Penulis : Pulung Ciptoaji
Surabaya, Setiap tahun, warga Surabaya memperingati peristiwa besar yaitu perobekan bendera Belanda di menara Hotel Majapahit. Banyak elemen masyarakat terlibat dalam peringatan itu. Khusus tahun 2022 yang diperingati 18 Sepember kemarin, dihadiri Walikota Surabaya Eri Cahyadi. Suasana sangat meriah, seperti euforia kemenangan setelah 2 tahun tidak pernah ada kerumuman massa.
Saat itu pagi hari pada awal September 1945 di Surabaya. Beberapa warga di pelosok gang sedang mendengarkan radio yang membahas kabar kemana setelah Indonesia diprokamirkan. Kantor berita Antara berkali-kali menyebarkan nama nama kabinet pertama bentukan Presiden Sukarno Hatta. Serta persiapan pembentukan BKR yang diambil dari komponen rakyat, PETA, KNIL. Namun di radio itu juga sedang dibahas panas pendaratan pasukan Sekutu menuju negara yang baru dibentuk Indonesia. Ada beberapa titik pendaratan, yaitu Sumatra, Semaag dan Surabaya. Pasukan Sekutu yang sebagian besar tentara Inggris dan NICA Belanda itu punya tuga khusus. Yaitu melakukan pelucutan tentara Jepang yang sudah dinyatakan kalah perang.
Memang, bangsa Indonesia baru berumur 2 bulan setelah proklamasi 17 Agustus. Namun semangat menggebu pemuda di pelosok Surabaya sudah punya ambisi besar terhadap bangsa ini. Semangat mereka untuk merdeka seutuhnya membuat sangat anipati atas kehadiran sekutu di bumi Surabaya. Rasa trauma dan kekawatiran dijajah kembali membuat pemuda Surabaya segera membentuk laskar laskar kecil. Mereka saling berkoordinasi satu sama lain dan saling menyebara informasi. Betapa kecewanya warga Surabaya saat mendengar dan melihat pasukan Belanda berada di tengah pasukan Sekutu itu. Mereka mengibarkan bendera Belanda saat konvoi di sepanjang jalan kota.
Saat itu sepuluh hari setelah kedatangan tentara Sekutu di Surabaya. Hotel Yamato yang dijadikan markas RAPWI, sebuah organ tentara Sekutu yang bertugas mengurus para tawanan warga Eropa dan peranakannya selalu sibuk. Jauh berbeda, hotel tersebut lebih eklusif dan dijaga ketat oleh tentara. Pada siang hari suasana hotel disibukan dengan lalu lalang perwira militer sekutu, serta pada malam hari hanya segelintir orang yang keluar masuk hotel. Setiap pojok hotel disiapkan tentara dengan senapan panjang, seakan akan hendak menembak siapapun yang mendekat hotel. Sementara di menara utama hotel, telah berkibar bendera Belanda Merah Putih Biru. Tentu bendera tersebut bisa dilihat siapapun yang melintas di kawasan Tunjungan.
Salah satu tokoh penting warga Belanda yang tinggal di hotel tersebut bernama Mr. Ploegman. Warga Belanda ini bukan berasal dari unsur tentara, namun menjadi salah satu perwakilan diplomat sipil yang bertugas memata-matai situasi di tanah Hindia Belanda. Tampaknya Mr. Ploegman paham bahwa pengibaran bendera Belanda di Hotel Yamato itu akan memancing amarah rakyat Surabaya. Tujuan Mr. Ploegman ingin tahu seberapa kekuatan militer bangsa Indonesia yang baru terbentu, serta mengetaui reaksi rakyat Indonesia terhadap proklamasi. Belanda sengaja melanggar kedaulatan Republik Indonesia yang telah memproklamasikan kemerdekaan.
Kegelisahan warga Surabaya ini sudah terdengar para pemimpin masyarakat di Surabaya. Maka Residen Surabaya kala itu, Soedirman, kemudian datang ke Hotel Yamato untuk berbicara dengan Mr. Ploegman. Dengan sopan, Soedirman mengingatkan bahwa pengibaran bendera asing harus mendapatkan izin dari pemerintah Republik Indonesia yang telah merdeka. Oleh karena itu, Soedirman pun meminta agar bendera Belanda yang dikibarkan di atap Hotel Yamato segera diturunkan.
