abad.id. Cuaca siang itu sangat panas dengan matahari hanya ngintip tertutup awan. Cuaca seperti ini menandakan hari akan turun hujan. Tinggal ditiup angin saja, air dari langit akan turun dengan derasnya. Ya.. bulan Oktober memang awal musim penghujan. Panas cuaca itu tidak menghalangi niat Saya untuk melihat sebuah bangunan suci di kawasan selatan Kabupaten Gresik. Namanya Pura Penataran Luhur Medang Kamulan yang berada di desa Mondoluku Kecamatan Wringinanom.
Untuk menuju lokasi itu, Saya harus bergegas naik motor dengan melewati jalur kawasan padat industri Driyorejo dan Wringinanom Gresik. Di jalanan yang panas dan berdebu, Saya menemukan banyak penunjuk arah menuju Pura tersebut. Memang, bangunan suci ini tidak sekedar tempat beribadah umat Hindu saja, namun juga tempat wisata religi yang banyak pengunjungnya.
Kami sebenarnya sudah berangkat pukul 08.00 Wib. Pertimbangan Saya jika naik mobil akan melewati kemacetan di pintu masuk kawasan industri. Jalanan yang Saya lalui masih berupa tanah yang berbatu, kadang melewati jalan paving. Dalam perjalanan Saya disuguhkan dengan pemandangan yang sangat alami. Beberapa kali Saya melitas ladang dan rumah warga kampung.
Sejak dalam perjalanan Saya selalu teringat tentang jargon negeri yang multikultural dengan beragam budaya, adat-istiadat, suku, ras, serta agama. Lebih istimewa lagi, Indonesia yang berbeda tersebut sangat menghormati perbedaan sesama masyarakat demi kepentingan bersama. Sebagai contoh warga Gresik yang umumnya beragama Islam dan banyak pondok pesantren, ternyata bisa hidup rukun dan berdampingan dengan agama minoritas lain.
Tanpa terasa jarak yang ditempuh tidak sampai 30 menit dari perempatan Wringinanom sudah terlewati. Sata kini tiba di lokasi, dan langsung memarkir kendaraan di lahan yang luas di bagian depan pura.
Halaman pakir yang luas disediakan untuk pengunjung . Foto Pulung
Saya langsung disambut bangunan megah Pura utama yang berdiri ditengah-tengah kawasan padat penduduk di sebuah desa yang mayoritas beragama Islam. Dengan demikian, menarik untuk dikaji dan dianalisis, mengenai sejarah pura tersebut bisa berdiri di Desa Mondoluku. Serta bagaimana relasi dan toleransi antar warga desa.
Saat masuk ke dalam pura, bau dupa semerbak ke seluruh penjuru. Sangat asri, tenang dan sangat dijaga. Pura ini sangat ramai pengunjung jika ada perayaan tertentu. Sering juga rombongan dari Bali. Karena bisa dilihat, pura ini terdapat arca peninggalan dari umat Hindu. Banyak patung-patung di pendopo, aroma dupa yang harum, dan banyak persembahan.
Sejarah umat Hindu dan keberadaan Pura di Desa Mondoluku ini sudah ada sejak tahun 1960-an. Di tempat itu sudah ada kegiatan persembahyangan dengan menggunakan sarana dan prasarana apa adanya oleh umat setempat. Menurut Kadek Sumanila, Jero Sepuh Lanang sekaligus Ketua Pengurus Rumah Tangga Pura Penataran Luhur Medang Kamulan, Pura tersebut mulai diperluas tahun 1980-an oleh umat Hindu Desa Mondoluku yang jumlahnya 77 kepala Keluarga. Kemudian bangunan pura dilakukan renovasi kembali pada bulan Oktober 2010.
Cikal bakal dari Pura Penataran Luhur Medang Kamulan ini berupa Pura Setia Dharma Bakti yang dibangun oleh Umat Mondoluku dan seluruh Umat Hindu. “Dengan tuntunan restu dari Brahman, para Dewa dan para Leluhur yang dicetuskan lewat 7 kepala keluarga umat Hindu, maka di bulan Oktober 2010 mulai dilakukan renovasi dan pembangunan lebih permanen,” kata Kadek Sumanila.
Kini, bangunan tersebut sudah jauh lebih bagus dari sebelumnya. Tempatnya asri dan adem karena dikelilingi pepohonan yang menjulang tinggi. Kelihatan sangat sejuk. Lalu, harum semerbak bunga kamboja putih yang melebarkan paru-paru. Suasananya tenang dan terdapat patung para dewa berjejer di luar pura. Sejauh mata memandang, tempatnya sangat bersih.
Kegiatan yang dilakukan di pura tentunya tidak terlepas dari ibadah. Seperti upacara-upacara yang dianut oleh Umat Hindu secara nasional. Misalnya perayaan Hari Raya Galungan, Kuningan, Nyepi, Saraswati dan sebagainya. Perayaan-perayaan hari penting itu mempunyai simbol-simbol atas kemahakuasaan Tuhan.
Sedangkan konsep yang digunakan pada pura ini adalah konsep leluhur Jawa, tetapi tetap berlandaskan Pancasila. Kadek memiliki keinginan untuk menggunakan konsep Hindu-Jawa pada sendi kehidupan Umat Hindu di Jawa. Hal ini diterapkan di pura Penataran Luhur Medang Kamulan, dimana pelinggih-pelinggih pura menggunakan model Jawa. Sehingga Pura dapat dikenal secara universal seperti sekarang ini.
"Tujuan kami disini utamanya hanya sebagai simbol rasa bakti kami kepada para leluhur dan Tuhan, karena kita asalnya bersaudara, kita keluarga. Disamping itu, kita berlandaskan Pancasila, kebhinekaan itu yang harus kita pegang teguh, karena dalam UUD 1945 disebutkan seperti itu, sehingga kita harus menjaga kesatuan dan persatuan, " kata Kadek Sumanila.
Kadek Sumanila memiliki nama Abiseka atau Romo Sepuh Setya Buana Medang Kamulan. Merupakan seseorang yang berasal dari Bali, namun kini sudah menetap di Desa Mondoluku Gresik. Kadek Sumanila salah satu orang yang berjasa mendirikan mulai dari perencanaan, pengumpulan dana hingga membangunan pura. (pul)