis. Agar tubuh bagian dalam tidak tampak dan lemak-lemak tubuh tidak terlihat.  Letak kutu baru jangan terlalu rendah dan terlalu lebar.

 

 

Ornamen yang harus dipakai bagi pemakai kebaya yaitu stagen. Jika memakai long torso hendaklah menggunakan Resleting. Tujuannya agar tidak kelihatan. Jika perlu dibuat tertutup dengan disembunyikan. Mereka yang bentuk tubuh tidak terlalu tinggi lebih sesuai menggenakan BH dan waistband. Jangan sampai long torso ataupun BH mengintip keluar dan terlihat kutu baru.

 

 

Sejarah Pakaian Kebaya

 

Kebaya awalnya dikenalkan sebagai pakaian adat orang Jawa. Namun, saat ini semua orang bisa mengenakan pakaian kebaya tanpa memandang suku. Bahkan pasca kemerdekaan, Presiden Soekarno menentapkan kebaya sebagai pakaian nasional Indonesia.

 

Kebaya berasal dari bahasa Arab, yaitu "abaya" yang memiliki arti pakaian. Kebaya awalnya diyakini berasal dari budaya Tinghoa atau Tiongkok. Menurut sejarah, kebaya bermula pada zaman Kerajaan Majapahit tahun 1293 sampai 1520. Pakaian kebaya awalnya dipakai oleh para permaisuri dan selir raja.

 

Di masa itu, awalnya para permaisuri dan selir menutupi tubuh mereka dengan melilit kain jarik saja yang disebut kemben. Kemudian setelah agama Islam masuk, perempuan mulai menyesuaikan dengan menutupi aurat dengan kain tambahan yang sekarang kita kenal dengan nama kebaya.

 

 

Kata kebaya sudah pernah dicatat oleh Gubernur Hindia Belanda yang bernama Thomas Stamford Raffles. Analisa terkait kebaya ini dicatat dalam bukunya pada tahun 1817 yang berjudul "History of Java".

 

 

Pada abad kelima, pakaian kebaya dipakai menjadi pakaian kebesaran perempuan keraton Jawa. Pada masa itu kebaya hanya dipakai oleh kaum bangsawan saja. Saat itu, kebaya dipakai untuk mendeskripsikan tingkat sosial seseorang. Kemudian seiring berjalannya waktu, pakaian kebaya juga dipakai oleh masyarakat biasa.  Kebaya juga memiliki makna dan nilai-nilai kehidupan bagi perempuan. Seperti nilai kepatuhan, kehalusan, dan sikap perempuan yang harus serba lembut.

 

 

Saat masa penjajahan, kebaya juga digunakan oleh perempuan Belanda yang tinggal di Indonesia. Bahkan kebaya digunakan ketika menghadiri agenda resmi warga Belanda. Sebab pakaian kebaya ini sebagai identitas kasta. Perilaku perempuan Belanda tersebut mengikuti perilaku perempuan keraton. Di mana saat itu perempuan keraton memiliki derajat sosial yang lebih tinggi dibandingkan masyarakat biasa. Kemudian setelah Indonesia merdeka, pakaian ini dijadikan sebagai identitas bangsa.

 

 

Kebaya Milik Siapa

 

Jejak kerajaan terbesar di Nusantara Majapahit tahun 1293 sampai 1520 telah meninggalkan banyak kesamaan budaya di Asia Tenggara. Kekuasaan Majapahit ini tidak hanya mengelola persoalan politik dan keamanan di sebuah kawasan, namun juga perilaku sosial dan hukum. Banyak budaya yang sama dari masing-masing negara bekas wilayah pengaruh Majapahit. Misalnya baju adat, alat musik, model rumah panggung, bahasa, hingga aturan hukum adat. Salah satunya yang nyaris sama itu berupa pakaian kebaya.

 

Merasa ada kesamaan budaya kebaya, membuat Singapura dan beberapa negara asia tenggara lain berani mendaftarkan sebagai warisan takbeda di UNISCO. Negara yang mendaftarkan Singapura, Brunei, Malaysia, dan Thailand. Dewan Warisan Nasional Singapura (NHB) dalam rilis media pada Rabu (23/11) menuliskan, yang mendaftarkan multinasional pertama oleh Singapura. Serta pendaftaran multinasional pertama yang melibatkan empat negara lain.

