"Kita memberi ingat kepada saudara-saudara, djanganlah soeka membatja sembarang soerat kabar, pilihlah soerat kabar jang betoelbetoel memihak kepada kamoe orang, tetapi jang tidak memihak kepada kaoem oeang Sebab kalau tidak begitoe, soedah boleh ditentoekan, achirnja kita orang Hindia tentoe akan terdjeroemoes di dalam lobang kesengsara’an jang amat hina sekali,".
Mas Marco Kartodikromo, tahun 1918
"Boekoe-Boekoenja Sendiri, pikiran-pikiran sendiri, Moraal Sendiri,"
Kaoem tertindas disini haroeslah membatja boekoe-boekoenja sendiri jang ditoelis oleh orang-orang dari klasnja sendiri. Begitoelah klas jang tertindas, disini nanti djadi insjaf betoel akan nasibnja.
Apabila pikiran klas jang tertindas lepas dari pengaroeh klas kapital, akan lekaslah ia mengoeatkan barisannja dan akan lekas djoega ia menggalang barisannja oentoek mereboet apa jang dipandangnja baik bagi diri sendiri. Apakah jang dipandang baik oleh klas jang tertindas selain
djatoehnja kapital, karena djatoehnja kapital menimboelkan kommoenisme, jaitoe doenia jang selamat itoe, dimana semoea pendoedoek negeri bisa hidoep roekoen bersaudara’an dengan tidak kekoerangan sesoeatoe apa. Oentoek mentjepatkan datangnja kemerdeka’an kita, haroeslah
sekalian saudara membatja boekoe-boekoenja sendiri, jang ditoelis oleh orang-orang dari klasnja sendiri. Klas jang tertindas haroes menerbitkan boekoe-boekoe jang perloe dalam pertandingan melawan kapital.
Moeso tahun 1918
Surabaya, Politik etis di tanah Hindia Belanda tidak hanya menambah kaum intelektual dan terpelajar, ternyata juga telah menumbuhkan semangat berorganisasi dan keberanian menyampaikan pendapat kepada pemerintah. Berita berkembangnya banyak organisasi gerakan juga terdengar di telinga Sneevliet, seorang warga belanda datang ke tanah jajahan dengan membawa ideologi komunisme dari Nederland. Nama lengkapnya adalah Hendricus Josephus Franciscus Marie Sneevliet. Lahir di Rotterdam, 13 Mei 1883. Sejak tahun 1902 ia sudah aktif dalam kehidupan partai politik. Waktu itu ia tergabung dalam Sociaal Democratische Arbeid Partij (SDAP) di Nederland sampai 1909. Namun Sneevliet haus petualangan baru dan keluar tahun 1909. Sejak saat itu Sneevliet aktif di dunia perdagangan dengan tanah Hindia Belanda.
Perdagangan komoditi inilah yang membawa Sneevliet memasuki tanah jajahan. Saat itu tahun 1913 Sneevliet mulai tiba Batavia. Kemudian Sneevliet melanjutkan perjalanan menuju Surabaya, setelah dibawa seorang rekanan yang terlibat aktif dalam kegiatan Syarekat Islam. kedatangannya untuk bekerja di koran Soerabajaasch Handelsblad, Surabaya. Pada taun 1913 Sneevliet memilih pindah ke Semarang dan diangkat menjadi sekretaris di sebuah perusahaan Semarangsche Handelsvereniging.
Setahun di Semarang inilah, Sneevliet mulai aktif kembali untuk mengembangkan pikiran liarnya selama di Belanda. Sneevliet tahun 1914 mendirikan Indische Sociaal Democratische Vereniging (ISDV). Organisasi politik ini untuk memperkuat gerakan sosialis di tanah jajahan. Majalah Het Vrije Woord menjadi corong propaganda ISDV. Gerakan Sneevliet ini tidak bertepuk sebelah tangan, dan ternyata banyak tokoh Belanda yang ada di tanah jajahan ikut bersimpati. Ada beberapa nama yang bersimpati langsung seperti Bergsma, Adolf Baars, Van Burink, Brandsteder dan HW Dekker. Di kalangan pemuda pribumi ada nama-nama Semaoen, Alimin dan Darsono.
