Soft Power dan Spionase China di Indonesia (Kelanjutan Misi Kebudayaan Cheng Ho?)
Abad.id - Istilah Soft Power dikenalkan oleh Josep Nye, seorang akademisi Harvard di tahun 1990.
Soft Power adalah sarana yang digunakan suatu negara (penginisiasi) untuk membuat negara lain "menginginkan apa yang dikehendaki negara penginisiasi."
Caranya adalah seperti kata kata Nye sendiri bahwa, “The Ability to get what you want through attraction rather than coercion or payment."
Nye menekankan bahwa persepsi legitimasi suatu negara, daya tarik ideologi dan budaya, dan norma-norma masyarakat memainkan peran penting dalam membentuk politik internasional.
Landasan pengembangan kekuatan Soft Power China ke seluruh dunia termasuk ke Indonesia pertama kali dinyatakan secara jelas oleh Presiden Hu Jin Tao dalam laporannya pada Kongres Nasional Ketujuh Belas Partai Komunis Tiongkok 15 Desember 2007 berjudul Pegang Tinggi Panji-panji Besar Sosialisme dengan Ciri Khas Tiongkok dan Berjuang untuk Kemenangan Baru dalam Membangun Masyarakat yang Cukup Sejahtera dalam segala hal. (Hold High the Great Banner of Socialism with Chinese Characteristics and Strive for New Victories in Building a Moderately Prosperous Society in all).
Yang dalam kata-kata di dalam pidatonya sendiri begini :
“Di era sekarang, budaya telah menjadi sumber yang semakin penting bagi kohesi dan kreativitas nasional dan faktor yang semakin penting dalam persaingan kekuatan nasional secara keseluruhan, dan orang-orang Tionghoa memiliki keinginan yang semakin besar untuk kehidupan budaya yang lebih kaya. Kita harus tetap berpegang pada orientasi budaya sosialis yang maju, membawa kebangkitan baru dalam perkembangan budaya sosialis, merangsang kreativitas budaya seluruh bangsa, dan meningkatkan budaya sebagai bagian dari kekuatan lunak negara kita untuk lebih menjamin hak-hak budaya dasar rakyat. dan kepentingan, memperkaya kehidupan budaya dalam masyarakat Tionghoa dan menginspirasi semangat rakyat untuk kemajuan..”
Poin penting dalam pidato, kaitannya dengan soft power China kepada dunia internasional adalah :
- Mempromosikan budaya Tionghoa dan membangun rumah spiritual bersama bagi bangsa Tionghoa khususnya dalam konteks:
“….. Kami juga akan memperkuat pertukaran budaya internasional untuk memanfaatkan pencapaian baik budaya asing dan meningkatkan pengaruh budaya Cina di seluruh dunia.”
Yang kemudian pada masa presiden Xi Jin Ping soft power China diimplementasikan dengan program Belt Silk Road, Maritime Silk Road, Digital Silk Road, Health Silk Road dan lain sebagainya.
Salah satu alat untuk menguatkan soft power China selain melalui media penyiaran publik adalah melalui Institut Konfusius yang berpusat di Hanban.
Xi mengatakan pada tahun 2014, “Kita harus meningkatkan kekuatan lunak Tiongkok, memberikan narasi Tiongkok yang baik, dan mengomunikasikan pesan Tiongkok dengan lebih baik kepada dunia,” menyerukan upaya nasional yang lebih kuat untuk menghubungkan popularitas dan tata cara Tiongkok dengan kebangkitannya yang meroket.
Wakil Kongres Rakyat Nasional (NPC), Hu Youqing dalam hal ini mengatakan :
“Mempromosikan penggunaan bahasa Cina akan berkontribusi untuk menyebarkan budaya Cina dan meningkatkan pengaruh global Cina. Ini dapat membantu membangun kekuatan nasional kita dan harus diambil sebagai cara untuk mengembangkan soft power negara kita.”
Upaya ini dimulai dengan pendirian pertama di Korea Selatan kemudian didirikan di berbagai negara dengan jumlah 500 lebih di tahun 2018.
