Penulis : Nanang Purwono
Abad.id-Makam Belanda Peneleh sesungguhnya lebih tepat jika dikatakan Makam Eropa karena mereka yang beristirahat disana untuk selama lamanya adalah orang orang Eropa. Tidak hanya orang Belanda saja, tapi jumlah orang Belanda yang dikubur di Peneleh memang lebih dominan.
Nama nama orang Eropa ini bisa dikenali melalui batu nisan dan besi nisan yang elok dan megah. Ada juga yang sederhana. Salah satu nama yang tersebut pada nisan adalah Schmutzer. Sebuah nama khas keluarga Jerman. Lantas siapakah Schmutzer itu?
Schmutzer adalah keluarga pengusaha gula yang kali pertama meletakan dasar-dasar penghargaan hak hak buruh di Hindia Belanda. Mereka menghapus penghisapan kelas buruh, yang tidak populer dimata kapitalisme kolonial kala itu.
Keluarga Schmutzer ini adalah Julius Robert Anton Maria Schmutzer dan Joseph Ignatius Julius Maria Schmutzer. Penghargaan terhadap buruh dengan cara menghapus penghisapan kelas buruh ini mereka lakukan ketika keduanya mengelola pabrik gula keluarga Gondanglipuro di Yogyakarta di akhir abad 19.
Sejumlah catatan menyebut keduanyalah yang pertama kali mempraktikkan hak-hak layak buruh. Upah buruhnya lebih tinggi daripada buruh pabrik gula lain. Jam kerja, hak berserikat, hak libur, dan cuti yang sekarang lazim dipenuhi, bermula dari lingkungan pabrik gula yang dikelolanya.
Pengaruh Agama
Tampaknya upaya Schmutzer bersaudara yang menghargai buruhnya itu akibat dorongan keyakinan agamanya. Pada 15 Mei 1891, Paus Leo XIII mengeluarkan maklumat “Rerum Novarum” (perubahan revolusioner), tentang Hak dan Kewajiban Modal dan Tenaga Kerja. Dari dasar keyakinan yang keluar dari maklumat Paus Leo XIII itulah, mereka mulai mempraktekkannya si pabrik yang dikelola keluarga Schmutzer.
Ketika seruan Paus Leo ini muncul, dua anak Schmutzer (Julius Robert Anton Maria Schmutzer dan Joseph Ignatius Julius Maria Schmutzer) sedang sekolah di Belanda. Pada saat itu, di Belanda yang namanya gerakan balas jasa alias politik etis mulai populer. Kemudian ketika sekolahnya selesai, mereka kembali ke Hindia Belanda dan mempraktikkan semangat keagamaan itu langsung di pabriknya.
Pabrik gula Gondanglipuro di Jogjakarta awalnya dibuka oleh pasangan Stefanus Barends dan Ellis Francisca Wilhelmina Karthous pada 1 September 1862. Namun pada 1876 Stefanus Barends meninggal dunia. Pada 1880 Ellis menikah lagi dengan Gottfried Schmutzer. Dari perkawinan Ellis Francisca Wilhelmina Karthous dan Gottfried Schmutzer, maka lahirlah Ellis Anna Maria Antonia Schmutzer (1881), Josef Ignatius Julius Maria Schmutzer (1882), Julius Robert Anton Maria Schmutzer (1884) dan Eduard Wilhelmina Maria Schmutzer (1887).
Di Kuburan Belanda Peneleh Surabaya, ternyata ditemukan Makam Gottfried Schmutzer, ibunya Ellis Schmutzer dan adik bungsu Edward dalam satu di liang lahat. Tidak ada catatan di mana nama dua bersaudara peletak dasar kesejahtreaan buruh itu dikubur. Kehadiran Gottfried Schmutzer ke Surabaya diduga masih ada kaitan usaha dan bisnis gula karena di Surabaya sendiri kala itu (mulai 1832) sudah mulai bercokol industri gula, tepatnya di Gubeng.
Menurut penelusur sejarah pabrik pabrik gula di Jawa Timur, Agung Widyanjaya, di wilayah administratif kota Surabaya sekarang, dulunya ada 9 pabrik gula. Diawali dengan pabrik gula di Gubemg (1832) kemudian diikuti dengan pabrik pabrik gula seperti Pabrik Gula Ketabang, PG Bagong, PG Ngagel, PG Darmo, PG Dadoengan, PG Ketintang, PG Karah dan PG Petemon.
Bisa jadi Surabaya yang memiliki banyak buruh karena, salah satunya, sektor industri gula ini menjadi jujugan dalam mempraktikkan politik etik yang sudah dikenalkan dan dipraktekkan oleh kedua anaknya di PG Gondanglipuro, Jogjakarta. Sayang keberadaan makam kedua anaknya: Julius Robert Anton Maria Schmutzer dan Joseph Ignatius Julius Maria Schmutzer tidak diketemukan di pemakaman Peneleh.
Di sini hanya ada Gottfried Schmutzer, Ellis Schmutzer (istri) dan adik bungsu Eduard Wilhelmina Maria Schmutzer (bungsu) dalam satu liang lahat. (Nng/pul).