 

 

Menurut pemberitaan Channel News Asia, upaya multinasional kebaya didaftarkan ke UNESCO kali pertama diusulkan Malaysia.  “Brunei, Malaysia, Singapura, dan Thailand sepakat untuk bekerja sama dalam nominasi multinasional ini, karena kebaya mewakili dan merayakan sejarah bersama yang kaya di kawasan ini, mempromosikan pemahaman lintas budaya, dan terus hadir dan secara aktif diproduksi dan dikenakan oleh banyak komunitas di seluruh Asia Tenggara," kata NHB.

 

 

Dewan tersebut juga mempersilakan negara lain bergabung untuk mendaftarkan kebaya. Daftar Warisan Budaya Tak benda Kemanusiaan dikembangkan oleh UNESCO pada 2008, terdiri dari unsur-unsur warisan budaya tak benda dari berbagai negara. Daftar ini bertujuan meningkatkan kesadaran, mendorong dialog yang menghormati keragaman budaya, serta memberikan pengakuan yang layak.

 

Untuk meloloskan sesuatu yang didaftarkan, UNESCO memfokuskan penilaian pada aspek-aspek seperti bagaimana kebaya diselaraskan dengan definisi warisan budaya takbenda dari lembaga pendaftar. Serta nominasi melibatkan partisipasi masyarakat di setiap negara peserta.

 

Menurut NHB, Singapura mengadakan enam focus group discussion pada Agustus dan Oktober 2022 untuk mencari pandangan dan informasi yang berkaitan dengan signifikansi sosial serta budaya kebaya bagi komunitas terkait. NHB selanjutnya akan menyelenggarakan upaya penjangkauan publik dari Januari 2023 hingga Maret 2023 untuk menggalang dukungan.

 

 

CEO NHB Chang Hwee Nee mengatakan, kebaya telah menjadi aspek sentral dalam representasi dan tampilan warisan budaya serta identitas Melayu, peranakan, dan komunitas lainnya di Singapura. “Serta merupakan bagian integral dari warisan kami sebagai kota pelabuhan multikultural, dengan hubungan lintas Asia Tenggara dan dunia. “ kata Chang Hwee Nee. Namun analisa ini bagi sebagian pengamat justru menjadi dukungan subjektif terhadap Singapura. Sebab kita tahu bahwa bangsa multikultur ini sudah meninggalkan  busana kebaya sebagai pakaian tradisional yang digunakan setiap hari.

 

 

Daster dan Perlawanan Berbusana

 

Dari kebebasan perempuan dalam gerak dan menyesuaikan dengan iklim tropis, tampaknya busana kebaya mulai tidak dilirik digunakan sebagai baju harian. Para wanita menganggap busana kebaya tidak memberi ruang gerak yang bebas bagi pemakainya. Akhirnya kebaya hanya digunakan untuk acara tertentu yang bersifat seremonial, tradisional dan resmi. Ribetnya berkebaya sebab pemakai harus menyiapkan sanggul dan stagen. Sementara untuk busana hari-hari, mereka kini lebih menyukai daster. Pemilihan bahan kain diutamakan yang bisa menyerap keringat di tengah suhu udara tropis.

 

 

Menurut Pakar Semiotik dari UNESA Surabaya, Andik,  untuk berbusana daster tergantung dengan selera dan motif serta kombinasi warna. Beberapa hal yang jangan diabaikan ketika menggenakan daster yaitu busana ini sangat berlawanan dengan kebaya. “Jika kebaya sangat menghormati bentuk tubuh, maka daster justru menampilkan sosok tubuh secara utuh apa adanya. Sudah tidak ada lagi ikatan stagen yang melilit bagian perut untuk mengelabuhi ukuran lemak di pinggang. Bahkan model daster dianggap sesuai untuk tubuh yang kecil pendek atau gemuk,” jelas Andik.

