Penulis : Pulung Ciptoaji
abad.id-Pada tahun 1990an, tentu anak anak di seluruh pelosok tanah air sangat kenal dengan nama dan wajah Bu Kasur. Sebab Bu Kasur bersama kelompok anak-anaknya sangat sering muncul di TVRI dan sebuah TV Swasta. Kegiatan petnas di panggung TV ini sudah dilakukan lebih dati 30 tahun. Bu Kasur mengasuh program anak-anak mulai menyanyi, bermain dan operet. Semuanya menarik dan sangat ditunggu bagi anak-anak yang belum serumit dan semarak hiburan.
Bukan secara kebetulan Bu Kasur sangat mengenal anak-anak. Ibu Kasur yang menamatkan sekolah lanjutan setingkat sekolah menengah pertama (SMP) di zaman Belanda, Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) pada akhir tahun 1930-an itu. Wanita yang memiliki nama asli Sandiah ini dikenal sebagai Bu Kasur setelah bersama suaminya, Pak Kasur, mengasuh Taman Putra dan Taman Pemuda di Jakarta. Panggilan Kasur berasal dari kata Kak Sur, sebutan akrab Pak Kasur, yang bernama Suryono.
Namun sebenarnya jauh mendirikan sekolah TK itu, Bu Kasur sudah lama berkipraah di dunia pendidikan anak anak. Dimulai tahun 1951, ketika keluarga Bu Kasur pindah dari Yogjakarta menuju jakarta. Di ibu kota negara ini keluarga Bu Kasur menempati rumah yang halamannya cukup luas, yang kini menjadi tempat parkir kawasan Sarinah. Di rumah itu, Kak Kasur mengupulan anak anak keluarga untuk dilatih menyanyi dan menari.
Rupanya kegiatan positif pak kasur dan Bu Kasur ini diintip anak anak tetangga sekitar Sarinah. Mereka tertarik karena ada suara kegiatan bernyanyi dan menari nyaris setiap hari. Melihat anak-anak riang gembira, naluri Pak Kasur langsung terinspirasi untuk mengajak mereka bergabung. Lama kelamaan anak-anak yang rumahnya jauh dari kawasan Sarinah ikut bergabung tanpa dipungut bayaran. “ Kami senang pada anak-anak dan anak-anak senang kepada kami, jadi timbal baliklah,” kata Bu Kasur pada suatu wawancara tahun 80an.
Anak-anak berlatih dengan penuh semangat. Mereka dijanjikan jika hasilnya bagus akan diajak siaran di RRI. Memang saat itu Pak Kasur mendapat kesempatan mengisi acara panggung gembira seminggu sekali di radio milik pemerintah itu. “ Lagu yang dinyanyikan selalu ciptaan kami sendiri, dan saya melatih mereka menari dan menyanyi, beberapa lagu ciptaannya yang terkenal Kucingku, Bertepuk Tangan, dan Main Sembunyi.” kata Bu Kasur.
Selain belajar menyanyi dan menari, di rumah tersebut juga diajarkan mengisi acara sandiwara radio. Mulai menyusun naskah hingga melatih anak anak berdialog membaca naskah. “Setiap kali akan main dan tampil di RRI anak anak harus berjalan kaki yang lumayan jauh jaraknya,” cerita Bu Kasur.
Belum puas dengan membuat sanggar di rumahnya, sekitar tahun 1968 keluarga pak kasur mulai membuat lembaga pendidikan anak –anak secara formal. Namanya Taman Kanak-kanak (TK) Mini Pak Kasur. Di Sekolah taman kanak kanak tersebut, Bu Kasur terlibat langsung meskipun tidak mengajar. Sebab dirinya tidak memiliki ijasah sekolah guru. Kini lembaga pendidikan anak itu telah memiliki beberapa cabang di Jakarta.
