images/images-1683199251.jpeg
Sejarah

Ellyas Pical, Petinju Indonesia Pertama yang Mendunia

Pulung Ciptoaji

May 04, 2023

1100 views

24 Comments

Save

Sebanyak 12.000 orang menyaksikan secara langsung pertarungan petinju Ellyas Pical melawan Judo Chun dari Korea Selatan. Pertandingan digelar di Istora Senayan, Jakarta, pada Jumat, 3 Mei 1985 serta disiarkan secara langsung di TVRI.

 

abad.id- Pertarungan digelar pagi hari ini, benar-benar sukses menyedot perhatian seluruh rakyat Indonesia. Semua penduduk di luar Istora Senatan ikut berdebar-debar menantikan aksi petinju asal Saparua Ambon itu. Termasuk saya yang saat itu masih SD, ikut melihat langsung melali TV hitam putih di kantin sekolah. Semua orang terusik dengan suara sorak sorai di depan TV. Sekolah sengaja mengentikan kegiatan belajar mengajar, sebab para guru di sekolah kecil itu ikut penasaran melihat pertarungan.

 

Semua rakyat mendukung Ellyas untuk bisa merebut sabuk juara kelas super terbang IBF. Mereka berharap Ellyas dapat menciptakan sejarah baru dengan menjadi petinju Indonesia pertama yang meraih gelar juara dunia.

 

Pembawa acara Max Sopacua begitu membanggakan Ellyas. Dalam keterangannya menyampaikan sebagai petinju yang belum pernah merasakan gelar juara dunia, Ellyas sempat dianggap enteng oleh Judo Chun. Juara bertahan Judo Chun mengatakan, dirinya akan mengalahkan Ellyas dalam tiga ronde. “Tiga ronde saja cukup untuk menjatuhkan Ely!” kata Chun yang disampaikan komentator.

 

Judo Chun datang ke Indonesia dengan membawa optimisme tinggi, usai mengalahkan petinju Thailand, Prayonsak Muangsurin dengan technical knock out alias TKO pada 28 Januari 1985. Ia berada pada performa terbaiknya dengan rekor 19 kali menang, 3 draw dan hanya 1 kali kalah.

 

Selain Chun, pelatihnya, yakni Chung Su Chun, juga ikut sesumbar dengan mengatakan Ellyas seperti bayi yang baru belajar merangkak. Sehingga ia menilai Judo Chun akan menang mudah. Pertandingan yang ditunggu oleh banyak orang itu akhirnya tiba. Ellyas siap bertarung di Istora Senayan dengan motivasi tinggi setelah berlatih enam bulan. 

 

Begitu lonceng ronde pertama dibunyikan, Ellyas langsung mengambil inisiatif menyerang. Saya yang berada di duduk paling depan TV merasakan sendiri betapa gegap gempitanya pendukung Elliyas. Setiap gerakan selalu disambut dengan sorakan. Ellyas dikenal petinju kidal dan sedikit juling, sehingga menyulitkan arah sarangan Judi Chun. Hingga suatu saat, Ellyas melepaskan pukulan hook kiri keras ke wajah Judo Chun. Pukulan itu sempat membuat Judo Chun sempoyongan namun tetap bisa melanjutkan pertandingan.

 

Pada ronde selanjutnya, Ellyas masih terus menyerang, ia bertarung dari jarak dekat. Beberapa kali Elyas melepaskan hook kiri andalannya. Judo Chun tampak kewalahan meladeni serangan dari Ellyas, sehingga di ronde keenam ia mencoba menurunkan tempo pertandingan dengan menghindari pertarungan jarak dekat. Namun di ronde kedelapan, Judo Chun mulai berani bertarung dari jarak dekat, ia mencoba menyerang Ellyas dengan pukulan straight kanan. Beberapa kali berhasil mengenai bagian kepala Ellyas.

 

Sejarah yang membanggakan bagi Bangsa Indonesia terjadi di ronde kedelapan. Ellyas dengan keras melepaskan pukulan straight kiri jarak pendek yang mengenai rahang Judo Chun. Petinju asal Korea Selatan yang sangat kaya pengalaman itu lantas hilang keseimbang dan terjungkal. Ia tidak lagi bisa melanjutkan pertandingan sehingga Ellyas dinyatakan menang TKO.

 

Ellyas Pical menjadi juara dunia kelas super terbang.

