images/images-1668507414.jpg
Sejarah
Data

Repotnya Gerhana Matahari di Negeri Yang Percaya Klenik

Author Abad

Nov 16, 2022

810 views

24 Comments

Save

Penulis : Pulung Ciptoaji

 

abad.id-Gerhana matahari total sangat jarang terjadi pernah melintas di indonesia pada 11 Juni 1983. Gerhana matahari total ini sudah diprediksi jauh hari, dan dari keterangan pemerintah diperkirakan akan melintas tanggal 10 Juni 1983. Ternyata, informasi yang simpang siur dari mulut ke mulut itu justru membuat orang ketakutan. Sejak tanggal 10 Juni semua rumah harus ditutup, jangan ada cahaya matahari masuk. Sebab isu yang beredar gerhana matahari bisa menyebabkan buta mata. Informasi ini justru datang secara resmi dari pemerintah melalui Menteri Penerangan Harmoko. Ternyata semua simpang siur itu terjawab, dan gerhana matahari justru muncul tanggal 11 Juni pukul 10 pagi besok paginya.

 

Saat itu saya masih kelas 1 SD di sebuah desa selatan pulau Jawa, dan tidak mengerti hiruk-pihuk tentang dunia keastronomian. Pagi itu tanggal 9 Juni 1983 awal masuk tahun ajaran baru sekolah. Saya memilih duduk bangku paling depan dengan harapan bisa mendapatkan pelajaran lebih terang. Saat guru datang, semua sudah siap berdiri dan memberi salam. Belum memulai pelajaran, sang guru sudah memberi tahukan bahwa hari ini pelajaraan hanya setengah hari dan besok harus libur. Penyebabnya gerhana matahari akan muncul tanggal 10 Juni pukul 10 pagi.

 

Bu Tatik guru kelas menerangkan, gerhana ini bertanda akan datangnya Bhatara Kalla yang mencari anak-anak dengan tanda khusus. Dalam lakon Bhatara Kala (raksasa jahat) sedang memburu anak-anak dengan kategori Sukerta untuk dimangsa. Sukerta berarti mereka yang belum sempurna sehingga menjadi santapan raksasa jahat tersebut. Karena itu orang yang menyandang sukerta harus diruwat, yakni dibersihkan. Beberapa anak sukerta yang butuh diruwat antara lain Ontang-anting (anak tunggal), Pancuran kapit sendang (tiga anak, laki-laki di tengah), Sendang kapit pancuran (tiga anak, perempuan di tengah), serta Uger-uger lawang (dua anak laki-laki). Selain itu, Kembang sepasang (dua anak perempuan), Kendhana kendhini (dua anak, laki-laki dan perempuan) Pendhawa (anak lima, laki-laki semua), Mancalaputri (anak lima, perempuan semua), serta Anak kembar.

 

Sejarah Gerhana matahari tiap 300 tahun, pernah terjadi 30 Juli 1601 dan berulang tanggal 11 Juni 1983. Foto Ilustrasi

 

Kewajiban kami saat gerhana matahari muncul, semua harus bersembunyi di rumah yang tertutup rapat. Khusus anak sukerta dengan tanda khusus harus bersembunyi di kolong tempat tidur. Kalau ingin selamat, jangan pernah menatap langit seperti menantang sang Bhatara Kalla. Mereka yang nekat bisa dibutakan oleh gerhana.

 

Kami ketakutan menerima penjelasan itu. Usai menerangkan bu guru tersebut pergi meninggalkan anak-anak di kelas yang gelisah. Apalagi  mereka yang bertanda khusus sukerta langsung menangis sejadinya. Beberapa guru datang melihat kepanikan kami, lalu memerintahkan pulang setengah hari.

