images/images-1667376240.jpg
Sejarah
Tokoh

Devi Dja, Artis Indonesia Yang Dipuji Hitler

Author Abad

Nov 02, 2022

747 views

24 Comments

Save

Penulis : Pulung Ciptoaji

 

Abad.id- Jauh sebelum masa revolusi kemerdekaan Indonesia, warga jajahan Hindia Belanda sudah membahana di bumi Eropa. Seperti Tan Malaka yang tidak sekedar teman nongrong kopi Josep Stalin, atau Muso yang sangat dekat dengan  Mao Zedong. Di dunia hiburan, tanah Hindia Belanda telah melahirkan seorang diva kelas dunia. Namanya Devi Dja atau pemilik nama asli Soetidjah.

 

Banyak orang yang ingin mendengar kisahnya. Saat singgah menemui karabatnya yang sakit di Indonesia pada 8 Agustus 1982, jadwal warga Amerika  Serikat ini nyaris tidak tersisa. Begitu padat. Banyak artis dan beberapa media ingin bertemu dan mendengar kisah nenek yang berusia 68 tahun tersebut, namun hanya sebagian saja yang dilayani. Bahkan keluarga Soekarno yang punya kenangan dan kesan dengan sang diva, tidak sempat menemui sang Devi Dja. Hingga akhirnya, Devi Dja harus kembali ke Amerika dan tinggal di kawasan Mission Hill, San Fernando Valley. Pertemuan dan kunjungan ke Indonesia ini rupanya terakhir kalinya bagi wanita yang mengenalkan budaya Indonesia ke seluruh dunia. Sebab paada 19 Januari 1989, Devi Dja meninggal dunia dan dimakamkan di Hollywood Hills. 

 

Lalu, apa yang super istimewa dari Devi Dja ini. Dalam catatan penulis biografi Ramadhan KH, Soetijah lahir di Jember di sebuah tempat yang sedang dijajah. Sejak kecil Devi Dja hidup dalam kemiskinan. Namun minat terhadap seni sudah tampak setelah melihat banyak pertunjukan di kampung. Kemudian Devi mulai mengamen berkeliling bersama kakek dan neneknya. Suatu saat nasib berubah, saat mengamen Devi kecil itu bertemu dengan pasangan kekasih Piedro, pemimpin kelompok pertunjukan Dardanella. Keduanya menikah dan Devi Dja resmi bergabung dengan rombongan Dardanella sebagai penari.

 

Dua tahun kemudian, saat berusia 16 tahun, kariernya mulai bersinar setelah menggantikan pemeran utama yang jatuh sakit. Saat itu Devi Dja menjadi pemeran Soejaesing dalam lakon Dokter Syamsi.  Devi Dja dikenal seniman tari dan bintang multi talenta seangkatan dengan Tan Tjeng Bok, Anjas Asmara dan Fifi Young. Di awal perang dunia ke II, beberapa sandiwara yang diperankan Devi Dja sangat populer. Seperti Nyai Dasima, Rencong Ceh, Aida Van Digul, Dokter Samsi. Sedangkan penulis naskahnya suaminya sendiri Pedro dan Anjas asmara.

 

Selang 1 tahun kemudian, Dardanella mulai mementaskan pertunjukannya di beberapa negara. Mulai Singapura, China, India, Turki, Paris, Maroko, Jerman, hingga akhirnya New York, Amerika Serikat. Sejak saat itu nama Devi Dja mulai tidak dikenal di tanah Hindia Belanda, namun justru populer di luar negeri. Disana Devi Dja tidak hanya memperkenalkan kebudayaan nusantara, namun juga sangat populer karena kecantikan yang natural. “ Saya selalau membawa keseniaan dari tanah air ke seluruh dunia. Sebab kalau tidak dibawa keluar, orang-orang asing itu tidak akan mengenal nusantara,” kata Devi Dja saat itu.

Namun jadwal panggung yang padat serta jam kerja sebagai seniman tanpa batas, sempat 2 kali mengalami keguguran. Selain itu anak pertama mereka meninggal dunia di usia 7 bulan. “ Itulah kesalahan terbesar saya yang terlalu memikirkan karier sebagai seniman daripada keluarga,” kata Devi Dja.

