Penulis : Pulung Ciptoaji
abad.id-Setiap momen berharga dalam pernikahan perlu ditangkap dengan sempurna oleh lensa kamera. Dalam album pernikahan ini, dapat terlihat tekah ada mode pernikahan ala eropa di nusantara pada jaman Hindia Belanda. Pasangan pengantin berusaha menuangkan karakter mereka tanpa meninggalkan pakem dan tradisi lokal.
Foto pengantin ini diambil pada tanggal 30 Desember 1920 di Manado. Pengantin pria bernama Paul Tangka seorang anggota KNIL. Paul Tangka sudah bekerja selama 6 tahun sebagai anggota KNIL. Agar bisa menjalankan prosesi pernikahan ini, Paul harus ijin cuti dari kesatuannya. Paul yang berpangkat kopral itu sangat bangga ketika menikah menggunakan atribut seragam militer lengkap.
Foto dok tim femina
Pakaian yang dikenakaan pria baju seragam utama KNIL yang dinamakan groot tenue atau pakaian ke 18 kancing. Sebagai anggota KNIL memang memilki banyak pakaian tergantung penugasan. Sedangkan baju yang diakai pengantin ini biasa digunakan saat dinas upacara, atau pelantikan kepangkatan. Dengan ciri-ciri terdapat 18 kancing baju. Sedangkan pangkat kopral terlihat dari tanda pita merah dan tebal di lengan kiri bawah. Tidak lupa Paul menggunakan antribut lain, sepeti di dada terdapat tanda bintang scherp schutter piagam penembak ulung serta bintang kesetiaan bertugas 6 tahun. Pada bagian ujung topi terdapat atribut berupa tali dengan bahan plastik berwarna putih. Serta tidak lupa pengantin menggunakan kaus tangan putih pelengap pemberkatan di gereja.
Sementara itu pasangan pengantin perempuan tidak kalah menariknya. Dia bernama Adele Sajangbati, bergaya menggunakan gaun pengantin berwarna putih. Konon baju ini dibuatnya sendiri dengan bahan kain katun terbaik. Adele memang bekerja sebagai penjahit di kampung, sehingga bisa mendesain bentuk baju pengantin sesuka hatinya.
Masih di tanah Sulawesi Utara, pernikahan seorang asisten residen di depan sebuah rumah kayu sebelum pasanan itu berangkat menuju gereja, diabadikan tanggal 21 November 1928. Pengantin perempuan Philipina Tungka dan pengantin pria Herman Manus. Keduanya asli manado. Waktu pernikahan itu, pengantin pria sudah berumur 30 tahun dan pasangan perempuan berumur 10 tahun lebih muda. Mereka telah bertunangan setahun dan melangsungkan pernikahan di Manado.
Foto dok tim femina
Adapun pertunangan diantara mereka mungkin tidak ada dalam adat istiadat setempat. Namun saat itu proses pertunangan memang sedang out of mode. Petunangan perlu disepakati dilakukan untuk menguji keseriusan masing masing pasangan hingga menuju ke pernikahan. Selama pertunangan itu, kedua pasangan dipisah jarak. Philipina Tungka tinggal di Kakas Sulawesi Utara, sementara Herman Manus menjabat sebagai asisten residen di Makasar.
Busana yang dipakai pasangan pengantin ini berupa gaun putih yang panjang persis dibawah lutut. Sementara pasangan pria menggunakana jas warna hitam dan bercelana. Orang Manado bilang pengantin pria menggenakan panjes jas, yaitu jas berekor seperti yang sering digunakan aktor cary caplin. Tidak lupa mereka berdua membawa bunga warna putih.
Lain pula cerita baju pengantin di Tapanuli tempo dulu. Foto pengantin diambil pada tahun 1908, pernikahan Enos Tambunan dengan Rosina Sibarani. Pakaian yang dikenakan pengantin pria menggenakan jas tutup dengan jam saku berantai panjang. Pengantin pria yang bekerja sebagai petugas Opas itu juga menggenakan pullover celana putih serta bersepatu kulit warna hitam. Pengantin pria tanpa tutup kepala. Namun dari model rambutnya menunjukkan bahwa sejak dulu petugas Opas harus berpenampilan rapi dan rambut pendek.
Foto dok tim femina
Sementara itu pengantin perempuan sangat menarik jika dicermati, yaitu menggunakan baju kurung dan bersanggul siporhot dan diletakan agak miring ke kanan. Pengantin perempuan menggunakan selendang bawahan kain ulos khas Tapanuli. Kursi pengantin sangat sederhana, yaitu hanya berbahan rotan. Dari sorotan mata pengantin perempuan sepertinya gelisah. Sebab kemungkinan dia menikah saat usia muda sementara pengantin pria sudah matang umur.
Agar mendukung kemeriahan yang diinginkan, para pengantin ini mengajak ke nuansa modern eropa sebagai bentuk merayakan hari bahagia mereka. Mulai dari dekorasi hingga detail busana pengantin berusaha mendekati bentuk eropa. Namun bagi pengantin tapanuli, masih menyisakan kain ulos bentuk nilai nilai tradisi lokalnya.
Setiap momen berharga itu diabadikan dalam sebuah lensa kamera. Saat itu memang sangat sulit memiliki kamera, kecuali warga belanda atau asing lainnya. Beberapa studio foto sudah banyak yang berdiri, namun untuk mengabadikan hari bahagia ini butuh biaya yang mahal. Di Manado misalnya, terdapat oraang jepang bernama Otaki yang memiliki usaha studio foto besar. Otaki sering diundang untuk mengabadikan momen-momen istimewa, baik pernikahan atau pelantikan pejabat Belanda. (pul)