 

Rupanya setiba dirumah, saya sudah melihat beberapa tetangga mulai menjemur kasur dan bantalnya. Bahkan beberapa dari mereka mempersiapkan perbekalan selayaknya mengungsi. Ya...memang beredar kabar dari TVRI dan radio RRI, bahwa pemerintah mewajibkan warganya untuk masuk rumah selama tanggal 10 Juni. Bahkan wajib menutup rumah rapat-rapat dan berdoa. Ini berarti tidak ada lagi kegiatan orang bekerja di sawah, atau pergi ke pasar. Semua harus libur, mulai instansi pemerintah, pabrik dan rumah sakit sekalipun.

 

Saat orang Indonesia memilih bersembunyi di kolong tempat tidur, banyak wisatawan asing berdatangan sambil membawa teropong melihat gerhana matahari. Foto dok tiem femina

 

Memang tahun 80an akses informasi masih tidak segampang sekarang. Walhasil, orang-orang dulu gampang ditakut-takuti oleh imbauan yang sifatnya mengada-ada. Menteri Penerangan Harmoko harus bertanggung jawab atas kebohongan dengan sering muncul di TVRI dan suaranya terekam di RRI itu. Mengimbau kepada masyarakat untuk tidak melihat gerhana tersebut barang sedetik atau bakal buta.

 

Lugu dan polosnya kami dulu, begitu manut dengan anjuran pemerintah. Apalagi dalam kepercayaan kami, memang peristiwa gerhana matahari harus diwaspadai. Sebab sang Bhatara Kalla sedang turun ke bumi untuk mencari  sukerta. Jika bulan sudah dimakan oleh Bhatara Kalla, dalam tradisi kami wajib pula membunyikan tetabuhan, mulai lesung, alat-alat dapur hingga kentongan di balai desa. Kami menurut perintah Harmoko, karena yakin itu bentuk kewajiban negara bertanggungjawab terhadap rakyatnya.

 

Intruksi Daripada Suharto Atau Nasehat Orang Pintar

 

Sejak awal Juni 1983, Menteri Penerangan Indonesia, Harmoko, menginstruksikan dengan gencar agar masyarakat tidak menatap langsung gerhana matahari yang kemungkinan terjadi tanggal 10 Juni atau tanggal 11 Juni karena berpotensi menyebabkan kebutaan. Pengumuman ini menjadi booming seketika dan langsung membuat resah. Apalagi peringatan bahaya ini datang langsung dari Soeharto sang Presiden.

 

Harmoko sendiri juga mengampanyekan peringatan ini ke gubernur-gubernur yang kemudian diturunkan lagi sampai ke telinga masyarakat. Pemerintah juga makin membuat warga takut gerhana dengan banyaknya selebaran dan spanduk yang disebar. Isinya pun sama, larangan untuk melihat gerhana matahari total secara langsung. Bahkan selebarannya sendiri disebar melalui pesawat-pesawat biar bisa menjangkau area yang lebih luas.

 

Jika terjadi sekarang di era medsos dan teknologi maju, momen gerhana matahari total tidak berbahaya. Justru harus disaksikan tanpa perlu pengawalan. Foto dok Tiem femina.

 

Tidak berhenti sampai spanduk dan selebaran, beberapa media cetak kenamaan tak ketinggalan untuk membantu pemerintah menyebarkan peringatan mematikan ini. Tercatat kala itu koran  Kedaulatan Rakyat memuat tulisan bernada menakutkan. Tajuknya, “Ada 1.911.000 Orang Buta, Setelah Gerhana Matahari Total Berapa?”. Ulasan juga mengingatkan masyarakat agar tidak menambah-nambahi jumlah orang buta di Indonesia dengan tidak menonton langsung gerhana. Sarannya, tontonlah lewat TVRI atau dengarkan lewat RRI saja tentang kejadian gerhana. Praktis terhadap informasi itu seakan tak ada yang meragukan bahayanya. Semua orang pun siap bersembunyi.

 

 

Saking takutnya rakyat bakal tetap penasaran, pemerintah juga melakukan aksi pemusnahan kacamata gerhana yang dibikin oleh sebuah rumah usaha di Bandung. Jumlahnya sendiri tidak tanggung-tanggung, 18 ribu lebih.