 

Perempuan Indonesia lebih memilih daster ketimbang piyama sebagai baju harian. Daster di Indonesia berbentuk potongan yang longgar, biasanya didesain tanpa lengan atau lengan pendek dengan panjang selutut, sebetis, hingga semata kaki. Pilihan menggunakan daster pasti punya sebab, yatu menyesuaikan iklim tropis di Indonesia. Namun pilihan mode daster ini sudah terjadi akulturasi dengan budaya dan tata krama lokal. “ Kebaya penekanan kepada bentuk tubuh bagian perut. Agar lebih rapi dan cantik hars pakai kendit atau stagen,” jelas Andi.

 

Namun jujur diakui, bahwa busana yang menjadi idola kaum perempuan ini sebenarnya diadaptasi dari dunia fashion Amerika dengan nama 'duster'. Duster adalah jubah panjang dengan material ringan dan memiliki potongan longgar. Jubah yang mulai dikenal sejak tahun 1800-an ini biasanya terbuat dari linen dan dipakai oleh koboi sebagai outer atau luaran untuk melindungi pakaian mereka dari debu dan kotoran. Duster didesain dengan beberapa model, mulai dari berkancing, berbelahan tinggi, hingga dilapisi parafin agar anti air sehingga bisa berfungsi sebagai jas hujan.

 

Antara akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20, para pria dan perempuan mengenakan duster sebagai luaran untuk mengendarai motor atau mobil terbuka. Kemudian pada akhir abad ke-20, duster menjadi fashion yang mulai populer dan banyak digunakan oleh masyarakat Amerika. Bahkan beberapa film seperti 'The Good, the Bad, and the Ugly' dan 'Once Upon a Time in the West' juga menghadirkan duster yang dipakai oleh para pemainnya.

 

Pada era tahun 1950'an, duster didesain menjadi lebih simpel dan panjangnya hanya selutut. Jubah tersebut juga dibuat dengan kancing depan dan sengaja dipakai sebagai luaran untuk melindungi pakaian ketika sedang memasak atau membersihkan rumah.

 

Serta di tahun 70'an, duster didesain menyerupai cardigan. Beberapa label fashion seperti Yves Saint Laurent, Pierre Cardin, Halston, dan Betsey Johnson menghadirkan duster dalam panggung runway yang dipadankan dengan sepatu boots selutut atau sebagai luaran dari jeans dan t-shirt.

 

Masuknya duster di Indonesia tidak ada sumber jelas tentang kapan waktunya. Sambutan positif muncul saat pertama kali dikenalkan, dan langsung menjadi bagian atribut perempuan di rumah. Bahkan di Indonesia satu-satunya negara yang penduduknya mengenakan daster sebagai pakaian untuk beraktivitas di luar ruangan, mall pasar hingga baju untuk tidur.

 

Daster sendiri biasanya terbuat dari material yang ringan dan sejuk saat dipakai, seperti bahan katun dan corak batik. Menurut Andi, pengguna busana daster sudah tidak lagi mengindahkan sisi keindahan tubuh, karena pemakai sangat yakin sedang melakukan perlawanan dan merasa kebebasan. “Segi keindahan tubuh, Style sudah terpinggirkan. Apalagi bentuk penghargaan tubuh dengan membentuk karakter melalui ngegym  sudah ditaklukan oleh busana daster,” kata Andi. (pul)

 

 

 

Artikel lainnya

Reaktualisasi Nilai Kejuangan dari Gedong Nasional Indonesia (GNI)

Author Abad

Oct 29, 2022

Epigrafer Abimardha: "Jika Hujunggaluh ada di Surabaya, itu perlu dipertanyakan"

Malika D. Ana

Feb 11, 2023

Surabaya Dalam Jejak Kubilai Khan, Cheng Ho dan Marga Han

Malika D. Ana

Jan 14, 2023

Peringatan Hari Pahlawan Tonggak Inspirasi Pembangunan Masa Depan

Malika D. Ana

Nov 12, 2022

Kapan Indonesia Siap Berdemokrasi?

Author Abad

Nov 01, 2022

Dekrit Untuk Kembali ke UUD 45 Asli

Malika D. Ana

Jul 06, 2023