images/images-1671602356.png
Sejarah
Indonesiana

Brak !, DC 8 Martin Air Menabrak Gunung, Ratusan Haji Langsung Husnul Khatimah

Pulung Ciptoaji

Dec 21, 2022

507 views

24 Comments

Save

Penulis : Pulung Ciptoaji

 

abad.id-Saat itu Rabu usai Isya, 4 Desember 1974. Sebanyak 111 warga Blitar, 16 orang dari Lamongan, 50 warga asal Sulawesi Selatan, serta 2 penduduk kota Surabaya, dan 3 dari Kalimantan Timur, terbang dari Bandara Djuanda dengan tujuan terakhir Mekah. Dalam perjalanan yang dihitung 11 jam itu, pesawat harus singgah di negara Srilangka. Sebab harus mengisi bahan bakar dan kebutuhan logistik. Kemudian perjalanan haji bisa dilanjutkan sesuai rukun Islam yang kelima.

 

Saat itu tak ada penerbangan langsung ke Mekah tanpa berhenti. Apalagi ada teknologi pesawat yang bisa mengisi bahan bakar diatas udara. Sementara jika musim haji, Garuda Indonesia Airways selalu kewalahan. Maka diputuskan harus mencarter maskapai lain karena armada kurang. Jenis pesawat carteran yang ditumpangi 182 calon haji Indonesia itu adalah DC-8 55f produksi McDonald Douglash tahun 1966, milik maskapai Belanda, Martin Air.

 

 

Sementara itu empat jam sejak pesawat Martin Air itu tinggal landas dari Surabaya, suasana bandara udara Srilanka masih melakukan kegiatan pemantauan dan melayani pendaratan hingga tengah malam. Bandara yang berada di Clombo itu selalu sibuk jika musim haji.  Tiba-tiba malam itu terdengar deru suara pesawat yang lebih keras dari biasanya. Saat itu pukul 8 malam waktu Srilanka, banyak warga kota Colombo menyaksikan pesawat yang terbang terlalu rendah dari arah timur dan tampak hendak menghindari tebing tinggi berselimutkan kabut.

 

“Brak..” Terlambat, tebing tinggi itu tak bisa dihindari. Pesawat itu menabrak tebing, lalu memercikan api, hancur berkeping-keping. Suara benturan sangat keras hingga terdengar di seluruh penjuru kota. Kecelakaan yang dicatat sebagai salah satu kecelakaan transportasi terburuk di Srilangka itu.

 

 

Pesawat DC 8 Martin dikemudikan kapten penerbang Lamme yang berusia 58 tahun. Bermaksud mendarat di lapangan terbang Bandara Naike. Pesawat melakukan terbang malam di atas perbukitan Tajuh Perawan di jantung negeri Srilanka. Pesawat itu menerima clearence untuk turun dari ketinggian 8 ribu menjadi 2 ribu kaki. Di bawah pesawat itu menganga medan yang ganas, berupa bukit dan jurang yang curam. Cuaca buruk malam itu benar benar menggangu kapten Lamme hingga menyeretnya ke dalam malam penuh petaka. “Dalam kegelapan itu, pesawat DC 8 Martin menabrak bukit dan hancur di ketinggian 4300 kaki. Pesawat yang membawa 182 jamaah calon haji itu, 111 diantaranya warga Blitar dan 9 awak pesawat. Tidak ada satupun penumpang yang selamat”

 

Kamis ke esokan harinya tanggal 5 Desember 1974, reruntuhan pesawat baru bisa ditemukan oleh warga dibantu tentara Srilanka. Tim SAR dengan peralatan yang seadanya, mulai melakukan evakuasi dan mencari kemungkinan korban hidup. Ternyata, tragedi itu benar-benar mengerikan. Dari puing puing pesawat yang hancur berkeping keping, tidak ditemukan satupun potongan tubuh yang utuh. Semua tercerai berai. Tanpa ada proses identivikasi, korban dikubur dengan cara Islam. upacara pemakaman dipimpin tokoh agama islam setempat dan dihadiri 7 organisasi Islam di colombo.