 

Aksi ini juga diimbangi dengan dihancurkannya buku-buku terkait gerhana. Misalnya karya terbitan PT Promosi Nusantara. Buku berjudul Buku Pemandu Wisata Gerhana Matahari Total ini juga ditarik dari peredaran dan dihancurkan. Dalam buku itu diceritakan cara membuat alat sederhana untuk melihat gerhana.

 

Lucunya, meskipun begitu gencar diberitakan, namun masih banyak lho orang-orang yang penasaran dengan fenomena ini. Bahkan sampai rela membeli jimat-jimat yang konon bakal bikin penggunanya kebal dengan gerhana matahari. Di Madura ada orang-orang yang memanfaatkan ini dengan menjual jimat-jimat langsung pakai seharga seribu rupiah. Tak hanya di tanah Sakera saja, jimat-jimat ini juga ditemukan di Manado. Pemerintah tak mau kecolongan langsung melakukan penyitaan terhadap jimat-jimat ini. Rakyat pun makin ngeri dan akhirnya memilih nurut untuk tidak penasaran lagi.

 

Jalan Sunyi di Hari Gerhana Matahari

 

Siang itu tanggal 11 Juni 1983, sekitar Candi Penataran Blitar  sudah sangat sepi. Candi yang terletak 10 kilometer dari Puncak Gunung Kelud itu sehari sebelumnya diadakan ritual menyambut gerhana matahari yang penuh warna. Bentuknya umat Hindhu menggelar doa dan membakar boneka ogoh-ogoh. Kegiatan ritual secara sederhana, setelah itu mereka membubarkan diri.  

 

Pagi sebelum puncak gerhana matahari, warga mulai membunyikan tetabuhan. Ada suara kentongan samar samar dari balai desa. Lalu bersautan suara lesung entah dari titik mana. Namun hanya sesaat. Sebab sudah ada larangan dari pemerintah dilarang keluar rumah. Hanya orang tertentu ditunjuk yang bertugas memantau kampung yang boleh keluar rumah membunyikan kentongan. Setelah gerhana muncul, semua harus berhenti.

 

Kami dulu manut ketika pemerintah memberi imbauan. Sebenarnya bukan salah pemerintah saja, sebab dari dulu kami memang masih percaya klenik-klenik. Foto dok Tiem femina

 

Perlahan alam menunjukan wujud aslinya yang begitu raksasa. Di langit matahari yang sebelumnya menyilaukan mata, pelan-pelan gelap tetutup bulan. Hingga pada puncaknya dunia menjadi gulita. Tampak bintang-bintang menyebar seperti malam yang riang. Sementara makluk di dunia hanya sekeping kecil dari milyaran bintang yang tersebar di langit.

 

Suasana sangat hening. Saya juga tidak bisa melihat gerhana matahari yang indah itu, sebab masih bersembunyi di bawah tempat tidur. Hanya yang saya ingat, keheningan siang itu telah disambut seisi semesta. Tidak ada binatang yang berbunyi, serta tidak ada angin yang berisik. Semua tertunduk dan berdoa terhadap segala kemungkinan setelah tanda gerhana ini. (pul)

 

 

 

 

 

 

Artikel lainnya

Pelestraian Cagar Budaya Tematik di Surabaya

Author Abad

Oct 19, 2022

Subtrack, Belajar Sejarah Dengan Mudah

Pulung Ciptoaji

Jan 23, 2023

H. P. Berlage dan Von Hemert. Siapa Von Hemert?

Author Abad

Dec 20, 2022

Menjaga Warisan Kemaharajaan Majapahit

Malika D. Ana

Nov 15, 2022

Peringatan Hari Pahlawan Tonggak Inspirasi Pembangunan Masa Depan

Malika D. Ana

Nov 12, 2022

Banjir di Gorontalo Cukup Diserahkan ke BOW

Author Abad

Oct 30, 2022