Semula Semaoen, Darsono dan Alimin pengikut aktif dalam perkumpulan H.O.S. Tjokroaminoto di Syarikat Islam. Ketiganya terdaftar sebagai anggota Central Sarekat Islam di Surabaya. Namun usia muda membuat butuh merdeka berfikir, apalagi setelah mengenal akrab Sneevliet. Bahkan memutuskan pindah ke Semarang agar koordinasi gerakan lebih mudah di ISDV.
Saat terjadi Revolusi Komunis di Rusia pada bulan Oktober 1917 sangat memmpengaruhi kebijakan politik di Hindia Belanda. Revolusi yang terjadi di awal bulan Oktober itu telah membangkitkan kesadaran komunisme. Revolusi Oktober memberi inspirasi bahwa kolonialisme Belanda pasti bisa diakhiri.
Terinspirasi dari semangat revolusi Rusia ini, Semaoen memilih keluar dari kepengurusan SI lokal pada 20 Oktober 1917. Penyebab lain terjadi perbedaan pola pikir antara agama, kekuasaan dan kapitalisme. Semaoen justru sering mengadakan rapat dan menyerang pemerintah dengan mengakomodir gerakan buruh. Korban pertama Semaoen berupa aksi pemogokan sebuah perusahaan mebel yang memecat 15 orang buruhnya.
Pada awal tahun 1920, Sneevliet mengirim surat dari Shanghai yang menganjurkan agar ISDV menjadi anggota Komintern. Untuk itu harus dipenuhi 21 syarat, antara lain memakai nama partai komunis serta menyebut nama negara. Semaoen segera menyambut surat tersebut dan mengadakan pertemuan dengan Darsono di penjara Surabaya. Hasil pertemuan itu dibawa ke Kongres SI di Bandung, Semaoen dengan lantang menentang agama sebagai dasar pergerakan. Maka sejak saat itu SI benar-benar pecah menjadi SI Putih yang dipimpin HOS Tjokroaminoto, H. Agus Salim dan Abdul Muis serta SI Merah pimpinan Semaoen.
Dinamika politik di negeri jajahan telah tercium Pemerintah Hindia Belanda. Di tahun yang sama, Sneevliet ditangkap dan diusir dari tanah Hindia Belanda. Namun hilangnya Sneevliet bukan berakhrinya perjuangan kelompok kiri ini. Pada 23 Mei 1920 Semaoen mengganti ISDV menjadi Partai Komunis Hindia. Selang tujuh bulan kemudian, partai ini mengubah namanya menjadi Partai Komunis Indonesia dengan Semaoen sebagai ketua.
Tokoh kiri lain yang pernah satu gerakan dengan Semaoen yaitu Tan Malaka. Tan muda lahir di Gadang, Sumatera Barat yang saat berumur 16 tahun sudah bersekolah di Belanda. Tahun 1919 ia kembali ke Hindia Belanda dan bekerja sebagai guru di sebuah perkebunan di Deli. Ketimpangan sosial yang dilihatnya di lingkungan perkebunan menggugah pikiran Tan muda. Di tahun 1921, Tan bertemu Semaoen di Semarang. Hasilnya mereka bersepakat untuk membina komunisme dengan mendirikan sekolah yang bernama ‘Sekolah Tan Malaka’. Setiap siswa yang berprestasi di sekolah itu akan direkomendasikan menjadi pengurus PKI. Tugasnya siswa itu melakukan aksi propaganda di kampung-kampung.
Kharisma Tan Malaka
Kharisma Tan Malaka dalam menyusun strategi organisasi patut dipuji. Maka saat kongres PKI 25 Desember 1921, Tan Malaka diangkat sebagai pimpinan partai. Namun hanya berselang beberapa hari, pada Januari 1922 Tan Malaka ditangkap pemerintah Hindia Belanda dan dibuang ke Kupang. Tiga bulan berikutnya di bulan Maret Tan Malaka diusir dari Hindia Belanda dan mengembara ke Berlin, Moskow dan Nederland.