 

Medan yang menjadi lokasi kecelakaan pesawata sangat sulit dijangkau alat berat. Hingga kini dilaporkan hanya potongan kecil pesawat saya yang bisa  diambil. Bahkan kotak hitam pencatat penerbangan yang umumnya berisi rekamaan pilot, sampai saat ini tidak ditemukan. Kecelakaan itu berada di 15 mil di utara Puncak Adam. Sedangkan puing puing pesawat berserakaan hingga di daerah seluas 1 mil persegi. Wijasurya seorang veteran angkatan udara Srilanka kepada awak media mengatakan, sebagian puing juga ditemukan sejauh 8 mil jarak dengan titik lokasi ledakan.

 

Berita kecelakaan pesawat ini menjadi headline besar di media Srilanka. Bahkan banyak koran Indonesia menguip langsung kejadian itu dari koran lokal yang memberitakana peristiwa itu. ada catatan penting disebutkan, bahwa kecelakaan terjadi karena ada kesalahan navigasi. Menara pengawas bandara tidak bisa menjawab komunikasi dengan pesawat. Terutama informasi jarak dari landasan Forty Miles. Musibah kecelakaan ini baru bisa terungka dalam waktu agak lama. Apalagi black box yang belum juga ditemukan sampai saat ini.

 

Beberapa minggu setelah peristiwa tragis dan investigasi mengenai kecelakaan itu rampung, pemerintah Indonesia membangun monumen, sekitar 400 meter dari tebing di mana kecelakaan terjadi. Tebing itu dikenal sebagai puncak kelima dari rangkaian tujuh puncak yang belum pernah ditaklukan manusia. Orang Srilangka menyebutnya "Anjimalai" atau "Seven Virgins."

 

Di daerah itu, ada satu puncak yang terkenal ke seluruh dunia, Adam`s Peak atau Sri Pada, yang diyakini banyak pemeluk agama di Asia Selatan dan sebagian Timur Tengah sebagai tempat suci. Kaum Muslim dan Kristen mempercayai puncak itu sebagai tempat di mana Nabi Adam pertama kali menjejakkan kaki di bumi. Pemeluk Budha yang mayoritas di Srilanka yakin telapak kaki di puncak gunung itu adalah milik Sidharta Budha Gautama, sedangkan umat Hindu mengklaimnya sebagai jejak Dewa Syiwa.

 

Sementara itu bagi pemerintah Indonesia, jatuhnya pesawat DC 8 Martin dianggap tidak menganggu rencana perjalanan haji berikutnya dari Surabaya maupun Jakarta serta Medan. Dalam sejarah perhajian Indonesia, tahun 1974 ini merupakan proses peralihan mode angkuatn laut ke angkutan udara dan sempat menjadi kontroversi bagi masyarakat. Maka dipandang perlu pemerintah melakukan sosialisasi. Maka para pejabat departemen agama segera mendatangi tempat tempat karantina haji. Kalimat yang datang dari menteri agama Mukti Ali, selalu disiarkan di radio dan televisi berisi imbauan agar situasi tetap tenang. “Tempat dimana orang menghembuskan nafas penghabisan adalah banyak dan bisa dimanapun, ada di udara, di laut  di daratan. Tapi sebagian besar orang menghebuskan nafasnya di tempat tidur. Karena itu kita tidak perlu takut dengan udara, sebagaimana kita tidak takut kepada tempat tidur,”

 

Tentu kalimat ini menjadi lelucon, namun setidaknya bisa membangkitkan keberanian calon jamaah haji untuk terbang dengan pesawat. (pul)

 

 

 

 

Artikel lainnya

Kembali ke Jati Diri Adalah Kembali ke Kebun, Sawah dan Segenap Pertanian Rakyat

Malika D. Ana

Apr 03, 2023

hari selasa pagi

Reta author

Feb 21, 2023

Subtrack, Belajar Sejarah Dengan Mudah

Pulung Ciptoaji

Jan 23, 2023

Menjelajah Tempat Industri Gerabah Era Majapahit

Pulung Ciptoaji

Dec 21, 2022

Benteng Budaya dan Derasnya Gelombang Modernisasi

Author Abad

Oct 03, 2022

Epigrafer Abimardha: "Jika Hujunggaluh ada di Surabaya, itu perlu dipertanyakan"

Malika D. Ana

Feb 11, 2023