Deredia memilih konsisten mengangkat musik-musik ala tahun 1950-an. Sejak berdiri pada 2015, band indie yang mengusung corak pop, swing, dan lenso itu sudah mencetak dua album. Nama Deredia diambil dari bahasa Manggarai yang artinya nyanyian merdu. Anggotanya Yosua Simanjuntak gitar, Louise Sitanggang (vokal), Papa Ical (bass), Raynhard Pasaribu (piano), dan Aryo Wicaksono (drum). Foto Youtube
abad.id- Lagu Hari Lebaran nyaris tidak pernah absen setiap kali lebaran datang. Baik di mal-mal dan chanel youtube versi cover, diputar dan didaur oleh musikus berbeda-beda. Paling mirip dengan nuansa aslinya saat diaransemen band Deredia. Versi Deredia sangat berbeda dan lebih dinamis mengajak pendengarnya ikut bergoyang.
Lagu "Hari Lebaran" karya Ismail Marzuki pertama kali direkam oleh pada 1954 di RRI Jakarta. Suara vokal diambil penyanyi bernama Didi, sedangkan pengiring musik Lima Seirima. Lalu siapa Didi yang mengisi vokal ini. Ternyata diketahui nama samaran Suyoso Karsono. Pengamat musik Sidik Purwoko mengatakan, lagu Hari lebaran sangat istimewa baik sisi aransemen serta lirik lagu penuh kritik sosial. “ Jaman segitu belum marak korupsi, tapi pengarang sudah mengingatkan duit korupsi jangan digunakan untuk berlebaran,” kata Sidik.
Lagu Hari Lebaran" karya Ismail Marzuki dianggap paling sering diputar selain lagu gebyar-gebyar dan lagu wajib Indonesia Raya. Foto Youtube
Lirik lagu Hari Lebaran menggambar suasana lebaran pada masa itu, dan memiliki kekuatan dan pesan yang membekas. Misalnya pada bait keempat dan ketujuh, Ismail menggambarkan secara gamblang perbedaan cara merayakan lebaran orang desa dan kota. Orang desa digambarkan erduyun-duyun ke kota dengan pakaian bagus, naik trem setahun sekali dan jalan-jalan sampai kaki pincang.
Dari segala penjuru mengalir ke kota
Rakyat desa berpakaian gres serba indah
Setahun sekali naik terem listrik pere
Hilir mudik jalan kaki pincang hingga sore
Kemudian disambung lirik pada bait selanjutnya, mereka akhirnya memilih copot sandal dan sepatu karena kaki lecet.
Ismail tidak bermaksud mengolok-olok orang desa, namun juga menyindir cara orang kota merayakan lebaran.
Cara orang kota berlebaran lain lagi
Kesempatan ini dipakai buat berjudi
Sehari semalam maen ceki mabuk brendy
Pulang sempoyongan kalah main pukul istri
Penggambaran ini tidak jauh berbeda dengan kondisi Indonesia pasca-kemerdekaan. Yaitu sudah banyak orang urban atau orang warga dari daerah mendatangi kota kota besar untuk mencari hidup. Komunitas orang urban ini membuat budaya baru yang konsumtif dan cenderung anarkis.
Lagu Hari Lebaran juga menyindir pemerintah pada masa itu. Ismail menulis lirik “Selamat para pemimpin, rakyatnya makmur terjamin”. Kalimat satir ini sangat tepat di era lagu ini dibuat tahun 1950an saat Indonesia masuk ke sistim pemerintahan Republik Indonesia Serikat. banyak harapan para rakyat kepada para pemimpin di bentuk pemerintahan baru itu, yaitu jaminan lebih sejahtera.