Sementara itu kegiatan produksi dan shooting masih semarak sejak TVRI berdiri di Indonesia. Dalam acara Taman Indria di TVRI, Bu Kasur acap kali menari dan menyanyi menggoyang goyangkan tubuh seperti gerakan anak anak yang diasuhnya. “Mungkin yang dipikirkan penonton saya ini nenek-nekek yang gak tahu diri, ikut bergoyang dan menari,” kata Bu Kasur mengomentari tingkah lakunya. Padahal menurutnya, cara ini sangat membantu psikologis anak yang rata-rata dibawah 5 tahun itu. Ketika televisi swasta muncul, ia juga hadir di acara Hip Hip Ceria di RCTI tahun 1990an. Selain itu, ia juga dikenal sebagai pencipta lagu.
Selain taman Indria, Bu Kasur pernah pula mengasuh program acara Mengenal Tanah Air untuk anak-anak usia SD. Namun karena suatu hal, program ini dihapus oleh TVRI. Padahal bagi Bu Kasur, program ini sangat bagus karena mengenalkan budaya, adat istiadat dan kearifan lokal kepada anak-anak.
Cintanya terhadap anak anak tidak hanya terbatas pada acara di layar TVRI, tetapi menyalurkan ke ruang anak melalui rublik surat kabar. Sebagai pecinta anak, Bu Kasur ssangat senang dengan menjamurnya kelompok bermain anak yang tersebar di Indonesia. “Asal yang diajarkan di kelompok bermain ini sesuai cara-cara pendidikan di Indonesia,” jelas Bu Kasur.
Hingga Akhir Hayat Menolak Sekolah Ekslusif
Setelah mengabdikan diri seumur hidupnya kepada anak, Sandiah atau lebih dikenal Bu Kasur meninggal dunia pada 22 Oktober 2002 di usia 76 tahun. Sementara itu Pak Kasur meninggal lebih dahulu pada 1992. Atas jasanya di dunia pendidikan anak-anak ini, Bu Kasur pernah menerima sejumlah penghargaan. Antara lain Bintang Budaya Para Dharma pada tahun 1992, penghargaan dari Presiden dalam rangka Hari Anak Nasional (1988), serta Centro Culture Italiano Premio Adelaide Ristori Anno II dari Pemerintah Italia pada tahun 1976.
Sebenarnya beberapa bulan sebelum meninggal dunia, Bu Kasur sempat mengutarakan keprihatinannya atas kenakalan remaja yang kian brutal. "Hati saya sedih melihat anak-anak berantem. Kok, tega-teganya mereka melukai temannya," kata IBu Kasur, dikutip dari pemberitaan Harian Kompas, 25 Oktober 2002.
Ia pun mengungkapkan pentingnya peran seorang ibu dalam mendidik anaknya. Untuk mewujudkan peran pentingnya dalam mendidik anak, Bu Kasur menunjukkan dua hal penting yang harus dilakukan seorang ibu. Pertama, kasih sayang, yang tidak cukup hanya dikatakan tetapi harus diwujudkan. Membelai rambut, misalnya, secara tidak langsung sudah merupakan komunikasi intensif antara ibu dan anak. “Jika si anak sudah menjadi nakal, semuanya menjadi tidak berguna meski diseminarkan atau didiskusikan,” kata Bu Kasur.
Lalu yang kedua melakukan komunikasi dua arah, apalagi kini anak-anak amat kritis. Pada umur tiga tahun pun, si anak sudah tahu apa yang diucapkan dan dilakukan orangtua.
Kasus lain yang menjadi keprihatinan Bu Kasur terjadi pada tahun 80an. Saat itu di Jakarta sudah muncul restoran dan salon khusus anak-anak yang dikelola suatu kelompok bermain. Bahkan di salon anak bisa mencuci dan memotong rambut dengan tehnik khusus. Terkait hal itu, Bu Kasur menolaknya. Menurutnya anak akan masuk ke dalam kelompok yang eksklusif. “Sejak dulu saya bersama Ibu Sud selalu mengajak anak anak akrab dengan lingkungan, bahkan ajakan Ibu Sud bertamasya saja kalau bisa naik becak,” terang Bu Kasur sambil mengingatkan lau becak-becak. (pul)