Hilangnya Tan Malaka bukan berarti PKI mati. Aksi mereka justru lebih terbuka yang membuka peluang dukungan bagi warga jajahan. Pada Kongres PKI tanggal 11-17 Desember 1924 di Yogyakarta, dibicarakan tentang rencana gerakan secara serentak di seluruh Hindia Belanda. Muncul Alirahman yang mengusulkan diadakan gerakan revolusioner dengan membentuk kelompok kelompok yang masing-masing terdiri dari 10 orang. Usul tersebut kurang disambut Darsono yang tidak menginginkan terjadinya pertumpahan darah.
Pemberontakan Pertama Tahun 1926
Berawal dari Muso merancang sebuah gerakan massal yang tujuannya membuat kejutan ke pemerintah Belanda. Tokoh PKI Moeso selalu melakukan propagandanya, dan aktif mendatangi rumah-rumah penduduk. Lalu pemilik rumah diminta membeli karcis merah seharga setalen. Ada juga yang harganya satu setengah gulden. Mereka yang telah membeli karcis ditunjuk untuk melakukan huru-hara tanggal 12 dan 13 November 1926. Penjara Glodok dan Salemba termasuk yang diserang. Rumah Gubernur Jendral Van Limburg juga nekat diserang. Pada hari yang sama, di tempat lain, seperti Banten, terjadi hal serupa. Di Banten berlangsung sampai 5 Desember. Di Bandung sampai 18 November, Kediri sampai 15 Desember. Rencananya juga akan ada pemberontakan di Banyumas, Pekalongan dan Kedu.
Orang-orang PKI melakukan serangkaian perusakan fasilitas umum. Kantor telepon dan telegraf diserang. Rel kereta api di Banten dibongkar. Pemberontakan meluas juga sampai ke Padang dan Padang Panjang. Dari kalangan militer yang terlibat tertangkap Wuntu, seorang serdadu Menado. Saat bersama lima rekannya hendak merampas sebuah bengkel di Bandung. Pemerintah Hindia Belanda langsung mengambil tindakan tegas. Tanggal 1 Desember 1926, sebanyak 106 pemegang karcis merah dari Tanah Abang dan Karet ditangkapi. Mereka digiring ke kantor Kabupaten daerah Molenvliet (Gambir).
Penumpasan pemberontakan PKI di Banten tahun 1926
Dalam bukunya Soekarno Biografi 1901-1950, Lambert Giebels mengatakan, adalah De Graeff seorang gubernur jendral Belanda yang baru datang dihadapkan dengan pemberontakan komunis ini. Memang, di Eropa komunisme memiliki nada yang menakutkan. Bagi warga eropa, paham ini disejajarkan dengan golongan bolsyewik yang membunh keluarga tsar Rusia, mereka juga menggugat gereja dan menyebarkan revolusi ke seluruh penjuru dunia. Langkah yang dilakukan De Graeff, mereka yang dekat dengan sneevliet ditangkap dan diasingkan dari Hindia Belanda.
Pasukan KNIL berhasil mengamankan suasana. Meskipun kudeta di Jawa gagal, pemberontakan pada 1 Januari 1927 di Padang tetap pecah. Pemberontak yang dipersenjatai itutetap berhasil dikendalikan oleh KNIL dalam waktu 2 minggu. Kudeta tersebut tidak banyak artinya, meskipun banyak pendudukn eropa di tanah jajahan sempaat ketakutan. Paa penduduk eropa ini harus mengungsi bersama keluarganya dan meninggalkan aset-aset di markas KNIL dan tangsi polisi. Kurang lebih 13 ribu orang ditahan, dan pemerintah Hindia Belanda memaksa mereka yang bersalah harus mendapatkan hukuman. De Graeff yang dikenal berwibawa dan paham emosi warga jajahan iru memutuskan 4.500 orang dijatuhi hukuman penjara. Serta 800 orang diantaranya dibuang ke pengasingan Bowen Digoel papua. (pul)