images/images-1664594200.jpg
Sejarah
Liputan

Jejak Dua Walikota Surabaya Yang Terlibat PKI

Author Abad

Oct 01, 2022

1106 views

24 Comments

Save

Penulis : Pulung Ciptoaji

 

Surabaya, Pasca peristiwa G 30 S PKI tahun 1965 ternyata menyimpan banyak kisah yang menghiasi peta perpolitikan di tanah Jawa. Tidak hanya banyak kader PKI yang disingkirkan hingga dibunuh, juga banyak pejabat penting pemerintah yang terlibat menjadi anggota PKI bernasib misterius. Mereka juga banyak yang ditangkap, dipenjarakan hingga dieksekusi tanpa jejak. 

 

Semua berawal saat PKI mampu meraih suara mayoritas suara di beberapa kota di Jawa hasil Pemilu 1955. Terdapat 18 kota dan kabupaten/Kota antara lain Kota Cirebon, Magelang, Salatiga, Solo, Semarang, Madiun, Blitar, Surabaya, Kabupaten Cirebon, Cilacap, Gunung Kidul, Sukoharjo, Klaten, Boyolali, Ngawi, Madiun, dan Magetan. Kesuksesan PKI di Pemilu buah dari kerja keras pimpinan D N Aidit, yang mengklaim massa PKI di seluruh Indonesia telah mencapai 1,5 juta anggota. Memasuki tahun 1960, hampir di tiap penjuru negeri terdapat baliho  dan panji Palu Arit berkibar. 

 

 

Dipetik dari The Cold War in the City of Heroes: U.S.Indonesian Relations and Anti Communist Operations in Surabaya,1963-1965, khusus Jawa Timur terlacak 5 Bupati/ Walikota yang tercatat sebagai kader PKI. Mereka Moerachman Walikota Surabaya 1963-1965, serta Walikota Surabaya sebelumnya yang juga menjabat Wakil Gubernur Jatim Raden Satrio Sastrodiredjo (1958-1963) juga berasal dari PKI. Juga terdapat nama Soebandi Sastrosoetomo Bupati Magetan 1960-1965, R. Soemarsono Bupati Blitar 1960-1965, Raden Kardiono BA Bupati Madiun 1962-1965, Suherman Bupati Ngawi 1958-1965, serta Soewarso Kanapi Bupati Banyuwangi 1965-1966. 

 

 

Dari mereka tokoh intelektual tersebut memang ada yang nasibnya beruntung melewati persidangan dan vonis penjara. Namun tidak halnya dengan dua Walikota Surabaya yang jejaknya kelabu karena sampai kini tidak diketahui rimbanya. Keduanya Dr. Satrio Sastrodiredjo dan Moerachman SH. Keduanya merupakan mantan orang nomor satu di Kota Pahlawan yang hidupnya berakhir tragis usai dinyatakan hilang karena dituduh berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).

 

 

Dalam artikel Peran Partai Masjumi dalam Dinamika Perkembangan Demokrasi di Kota Surabaya 1945-1960 tulisan Arya Wirayuda, dijelaskan, Dr Satrio Sastrodirejo adalah seorang dokter lulusan Nederlandsch Indische Artsen School (NIAS), atau kini dikenal sebagai Universitas Airlangga saat ini. Dr Satrio Sastrodirejo menjadi orang nomor satu di Surabaya menggantikan Raden Istidjab Tjokrokoesoemo. Memang, Dr Satrio Sastrodirejo merupakan kader PKI aktif dan terpilih secara aklamasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) pada 11 Juni 1958. Dirinya calon tunggal yang diusung PKI bersama Baperki, Partai Katolik dan Parkindo dengan perolehan 20 kursi anggota dewan.

 

 

Dr Satrio Sastrodirejo tidak sampai tuntas  memimpin Surabaya. Sebab pada tahun tahun 1963, Dr Satrio Sastrodirejo mendapatkan tugas menjadi Wakil Gubenur Jawa Timur mendampingi Mochamad Wiyono. Diangkatnya tokoh PKI ini atas perintah Sukarno Presiden berdasar usulan SOBSI (Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia) dan PKI. Dua pemimpin  ini dilantik pada 31 Januari 1963. 

