images/images-1674698643.jpeg
Liputan

Insan Cerdas (IC) School Surabaya Jelajah Kampung Pecinan

Malika D. Ana

Jan 26, 2023

332 views

24 Comments

Save

Insan Cerdas (IC) School Surabaya Jelajah Kampung Pecinan

 

 

Abad.id - Sekitar 20 siswa Insan Cerdas (IC) School Surabaya dengan usia rata rata 10 tahun mengunjungi Klenteng Boen Bio di jalan Kapasan Surabaya pada Rabu, 25 Januari 2023.

 

IC School adalah lembaga pendidikan non formal yang menghasilkan lulusan dari latar belakang siswa yang dianggap bermasalah, namun ternyata outputnya membanggakan. Mereka dapat mandiri sebagai insan paripurna..

 

Di lembaga ini potensi anak didik digali dan diarahkan sehingga menjadi lulusan yang sukses dalam meniti hidup dan kehidupan. Karenanya sekolah ini mengajarkan pengalaman hidup secara empiris sebagai modal dasar untuk mengexplorasi diri.

 

Melalui jalan - jalan sejarah ke Klenteng Boen Bio dan Kampung Kapasan Dalam yang dikenal dengan Kampung Kungfu adalah salah satu wujud kegiatan belajar mengajar luar sekolah yang dilakukan oleh Insan Cerdas School.

 

Di sudut gang kuliner Kapasan Dalam

 

Jalan jalan sejarah ini mengajak siswa untuk mengenal keberagaman (pluralisme) di Surabaya. Selain mendapat cerita (narasi) tentang keberagaman, para siswa juga secara langsung melihat fakta keberagaman itu sendiri.

 

Ada kata kata bijak "Seeing is believing", yang artinya "dengan melihat, baru percaya". Misalnya ada narasi yang berbunyi bahwa foto mantan presiden RI, Abdurrahman Wachid atau Gus Dur dipajang di dalam Klenteng.

 

Terhadap narasi itu mungkin ada yang berfikir dan berkata "gak mungkin" dan ada pula yang menggumam "mana mungkin ada orang Islam yang fotonya kok dipasang di Klenteng". Akibatnya, ada yang tidak percaya dengan statement itu.

 

Namun, ketika mereka diajak ke Klenteng, khususnya Klenteng Boen Bio di jalan Kapasan Surabaya, mereka baru percaya setelah melihat bahwa benar fotonya Gus Dur menghiasi klenteng.

 

Gus Dur dianggap sebagai Bapak Pluralisme karena Gus Dur adalah tokoh nasional yang sejak awal mengedepankan pluralisme dan kemajemukan di Indonesia. Karenanya Gus Dur disebut Bapak Pluralisme.

   

Hal itu pernah disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat memberikan sambutan usai pemakaman mantan Presiden ke-4 RI di Kompleks Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur.

 

Pun demikian ketika menceritakan tentang Gus Dur sebagai Bapak Pluralisme kapada siswa siswi Insan Cerdas School Surabaya. Untuk memudahkan pemahaman, mereka diajak masuk ke dalam Klenteng dan menyaksikan foto Gus Dur yang terpampang di dinding Klenteng.

 

Kunjungan siswa siswi Insan Cerdas School ke Klenteng Boen Bio ini dipandu oleh Begandring Soerabaia, sebuah komunitas sejarah dan budaya di Surabaya. Dijelaskan bahwa Klenteng Boen Bio bukan Klenteng pada umumnya dimana di dalamnya terdapat patung patung perwujudan para dewa.

 

Di Klenteng Boen Bio tidak ada patung patung dewa kecuali satu sebagai simbol yang dihormati dan dipuja. Yaitu nabi Kong Zi. Menurut laman kemenag.go.id bahwa agama Khonghucu atau Kongjiao atau Rujiao adalah agama yang berasal dari negeri Tiongkok. Tapi kemudian rakyat biasa bisa mempelajari Ajaran Khonghucu di luar kerajaan, termasuk di Indonesia.

 

Klenteng Boen Bio, jika ditilik arti katanya  "Boen" dan "Bio", maka Boen artinya Kesusastraan dan Bio adalah Kuil. Jadi Boen Bio adalah Kuil kesusastraan.