Di Indonesia pengaruh China malah difasilitasi oleh Kemendikbud dengan berbagai program promosi pertukaran dan beasiswa . Disamping itu hampir semua universitas negeri dan swasta besar di Indonesia membuka kerjasama dengan Institut Konfusius. Program beasiswa juga menyasar kementrian agama, dan organisasi kemasyarakatan (ormas-ormas) Islam seperti NU dan Muhamadiyah.
Targetnya adalah memandang China dari sudut pandang seperti yang China inginkan. Lepas hal ini baik atau buruk bagi bangsa di negara target. Faktanya, melalui pengenalan budaya dengan program pengenalan bahasa dan budaya di Institut Konfius, China berusaha memperluas pengaruhnya.
Program paling krusial dalam kaitan ini adalah program beasiswa untuk menarik minat para peneliti melalui “Seribu Bakat” mereka. What Is China’s Thousand Talents Plan? Yakni program Seribu Bakat China yang kemudian menjadi sarana spionase China untuk memata matai dan bahkan mencuri teknologi negara lain untuk kepentingan China.
The Thousand Talents Plan is part of China’s long quest to become the global scientific leader.
Namun targetnya bukan hanya negara barat, di pertengahan 2021 kemarin Jepang tengah melancarkan penyelidikan serius atas kasus spionase China melalui program seribu bakatnya, Japan to probe China-funded Confucius Institutes amid propaganda, spy threat.
Ekspedisi Cheng Ho ke Jawa
Demi melihat fakta demikian menjadikan kita flash back pada peristiwa sejarah kronik kisah kekalahan Kubilai Khan dan pasca kunjungan Zeng He(Cheng Ho) ke Jawa pada tahun 1406, secara perlahan Majapahit mulai mengalami perpecahan dan kemunduran, lalu berakhir runtuh alias sirna ilang kertaning bhumi, hilang dan lenyap ditelan bumi.
Zeng He berhasil dalam menjalankan misinya di Nusantara, karena menggunakan pendekatan ekonomi dan budaya. Misi perdamaian dan budaya itu kata mereka, tapi dalam kacamata politik tak sesederhana itu. Dalam istilah Geopolitik misi-misi diatas disebut assymetric war, perang asimetris yang tidak perlu mengunakan kekuatan militer maupun letusan senjata api, cukup dengan invasi kebudayaan. Dan Zeng He alias Cheng Ho adalah proxy penting dalam misi ini. Perang proxy adalah perang yang menggunakan proxy. Proxy itu maksudnya semacam perwakilan atau utusan. Maka perang proxy adalah perang yang murah tapi efektif, tidak perlu banyak biaya, juga tidak banyak resiko untuk pihak negara adikuasa tapi kerjaan kotornya bisa dilakukan oleh orang lain. Dalam bahasa masakini, pekerjaan kotor itu bisa dilakukan oleh para komprador, antek, gedibal, fan boysnya maupun para buzzer.
Pertanyaannya kemudian, bagaimana menghambat potensi ini di Indonesia ?
Sebagaimana kita tahu, hampir tidak pernah ada di Indonesia, seorang mata mata asing diberitakan ditangkap oleh badan intelejen Indonesia. Baik WN China maupun WNI yang bekerja untuk kepentingan China, maupun untuk kepentingan negara lain. Apakah ini bukti lemahnya kerja badan badan intelejen Indonesia? Entahlah...
Kopi_kir sendirilah !(mda)
Bacaan :
https://www.jstor.org/stable/1148580
http://www.china.org.cn/english/congress/229611.htm
http://english.hanban.org/node_7716.htm
https://tekno.tempo.co/.../acc-dan-kbri-beijing-lanjutkan...
https://dikti.kemdikbud.go.id/.../akselerasi-kolaborasi.../
https://www.readers.id/.../bagaimana-cina.../index.html
https://media.nature.com/.../d4158.../d41586-018-00538-z.pdf
https://theconversation.com/the-thousand-talents-plan-is...
https://www.straitstimes.com/.../japan-to-probe-china...