 

 

Maka sisa jabatan Walikota Surabaya pasca peralihan Dr Satrio Sastrodirejo lantas diisi oleh tokoh muda Moerachman SH pada November 1963. Sebenarnya nama Moerachman bukan orang baru dalam pergerakan revolusi kemerdekaan. Pria kelahiran Benculuk, Banyuwangi, 25 November 1929 itu, sebelum bergabung sebagai politikus Partai Komunis Indonesia pernah mengenyam pendidikan di SMA bagian B. Selama masa Revolusi Indonesia, dia bergabung dengan Polisi Militer (1946), hingga menjabat sebagai Komandan Batalyon 400 Tentara Pelajar di Besuki (1946/1947), Komandan Operasi di Sektor TRIP daerah Gunung Argopuro dan Komandan Operasi Sektor III/a. Kes. Co. Kawi Selatan. Massa revolusi kemerdekaan telah usai, dan Moerachman melanjutkan pendidikan di Universitas Airlangga dengan mengambil Fakultas Hukum. 

 

 

Jiwa kepemimpinan pemuda Moerachman sudah muncul sejak di bangku kuliah. Moerachman pernah menjabat sebagai senat mahasiswa yang kemudian menjadi Sekretaris I Dewan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Airlangga. Juga aktif di dalam organisasi CGMI (Constentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia) dan menjadi ketua delegasi Indonesia di Konferensi Mahasiswa Asia Afrika.

 

 

 

Kiprah politik praktis Moerachman SH dimulai pada tahun 1957, saat Jawa Timur mengadakan pemilu untuk Anggota DPRD. Hasilnya di beberapa daerah PKI menjadi pemenang atau mendapatkan banyak kursi setelah PNI dan Masyumi. Moerachman yang diusung oleh PKI itu, akhirnya lolos sebagai anggota terpilih dan bergabung ke Fraksi Progresif di DPRD Surabaya. Setelah masa jabatan Dr Satrio Sastrodiredjo diangkat sebagai Wakil Gubernur Jawa Timur, tanpa melewati sidang DPRD, Moerachman ditunjuk mengisi kekosongan kursi Walikota Surabaya. 

 

 

Memang singkat masa kepemimpinan Moerachman SH . Selama November 1963-1965, Moerachman SH baru memulai gebrakan gebrakan di Kota Surabaya. Jiwa anti kolonialisme dan pengalaman tempur sebagai prajurit telah menyatu dalam pola pikir dan tindakan, sehingga Moerachman SH dikenal sebagai walikota yang anti nilai nilai Belanda. Pada masa jabatanya, beliau merencanakan untuk membongkar monumen Bultzingslowen karena diniali berbau kolonial. Sebagai gantinya, beliau mengusulkan untuk membangun monumen sebagai tanda hormat kepada petani yang ia namakan sebagai Tugu Sakerah. Namun usaha itu belum pernah terlaksana, sebab ada peristiwa besar di Jakarta pada September 1965 yang merubah arah  bangsa.

 


Maka meletuslah peristiwa G30S PKI yang membunuh 7 Jendral, perwira muda dan bintara polisi. Dalam kurun waktu satu tahun, gerakan massa yang menuntut PKI dibubarkan menyebar hingga ke Jawa Timur. Organisasi pemuda yang terdiri atas Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), dan Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI) melakukan aksi demonstrasi di Balai kota Surabaya menuntut Moerachman mundur dari jabatan karena dianggap kader PKI. Moerachman SH sudah berniat bertanggung jawab terhadap peristiwa pembunuhan yang tidak dia lakukan, dengan cara mengundurkan diri sebagai Walikota Surabaya. Namun belum sempat membuat pernyataan dan melewati prosedur sidang di DPRD, Tentara menahan Moerachman. Tokoh muda intelektual PKI itu dijemput paksa di rumah dinas tanpa surat perintah. Belum sempat pamit ke istri dan anaknya, sepenggal pertemuan terakhir saat Walikota Moerachman SH masuk ke mobil Tentara.  Ada kabar Moerachman SH diamankan di penjara Kalisosok.  Namun sebulan kemudian tidak pernah ada kabar lain yang menyusul. Diduga Moerachman SH dibunuh.  Sampai sekarang keberadaan makam Moerachman SH tidak diketahui, begitu juga dengan kelanjutan cita citanya berupa monumen Tugu Sakerah. (pul)

 

    

Artikel lainnya

Sehat Bersama Pemerintah Baru 52,2 Juta Warga Indonesia Dapat Cek Kesehatan Gratis

Mahardika Adidaya

Oct 24, 2024

Salah Langkah Kebijakan Pangkas Nilai Tambah Ekonomi Hilirisasi Nikel

Author Abad

Jul 15, 2024

Menggali Dana Hibah Untuk Pensiun Dini PLTU

Author Abad

Jul 16, 2024

Mengganggu Bini Orang Berujung Petaka

Author Abad

Oct 26, 2022

TNI Berumur 77 Tahun, Menjadi Dewasa Karena Tindakan

Author Abad

Oct 06, 2022

Benteng Budaya dan Derasnya Gelombang Modernisasi

Author Abad

Oct 03, 2022