 

Memang untuk mengurus kelompok drama Dardanella ini butuh managemen yang profesional. Semua krue harus bekerja keras dan dibutuhkan kesadaran antara anggota, pemain serta keluarga yang ikut. Total jumlah rombongan Dardanella pimpinan Pedro sekitar 150 orang. Jika rombongan ini melakukan lawatan ke luar negeri, maka dibutuhkan biaya besar.

 

Rombongan Dardanella pernah singgah dan main di Canton dan Beijing China. Rombongan ini mendapat sambutan yang luar biasa. Jika main drama para pemain kesulitan bahasa, maka pimpinan rombongan memutuskan untuk menggelar pertunjukan tari. Dengan tarian dan musik saja, warga Tiongkok sudah sangat terkesan. Setelah itu rombongan pindah ke India. Di sana rombongan bertahan 7 bulan, sebab sambutan warga India sangat apresiatif.

 

Meskipun semua pertunjukan sukses dan memuaskan penonton, ternyata kondisi internal managemen masih rapuh. Penyebabnya rombongan terlalu lama singgah di India. Sehingga banyak krue dan anggota kelompok mulai tidak krasan dan memilih mogok. Alasan mereka medan di India sangat berat dan jauh dari kota satu ke kota lain. Maka dari 150 orang anggota rombongan, tinggal 30 orang yang bertahan.

 

Managemen harus membuat aturan yang ketat karena personel yang terbatas ini. Devi Dja dan Pedro suaminya mewajibkan anggota krue saling merangkap tugas pekerjaan. Sebab perjalanan pertunjukan Dardanella masih jauh. Harus singgah di kota Bagdad, Mesir, Jerusalem, Beirut, Yunani dan menembus Eropa. “ Saat di Jerusalim rombongan kami sempat terhenti karena negara terjadi pecah perang, dan beruntung semua anggota selamat,” kata Devi Dja.

 

Selama di Jerusalem ini nasib mereka sempat terkatung katung karena nyaris tidak melakukan pertunjukan. Artinya tidak ada pemasukan, yang ada hanya pengeluaran untuk logistik setiap harinya. Melihat kondisi yang kurang menguntungkan, Pedro berniat segera meninggalkan negara tersebut. Saat situasi perang mulai reda,  rombongan berpindah ke benua biru. Disana kelompok Devi Dja disambut sangat baik. Namun situasi poltitik disana masih panas menjelang perang dunia ke II, maka semua krue harus bersikap waspada. Beberapa negara yang disinggahi kelompok Dardanella ini mulai Italia, Jerman, Perancis.

 

Di Eropa ini nama Devi Dja benar benar berhasil menghipnotis rasa penasaran orang kulit putih terhadap bangsa nusantara. Nama Devi Dja kian melambung karena kecantikannya, serta kemampuan menari dan menghibur. Bahkan Hitler sang pemimpin Nazi beberapa kali ingin melihat pertunjungan Dardanella. Namun karena situasi perang dan politik di Eropa, maka niat itu hanya disampaikan melalui utusan Hitler. “ Hitler tidak jadi nonton karena para penasehatnya melarang. Bahkan para jendral-jendral jerman mempengaruhi niat Hitler menonton,” terang Diva Dja.

 

Perang Dunia Ke II Pindah ke Amerika

 

Dari eropa, rombongan yang dipimpin Pedro ini menyebrang ke Amerika. Alasan pindah karena kondisi Eropa yang kian genting, serta terdapat tawaran dari seseorang yang menjanjikan main di sebuah gedung yang sangat besar. Kapasitas gedung 10 ribu penonton terletak di pusat kota New York. Bagi Devi Dja, tawaran ini menandakan mimpi menjadi diva dunia semakin dekat. Amerika merupakan sumber inspirasi dan mimpi bagi siapapun untuk merubah nasibnya.

 

Rombongan segera pindah, dan keberuntungan didapat dari kelompk ini. Sebab sambutan sangat hangat. Beberapa poster dan berita di surat kabar selalu membicarakan kedatangan Devi Dja. Bahkan aktor Bob Hope juga sangat tertarik ingin melihat aksi panggung Devi Dja.

