images/images-1676077704.png
Riset

Candi Tikus dan Penanganan Wabah Pes Jaman Hindia Belanda

Author Abad

Feb 11, 2023

455 views

24 Comments

Save

Dokumentasi awal temuan petirtaan candi Tikus, tampak di bagian atasnya pemakaman.  

 

abad.id- Saat itu hama tikus merebak. Bukan hanya menyerang tanaman utama seperti padi, tapi juga menularkan penyakit ke tubuh manusia. Pemerintah Hindia Belanda menyatakan sudah masuk kategori wabah pes, sementara orang-orang pribumi jawa lebih mengenal dengan sebutan penyakit Sampar.

 

Dekade tahun 1910 telah  terjadi krisis pangan di Pulau Jawa. Beberapa lahan pertanian mengalami gagal panen dan harga beras menjadi sangat mahal.  Pemerintah kolonial mengambil langkah kebijakan harus mendatangkan beras dari negara Birma.

 

Diperkirakan kedatangan beras dari Birma ini yang menjadi penyebab wabah pes semakin menyebar di Pulau jawa. Sebab Birma sedang terjadi wabah Pes dan penyebabnya ditularkan melalui tikus. Namun pemerintah Birma dan Belanda masih belum belum mengetahui, dan hanya menganggap kejadian biasa.

 

Kondisi rumah isolasi saat wabah pes di Malang

 

Wabah ini menular ke Pulau jawa dari perantara beras dari Birma yang dinaikan ke kapal. Rupanya para pelaut juga tidak mengetahui dengan peristiwa munculnya tikus mati di dalam kapal yang membawa beras. Setelah perjalanan kurang lebih 2 minggu, kapal tersebut akhirnya bersandar di dermaga Tanjung Perak Surabaya. Setelah dilakukan bongkar di pelabuhan, beras beras impor lalu didistribusikan melalui jalur darat melalui jalur kereta api, sekalian tikus tikusnya.

 

Tujuan beras itu masuk di gudang di Malang. Sementara saat itu suhu d Malang sangat dingin, konon mirip di Rangon Birma menurut beberapa catatan. Suhu rendah ini membuat tikus tikus tersebut tidak terlalu sulit beradaptasi dengan negeri asalnya.

 

Perabotan rumah-rumah bahan bambu di malang, karena dianggap sebagai sumber sarang timus. 

 

Saat didistribusikan melalui jalur kereta api, wilayah Wlingi dan Malang terjadi banjir. Sehingga jaringan kereta terputus. Beras di dalam karung ini terpaksa tertahan di Turen Kabupaten Malang, sebelum dipindahkan ke gudang beras di sepanjang jalur kereta. Saat kegiatan distribusi ini banyak banyak ditemukan tikus mati dan tiba-tiba orang terinfeksi penyakit pes di sepanjang jalur kereta. Wabah pes menyebar tidak terkendali ke beberapa kabupaten seperti Blitar, Kediri , Mojokerto dan Sidoarjo.

 

Sementara iu di Mojokerto kisaran tahun 1914, juga tejadi wabah tikus di pesawahan daerah Temon. Jika diadakan pengejaran, kawanan tikus tersebut selalu masuk ke sebuah lubang yang terletak di atas sebuah gundukan pemakaman. Kemudian setelah lubang dibongkar atas perintah Reagent/ Bupati RAA Kromojoyo Adinegoro, ternyata didalam belukar terdapat sebuah bangunan.

 

Reagen/ Bupati Mojokerto RAA Kromojoyo Adinegoro.

 

Setelah dilakukan penggalian, tampaklah bangunan yang saat itu diduga sebagai bangunan patirtaan kuno. Warga sekitar menamai bangunan itu dengan sebutan Candi Tikus, Ya,  mungkin karena diketemukan sebagai sarang tikus.

 

Polemik fungsi candi berupa patirtan yang lazim digunakan tempat mandi atau fungsi lain, masih menjadi perdebatan para ahli.

 

Salah satu Jaladwara/ Pancuran air, dengan alat tumbuk dan pipisan. 

 

Menurut Royal Academy of Cambodia saat tiba di candi Tikus, mereka berpendapat 'This sites is hospital, look like as in Angkor..' sambil menunjuk 2 buah pancuran/jaladwara beralat tumbuk bulat beralas cawan (pipisan) yang menyatu.

 

Fungsi alat tersebut untuk menghaluskan ramuan-ramuan herbal dengan cara dipampatkan/ditekan hingga hancur dengan gelindingan batu bulat beralas semacam cawan. Ramuan tadi setelah halus diborehkan/diusapkan beserta campuran air yang mengalir. Pasien yang berada dibawahnya mendapatkan terapi sambil mandi atau ritual lain.

 

Ada beberapa pancuran dengan bentuk jaladwara, yang berbeda hanya bungai teratai dan berfungsi lainnya. Analogi macam-macam fungsi pancuran mirip dengan fungsi pancuran di Patirtan Tirta Empul Bali, yang menyesuaikan jenis penyakit atau guna lain. Mandala/puncak altar patirtan tersebut disinyalir untuk tempat persembahan bagi Dewa.(pul)

 

Penulis : Sudi Harjanto

 

Artikel lainnya

Pelestraian Cagar Budaya Tematik di Surabaya

Author Abad

Oct 19, 2022

Subtrack, Belajar Sejarah Dengan Mudah

Pulung Ciptoaji

Jan 23, 2023

H. P. Berlage dan Von Hemert. Siapa Von Hemert?

Author Abad

Dec 20, 2022

Menjaga Warisan Kemaharajaan Majapahit

Malika D. Ana

Nov 15, 2022

Peringatan Hari Pahlawan Tonggak Inspirasi Pembangunan Masa Depan

Malika D. Ana

Nov 12, 2022

Banjir di Gorontalo Cukup Diserahkan ke BOW

Author Abad

Oct 30, 2022