images/images-1665719634.jpg
Riset
Liputan

Kegigihan Perjuangan Mas-Mas Tentara Pelajar

Author Abad

Oct 14, 2022

478 views

24 Comments

Save

Penulis : Pulung Ciptoaji

 

Surabaya, Sebuah monumen berdiri tegak di pertigaan Jalan Rolak Gunungsari ke Karah Surabaya. Bangunan yang menggambarkan para pemuda yang mengangkat senjata itu lebih dikenal dengan nama monimen TRIP. Monumen itu sebagai penanda bahwa para TRIP atau Tentara Republik Indonesia Pelajar pernah ikut berjuang melawan gempuran tentara Inggris mempertahankan wilayah Gunungsari Surabaya pada tanggal 28 Nopember 1945.

 

Memang berbeda antara TRIP dengan Mas Trip. Namun mereka dimaknai sebagai pemuda yang biasa dipanggil “mas” (kakak). Karena nama sapaan itu didepan nama organisasinya, maka masa pemuda pelajar ini lebih dikenal mas-mas TRIP dan disingkat Mastrip.  Pembentukan TRIP dipimpin pemuda Soengkono dengan nama Barisan Keamanan Rakyat Pelajar (BKR-P) tanggal 22 Agustus 1945. Mereka berasal dari berbagai daerah di Jawa Timur dan membentuk sebuah batalyon.

 

Di catatan monumen tersebut dituliskan, pasukannya terdiri dari para pelajar sekolah menengah yang rata-rata berusia antara 12-20 tahun. Awalnya tugas mereka hanya sebagai sukarelawan, namun situasi dan hati nurani memaksa para pelajar ini belajar menembak. Bahkan mereka juga bertempur dan menjadi tulangpunggung pergerakan revolusi. Memang, berusia belasan tahun, namun  dikenal berani dan tangguh dalam mengorbankan jiwa raganya untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Kegagahan dan jiwa patriotisme mereka teruji dalam setiap pertempuran melawan kaum sekutu Inggris sejak serangan 10 November di Surabaya.

 

Bahkan sejak ultimatum disebar tanggal 9 November, pasukan Mastrip justru bergerak mengepung kota Surabaya yang sudah dikuasai Inggris.  Mereka secara gagah berani bertempur dan bergerak menuju ke selatan Darmo. Karena kekuatan tidak seimbang, pasukan TRIP semakin begerak ke wilayah Wonokromo dan harus meninggalkan Surabaya melewati jalut barat Gunung sari hingga Kedurus. Kawasan yang dekat sungai dan perbukitan mempermudah gerakan pasukan TRIP untuk melakukan pertahanan dari sekutu yang bermarkas di Pabrik Gula Candi.

 

Selain bertugas untuk bertempur, pemuda TRIP juga mengawal pergerakan pengungsi warga Surabaya yang meninggalkan kota. Jalur pengungsian melewati jalan deandles Joyoboyo-Gunungsari-Driyorejo dan terakhir di sekitar Wringinanom. Para pengungsi akan beristirahat di Wringinanom sebelum melanjutkan perjalanan ke Mojokerto. Peran pasukan TRIP berperang sambil mengawal pengungsi bukan pekerjaan mudah. Bahkan terdapat lima orang dari pelajar gugur, di antaranya Soetojo, Samsoedin, Soewondo, Soewardjo, dan satu orang belum ditemukan. Serta sejak desakkan pasukan Belanda itu, pasukan TRIP mengambil langkah dengan membentuk markas di Jetis Mojokerto.

 

Pasukan TRIP Kembali ke Sekolah

 

Bagi warga Malang tentu tidak asing dengan kata TRIP, karena  pasukan TRIP berasal dari BKR alias Barisan Keamanan Rakyat. Selain barisan tentara formal ini, dibentuk pula sebuah pasukan pelajar bernama BKR Pelajar.