 

Devi Dja di usia 68 saat kunjungan terakhir di Indonesiaa tahun 1982. Foto dok Femina

 

Sejak di Amerika, Devi Dja mulai dilirik ke panggung lain yaitu film. Bahkan beberapa produser menawari sebagai tokoh utama dalam peran film. Namun ternyata terkendala bahasa, sehingga ketika shooting pertama, penampilan Devi Dja sangat mengecewakan. “ Saya belum bisa bahasa Inggris, untuk bicara sehari hari saja saya tidak mengerti apalagi untuk dialog di film,” cerita Devi Dja.

 

Namun karena terlanjut menandatangani kontrak dengan produser, Devi Dja tetap dipakai sebagai krue artistik. Sambil pelan dan pasti Devi Dja belajar berbahasa Inggris tentunya.

 

Rupanya dewi fortuna selalu singgah di Devi Dja. Dalam waktu cepat kemampuan bahasa Inggris mulai bagus dan bisa dilibatkan dalam pemain film. Devi Dja main film Diantaranay Moon And Sixpence produksi United Artists (1942) Picture of Dorian Gray produksi MGM (1945) Beyond the Forest produksi Warner Bross (1949) dan beberapa film untuk televisi.

 

Jadi Warga Negara Amerika Karena Digrebek FBI

 

Grup yang dibawa dari nusantara berganti nama dari Dardanella menjadi Devi Dja's Bali and Java Cultural Dancers. Ceritanya berawal karena tawaran sebagai film lebih menguntungkan, akhirnya terjadi percekcokan dalam tubuh Dardanella. Devi Dja memilih hengkang dan menetap ke film, sementara banyak krue diantaranya memilih pulang ke tanah air. “Apalagi saat itu Indonesia telah dinyatakan merdeka, sehingga banyak kawan-kawan memilih ingin memulai kehidupan baru di tanah air,” cerita Devi Dja

 

Total 20 orang yang memilih pulang, sementara 10 orang disisakan termasuk Pedro yang menemani perjalanan Dardanella 20 tahun. Untuk menutui kehilangan krue tersebut, diambil keputusan dengan merekrut orang -orang  lokal. Managemen juga membubarkan nama Dardanella yang sudah melegenda, dan mengganti nama menjadi Devi Dja's Bali and Java Cultural Dancers. Namun saat asyik dengan kelompok barun, cobaan datang lagi. Group ini dilarang pentas karena tersangkut masalah politik. Bahkan tempat tingga Devi Dja sempat digrebek FBI. “Beruntung FBI tidak menemukan apapun yang mencurigakan, sebab  saya sama sekali tidak melakukan kriminal dan melakukan kegiatan politik,” kata Devi Dja.

 

Rasa penasaran muncul kenapa Devi Dja ini dicurigai FBI. Maka suatu saat saat ditanya alasannya, ternyata Devi Dja bukan warga negara Amerika Serikat. “Maka sejak saat itu saya langsung mendaftarkan diri menjadi warga negara Amerika serikat, dan ternyata pengurusananya dipermudah” kata Devi Dja.

 

Untuk bertahan hidup, Devi dan suaminya, Piedro membuka sebuah nightclub bernama Sarong Room di Chicago. Sayangnya, night club tersebut sempat terbakar pada 1946. Sedangkan suaminya, Piedro, meninggal dunia pada 1952. Setelah suaminya meninggal, Devi sempat menikah dengan seniman berdarah Indian bernama Acee Blue Eagle. Sayangnya pernikahan tersebut tak lama, hingga akhirnya bercerai. Kemudian Devi kembali menikah dengan pemuda asal Gresik yang menetap di Amerika bernama Ali Assan. Dari pernikahannya ini, mereka memiliki anak bernama Ratna Assan. (pul)

 

Artikel lainnya

Reruntuhan St Paul's College Makau Sangat Memukau

Pulung Ciptoaji

Dec 27, 2022

Surabaya Sambut Kapal Pesiar MS Viking Mars

Author Abad

Dec 20, 2022

Jugun Ianfu Dipaksa Melayani Seks 10 Orang Sehari

Malika D. Ana

Nov 12, 2022

Peringatan Hari Pahlawan Tonggak Inspirasi Pembangunan Masa Depan

Malika D. Ana

Nov 12, 2022

Banjir di Gorontalo Cukup Diserahkan ke BOW

Author Abad

Oct 30, 2022

Dari Kolaborasi ke Nominasi

Author Abad

Oct 26, 2022