images/images-1676202102.png
Sejarah
Data

Gus Ardhi: Ingat, NU Keluar Dari Masyumi Secara Demokratis

Pulung Ciptoaji

Feb 13, 2023

1016 views

24 Comments

Save

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) membuat kantor di Jakarta, tepatnya di Jalan Menteng Raya Nomor 24. Foto dok net

 

abad.id- Perseteruan politik tahun 1950 an, bukan hanya soal pertarungan ideologis antara kubu Islamis, nasionalis, dan komunis. Namun juga meruncingnya perbedaan pendapat antara Islam tradisionalis dan Islam modernis di tubuh Masyumi. Puncaknya, tahun 1952, NU menyatakan diri keluar dari Masyumi.

 

Saat itu Rais Am NU KH Wahab Chasbullah mempelopori keputusan keluar dari Masyumi. Alasannya Kyai Wahab dan tokoh-tokoh NU lain tidak puas dengan hasil voting yang memenangkan KH Faqih Usman sebagai kandidat menteri agama dari Masyumi. Padahal sejak awal NU menawarkan KH Wahid Hasyim dan empat kandidat lainnya sebagai cadangan. Namun dalam rapat voting, KH Masykur yang maju mewakili NU, dan hasilnya kalah.

 

Alasan lain terjadi jumlah tokoh-tokoh dalam jajaran eksekutif, membuat NU merasa dikucilkan dari Masyumi. Merasa tidak didengar dan tidak memiliki peran-peran strategis dalam partai Masyumi. Meskipun jabatan ketua majelis syuro Masyumi dipegang KH Hasyim Asyari, NU menilai tetap tidak menguntungkan. Mengingat fungsi majelis syuro dalam AD/ART partai terbaru, hanya memberikan pertimbangan kepada pemimpin partai jika diminta. Putusan tersebut adalah hasil Kongres 1949 yang menganulir kewenangan majelis syuro pada periode sebelumnya.

 

Pemilihan Umum (Pemilu) Tahun 1955, NU memperoleh suara mengejutkan. Suara pemilih partai NU sebanyak 6,9 juta suara (18,4%) hampir mengungguli suara Masyumi yang memperoleh 7,9 juta suara (20,9%). Foto dok net

 

Sementara itu menurut H.R Ardhi Yudhistira, SH. MH seorang tokoh Penggerak Budaya Indonesia, mundurnya NU dari Masyumi bukan sekedar beda pendapat di internal partai. Namun NU mulai mencium ketidak kemampuan Masyumi melawan arus besar kekuatan PKI yang cepat berkembang. Kelompok Islam harus lebih cepat dalam menyatakan sikap agar tidak selalu didahului kelompok syuyuiyin (PKI). Karena di daerah-daerah sudah ada tampak gerakan PKI memanfaatkan momentum apapun untuk menggebuk Masyumi dan umat Islam semuanya. “Karena itu, NU segera menyatakan sikap mundur dari gerakan politik Masyumi dengan dua tujuan. Pertama, agar PKI tahu bahwa tidak semua umat Islam setuju dengan pemberontakan PRRI. Kedua, agar dunia internasional jangan sampai menganggap bahwa pemerintah pusat sudah sepenuhnya dikuasasi PKI, sebagaimana dipropagandakan Masyumi dan PSI untuk menggalang dukungan internasional,” kata Gus Ardhi yang mengutip pernyataan KH Wahab yang ditulis Abdul Mun’im.