Akan tetapi, Ploegman menolak mentah-mentah menurunkan bendera Belanda, dengan dalih bahwa Sekutu telah memenangi perang melawan Jepang. Sehingga pemerintah kolonial Belanda berhak kembali menduduki Indonesia. Bukan hanya itu, Ploegman juga menodongkan revolver ke arah Residen Soedirman dan membuat situasi memanas. Pemuda Indonesia yang berada di dalam Hotel Yamato menilai, kejadian itu adalah penghinaan. Salah seorang pemuda Indonesia bernama Sidik yang berdiri di samping Soedirman, kemudian menendang revolver yang ditodongkan Ploegman itu. Revolver itu terpental dan pelurunya meledak terdengar nyaring hingga keluar Hotel Yamato.
Residen Soedirman dan para pemuda Indonesia berlari keluar, sedangkan orang-orang Belanda bersembunyi di dalam Hotel. Di saat yang sama, Sidik dan Ploegman berduel hingga akhirnya menewaskan orang Indo-Belanda itu. Namun, Sidik juga akhirnya tewas karena terluka parah setelah dikeroyok orang-orang Belanda.
Berita Residen Sudirman diancam senjata, serta Sidik tewas karena duel dengan Ploegman cepat menyebar. Dalam hitungan menit, warga Surabaya sudah mengepung Hotel Yamato. Para pemuda Indonesia dengan penuh amarah menyerang orang-orang Belanda di Hotel Yamato. Dari para pemuda yang menyerbu masuk ke dalam hotel itu bernama Kusno Wibowo dan Hariyono. Saat kericuhan itu, Kusno Wibowo merayap naik ke atap Hotel Yamato untuk menurunkan bendera Belanda. Di atap hotel, Kusno sudah bertemu seorang pemuda lainnya. Mereka kemudian menarik tali untuk menurunkan bendera Belanda. Kusno lalu menggigit jahitan bendera Belanda itu dan merobek warna birunya sehingga hanya tersisa merah dan putih. Bendera merah putih itu pun kembali dikibarkan dan disambut sorak-sorai massa yang ada di sekitar Hotel Yamato.
Fragmen pemuda yang merobek bendera belanda di Surabaya, 16/7/2022. Aksi perobekan bendera Belanda di Hotel Yamato (kini Hotel Majapahit) di Jalan Tunjungan, Surabaya, Jawa Timur.
Hingga kini, siapa pemuda yang membantu Kusno menurunkan bendera Belanda itu ternyata masih diperdebatkan. Terdapat dua versi cerita terkait pemuda Indonesia yang membantu Kusno menurunkan dan merobek bendera Belanda di atap Hotel Yamato. Versi pertama diungkapkan Budi Tjokrodjojo yang juga hadir dalam peristiwa perobekan bendera Belanda di Hotel Yamato. Budi Tjokrodjojo menyebutkan bahwa dua tokoh pemuda yang merobek bendera Belanda di Hotel Yamato adalah Kusno dan Hariyono. Hariyono disebut naik ke atap setelah perundingan dengan pihak Belanda gagal. Hariyono keluar dari Hotel Yamato bersama Residen Soedirman, lalu segera nauik ke menara. Namun, menurut pengakuan Hariyono sendiri, dia baru akan merobek bendera Belanda itu. Tetapi Kusno Wibowo kemudian merebutnya. Oleh sebab itu, kata Hariyono, Kusno-lah yang merobek warna biru di bendera Belanda tersebut.
Pada tahun 1972, Dewan Harian Daerah (DHD) Angkatan 45 Provinsi Jawa Timur membentuk Tim Peneliti Data-data Sejarah DHD Angkatan 45 Jawa Timur. Berdasarkan data-data sejarah yang ada, mereka kemudian menyimpulkan bahwa dua tokoh pemuda yang merobek bendera Belanda di Hotel Yamato adalah Kusno Wibowo dan Hariyono.
Namun 8 tahun sesudahnya, pengakuan mengejutkan diungkapkan oleh Kusno Wibowo dalam surat yang dikirimnya kepada Pengurus Dewan Harian 45 Pusat di Jakarta pada 25 September 1980. Kusno Wibowo mengatakan, berdasarkan ingatannya, pemuda yang membantunya menurunkan dan merobek bendera Belanda bukanlah Hariyono, melainkan Abdul Aziz. (pul)