 

Siswa siswi Insan Cerdas School Surabaya berinteraksi di Klenteng Boen Bio bersama Liem Tiong Yang

 

Liem Tiong Yang, pengurus Klenteng, yang juga ikut menyambut kedatangan rombongan siswa siswi IC School menceritakan bahwa Kuil Kesusastraan ini adalah tempat belajar agama Konghucu dan budaya yang menyertainya.

 

"Kalau diperhatikan bahwa di Klenteng ini semua relief, aksara aksara dan simbol simbol mengandung pesan dan ajaran agama Konghucu, ajaran kehidupan", jelas Liem dengan sabar karena tamu tamunya adalah siswa siswi yang masih berusia muda atau anak anak.

 

"Disini ada burung Hong yang melambangkan wanita yang penuh dengan keindahan. Sementara gambar naga adalah simbol laki laki yang gagah sebagai pemimpin", tambah Liem.

 

Dalam kesempatan itu Liem mengajak berinteraksi dengan mempersilakan peserta untuk bertanya. Siapa yang bertanya, Liem memberikan hadiah. Tidak disangka bahwa hampir semua bertanya. Ini menunjukkan bahwa ada keberanian pada diri setiap siswa. Sebagai imbalan atas pertanyaan, Liem memberi kartu yang berisi informasi tentang Klenteng Boen Bio. Selain itu Liem juga membagi bagikan jeruk kepada semua karena masih dalam suasana Imlek.

 

"Jeruk ini melambangkan keberuntungan dan semoga dalam menapaki tahun baru, semua diberi keberuntungan", jelas Liem.

 

Setelah dari Klenteng Boen Bio, rombongan siswa ini diajak menyusuri kampung Kapasan Dalam yang juga disebut sebagai Kampung Kungfu.

 

Dalam perjalanan, rombongan menjumpai sebuah punden. Punden ini menjadi pusat atraksi budaya warga setempat. Atraksi ini adalah wujud pembauran antara etnis Tionghoa dan Jawa, yang sudah lama menjadi praktik kebudayaan lokal. Mereka masih kirim sesajen di punden ini. Bahkan tidak jarang ada tanggapan wayangan di sini.

 

Dengan adanya punden ini, para siswa diajak belajar tentang punden. Punden adalah tempat terdapatnya makam orang yang dianggap sebagai cikal bakal masyarakat desa atau tempat keramat dan sesuatu yang sangat dihormati. Karenanya warga setempat menghormati dan menjaga punden yang ada di Kampung Kapasan Dalam ini.

 

Jalan jalan sejarah belum selesai. Selanjutnya mereka diajak masuk menelusuri lorong lorong sempit dimana disana terdapat kuliner lokal atau masakan dan jajanan khas Pecinan. Disana peserta juga diajak mengenal aksara aksara Cina berikut transkrip Roman dan artinya. Semua itu adalah pengenalan nyata, empiris bagai para siswa.

 

Salah seorang guru pendamping, Dita, merasa senang karena murid muridnya mendapatkan pengalaman nyata dan banyak belajar dari lingkungan mulai dari keberagaman agama, interaksi sosial yang terjadi, bahasa hingga kuliner.

 

"Ke depan saya akan usulkan kepada pihak sekolah untuk mengadakan jalan jalan sejarah untuk siswa SMP dan SMA. Ini sesuai dengan model kegiatan belajar mengajar di sekolah kami", pungkas Dita. (nng)

Artikel lainnya

Pelestraian Cagar Budaya Tematik di Surabaya

Author Abad

Oct 19, 2022

Subtrack, Belajar Sejarah Dengan Mudah

Pulung Ciptoaji

Jan 23, 2023

H. P. Berlage dan Von Hemert. Siapa Von Hemert?

Author Abad

Dec 20, 2022

Pembangunan Balai Kota Surabaya Penuh Liku

Pulung Ciptoaji

Dec 18, 2022

Menjaga Warisan Kemaharajaan Majapahit

Malika D. Ana

Nov 15, 2022

Peringatan Hari Pahlawan Tonggak Inspirasi Pembangunan Masa Depan

Malika D. Ana

Nov 12, 2022