 

 

Kemudian pada tanggal 5 Oktober 1945, BKR berubah namanya menjadi TKR (Tentara Keamanan Rakyat) yang menjadi cikal bakal TNI (Tentara Nasional Indonesia). Ketika BKR berubah nama, begitu pula nasibnya dengan BKR Pelajar. Namanya dirubah menjadi TKR Pelajar dan diresmikan oleh komandan TKR Kota Surabaya oleh pemuda Soengkono pada 19 Oktober 1945. Selain ikut dalam revolusi Surabaya, Pasukan TRIP juga ikut palagan lain selama agresi militer Belanda I dan II. Pada tahun 1946, TKR Pelajar mengalami perubahan nama lagi menjadi TRI (Tentara Republik Indonesia) Pelajar, atau disingkat menjadi TRIP.

 

Pada 14-16 Juli 1946, diselenggarakan sebuah Kongres Pelajar dengan dihadiri oleh semua unsur pimpinan IPI Jawa Timur. Kota Malang yang menjadi tuan rumah mendapatkan imbas hasil dari kongres tersebut. Tepatnya pada 21 Juli 1946, Kota Malang diputuskan menjadi Pusat Markas TRIP Jawa Timur. Pertama kalinya dipimpin oleh Komandan Isman dan Wakil Komandan Moeljosoedjono, yang berkedudukan di Mojokerto.

 

Setelah itu, dibentuklah pasukan-pasukan yang lebih kecil setingkat batalyon. Wilayah Malang dipimpin oleh Susanto yang menjadi basis Batalyon 5000. Sementara itu, Batalyon 1000 yang meliputi Karesidenan Surabaya berpusat di Mojokerto, Batalyon 2000 meliputi Karesidenan Madiun dan Bojonegoro berpusat di Madiun, Batalyon 3000 meliputi Karesidenan Kediri berpusat di Kediri, dan Batalyon 4000 meliputi Karesidenan Besuki berpusat di Jember.

 

Pada Mei 1946 para pelajar asal Malang yang tergabung dalam TRIP Staf I meninggalkan markas Jetis (Mojokerto) kembali ke Malang untuk kembali ke sekolah masing-masing. Kepergian mereka ini untuk menghadapi musim kenaikan kelas pada Juli 1946. Namun setelah kenaikan kelas diumumkan, Komandan Batalyon memerintahkan para pelajar ini agar tidak meninggalkan Kota Malang. Sebab pada 17 Juli 1946 itu, Susanto sudah memprediksi akan terjadinya agresi militer Belanda berdasarkan pengamatannya pada gejolak di Ibukota. Benar saja, kisah pilu terjadi di Malang, Agresi Militer Belanda I itu telah membunuh 35 Tentara Republik Indonesia Pelajar.

 

Seiring agresi militer berakhir dan pengakuan kedaulatan oleh pemerintah belanda, batalyon TRIP ikut menyesuaikan diri. Pada tahun 1950, seluruh pasukan TRIP Jawa Timur ikut didemobilisasi, dikembalikan menjadi pelajar. Sebagian juga ditawari untuk melanjutkan sekolah atas biaya negara menjadi sipil atau militer. (pul)

 

 

 

Artikel lainnya

Sehat Bersama Pemerintah Baru 52,2 Juta Warga Indonesia Dapat Cek Kesehatan Gratis

Mahardika Adidaya

Oct 24, 2024

Salah Langkah Kebijakan Pangkas Nilai Tambah Ekonomi Hilirisasi Nikel

Author Abad

Jul 15, 2024

Menggali Dana Hibah Untuk Pensiun Dini PLTU

Author Abad

Jul 16, 2024

TNI Berumur 77 Tahun, Menjadi Dewasa Karena Tindakan

Author Abad

Oct 06, 2022

Kembali ke Jati Diri Adalah Kembali ke Kebun, Sawah dan Segenap Pertanian Rakyat

Malika D. Ana

Apr 03, 2023

Pertukaran Budaya Indonesia Jepang Dalam Subtrack

Pulung Ciptoaji

Mar 02, 2023