Maafkan lahir dan batin
Lan taun hidup prihatin
Cari wang jangan bingungin
Lan syawal kita ngawinin
Pada masa era RIS ini kondisi adminitrasi negara masih amburadul. Belum lagi militer yang harus dilebur antara kelompok KNIL dan barisan TNI. Beberapa kemungkinan bisa terjadi bahkan menimbulkan pertikaian. Sementara itu sektor swasta belum banyak muncul, sehingga pengangguran merajarela. Jika orang mendapatkan pekerjaan tetap di kota, sudah dianggap menemukan harta karun.
Pada masa itu beberapa begawan ekonomi menawarkan paket program pemulihan secara cepat dan tepat. Sukarno tertarik dengan konsep Sumitro, yaitu memberikan kredit kepada pengusaha agar menumbuhkan perekonomian. Untuk penyaluran kredit ini harus melewati perbankan atau koperasi. Naun dalam perjalanannya, tidak semua berjalan dengan benar dan banyak kasus muncul korupsi. Bentuknya tidak mengembalikan uang pinjaman di bank, sementara gaya hidupnya sangat mewah. Korupsi inilah yang dikritik oleh Ismail.
Kondangan boleh kurangin
Korupsi jangan kerjain
Lagu Hari Lebaran yang dibuat tahun 1950-an silam termasuk lagu yang paling banyak diputar selain gebyar-gebyar karya seniman Gombloh dan lagu wajib Indonesia Raya karya WR Supratman.
Lagu Lebaran Karya Oslan Husein
Ada juga lagu yang tidak kalah populer dengan tema yang sama hari raya Idul Fitri. Lagu tersebut berjudul lebaran karya seniman asal Padang Oslan Husein. Lagu dengan lirik "Mari bersalam-salaman, saling memaaf-maafkan.." diciptakan pada tahun 1959.
Oslan Husein lahir di Padang, Sumatra Barat, pada tanggal 8 April 1931 dan meninggal dunia di Jakarta, pada tanggal 16 Agustus 1972. Pada era 50-an Oslan sudah dikenal menyanyikan lagu-lagu berbahasa Minang seperti lagu Kampuang Nan Jauh di Mato dan lagu klasik Idul Fitri "Lebaran" (Selamat Hari Lebaran).
Lagu dengan tema lebaran juga diciptakan Oslan Husein seniman asal Padang. Foto Youtube
Saat lagu Hari lebaran karya Ismail Marzuki muncul tahun 1950, usia Oslan Husein baru 19 tahun dan belum memiliki group musik tetap. Oslan Husein masih di Padang dan berangkat merantau ke Jakarta dan tinggal di seputar daerah Keramat Sentiong. Oslan mencari-cari pekerjaan di Jakarta dan sempat bekerja pada Departemen Pekerjaan Umum (DPU).
Pada suatu itulah Oslan bertemu dengan sahabat lama bernama Alwi. Kelak orang inilah yang sangat berjasa pada karier Oslan. Kemudian Alwi mencoba membawa dan mengenalkan Oslan pada sebuah grup musik yang bernama Kinantan. Tiga tahun kemudian bersama grup musik tersebut, Oslan mulai bersentuhan dengan dunia film. Ada beberapa film yang lagu temanya dinyanyikan oleh Oslan seperti film Harimau Tjampa pada tahun 1953, film Arini pada tahun 1955, dan film Daerah Hilang tahun 1956.
Lagu Lebaran menjadi sangat populer pada 1960-an dan menjadi bagian dari album Hanya Ada Satu. Menariknya, lagi Lebaran dinyanyikan oleh Oslan Husein sendiri bersama Orkes Widjaja Kusuma pimpinan M. Jusuf.
Oslan Husein juga mempopulerkan sejumlah lagu hits berbahasa Indonesia, di antaranya lagu klasik yang juga terkenal di Malaysia dan Singapura, Lebaran ciptaan pemimpin Orkes Widjaja Kusuma M. Jusuf, Menimbang Rasa ciptaan Oslan sendiri, AndeTja AndeTji (Andeca Andeci) dan Stambul Cha Cha. (pul)