 

Hari itu secara resmi Ellyas Pical menjadi juara dunia kelas super terbang. Istora Senayan histeris Penonton di Istora Senayan berjingkrak histeris. Begitu juga ruangan kantin sekolah seperti mendapat kejutan. Semuanya berjingkrak dan bertingkah kegirangan. Saya hanya bisa mendengar sayub-sayub suara komentator yang memberi pujian  setinggi langit kepada sang juara dunia baru.

 

Saya masih ingat, euforia yang sedikit kampungan ditampilkan di layar TV. Puluhan penonton yang tidak berkepentingan ikut memanjat ring untuk meluapkan kegembiraan. Sementara, Ellyas mengacungkan tinju dan berteriak kegirangan. Matanya berkaca-kaca tak kuasa menahan tangis haru dan bahagia. Suasana di Istora Senayan semakin meriah ketika Wakil Presiden IBF saat itu, James Stevenson melilitkan sabuk gelar juara kelas super terbang IBF kepada Ellyas.

 

Usai pertarungan beberapa wartawan mencoba menghampiri Ellyas. Dengan kalimat dengan tutur bahasa yang kurang lancar, Ellyas  mengatakan, sebenarnya ia bisa saja memukul Judo Chun lebih keras, namun masih bisa menahan diri. Ellyas merasa kesal terhadap komentar Judo Chun sebelum pertandingan yang meremehkannya dan mengatakan akan menang hanya dalam tiga ronde. “Saya penasaran dengan komentar Judo Chun yang meremehkan saya. Untung saya masih bisa menahan diri. Kalau tidak, mungkin saya bisa lebih kejam memukulnya,” kata Ellyas.

 

Kemenangan Ellyas menjadi juara dunia juga memberi harapan bagi siapapun bisa menjadi hebat di negeri ini. Ellyas Pical yang lahir di sebuah pulau Saparua Ambon, berani merantau ke Jakarta karena kemiskinan. Tiba di ibu kota, Ellyas Pical menjadi masyarakat urban umumnya tanpa memiliki ketrampilan. Saat itu Jakarta sedang berbenah dan banyak butuh warga trampil. Tidak ada pilihan lain bagi Ellyas Pical untuk belajar bertinju hanya ingin bertarung dari kerasnya ibu kota.

 

Kemampuan Ellyas Pical bertinju dan beberapa kali kemenangan di tarung amatir tercium promotor Boy Bolang. Boy Bolang yang mahir mencari bibit petarung memilih Ellyas Pical, dengan alasan petinju muda ini unik. meskipun berpendidikan rendah, Ellyas Pical memiliki kekuatan pukulan tangan kiri yang keras. Ellyas Pical dikenal bertangan kidal dan sorotan mata sedikit juling, sehingga Boy Bolang yakin akan menyulitkan lawan mencari posisi serang.

 

Ellyas menjadi inspirasi bahwa siapapun bisa menjadi hebat di negeri ini.

 

Sedangkan Judo Chun memilih lawan Ellyas Pical bukan tanpa sebab. Sebagai juara dunia, tentu dia punya kuasa memilih calon lawannya. Judo Chun selalu memilih calon lawan yang paling lemah atau urutan paling ujung, agar bisa mendapat kesempatan mempertahankan gelar lebih lama. Setelah berhasil mengkanvaskan petinju Thailand, Prayonsak Muangsurin, Judo Chun merasa besar kepala dengan memilih laga berikutnya dengan Ellyas Pical. Namun rupanya Judo Chun lupa bahwa jarak waktu pertarungan dari petinju sebelumnya hanya 5 bulan. Sehingga sang juara bertahan pasti kelelahan dan kurang vitalitas saat melawan petinju kidal dan juling. (pul)

 

Artikel lainnya

Sehat Bersama Pemerintah Baru 52,2 Juta Warga Indonesia Dapat Cek Kesehatan Gratis

Mahardika Adidaya

Oct 24, 2024

Salah Langkah Kebijakan Pangkas Nilai Tambah Ekonomi Hilirisasi Nikel

Author Abad

Jul 15, 2024

Menggali Dana Hibah Untuk Pensiun Dini PLTU

Author Abad

Jul 16, 2024

Mengganggu Bini Orang Berujung Petaka

Author Abad

Oct 26, 2022

TNI Berumur 77 Tahun, Menjadi Dewasa Karena Tindakan

Author Abad

Oct 06, 2022

Benteng Budaya dan Derasnya Gelombang Modernisasi

Author Abad

Oct 03, 2022