images/images-1671702027.png
Sejarah
Liputan

Hari Ibu dan Tujuan Setelah Merdeka

Pulung Ciptoaji

Dec 22, 2022

416 views

24 Comments

Save

Pembukaan Kongres Perempuan Indonesia tanggal 22 Desember 1928 di Yogjakarta yang dijadikan tonggak dasar peringatana hari ibu. Foto ipphos

 

abad.id-Hari Ibu Nasional selalu diperingati pada tanggal 22 Desember setiap tahunnya. Anak kecil ataupun yang sudah dewasa bahkan berkeluarga, memanfaatkan hari ini sebagai hari mengungkapkan rasa terima kasihnya atas segala perjuangan dan pengorbanan sang ibu yang dilakukan kepada mereka di sepanjang hidupnya.

 

Dalam sejarah terbentuknya hari ibu bukanlah tanpa sengaja. Hari Ibu dideklarasikan pertama kali dalam Kongres Perempuan Indonesia pada tanggal 22 Desember 1928, di pendopo Dalem Jayadipuran milik Raden Tumenggung Joyodipoero Yogyakarta. Kongres tersebut dihadiri oleh wakil-wakil dari perkumpulannya Boedi Oetomo, PNI, Pemuda Indonesia, PSI, Walfadjri, Jong Java, Jong Madoera, Muhammadiyah, dan Jong Islamieten Bond.

 

Peristiwa ini dianggap sebagai salah satu tonggak penting sejarah perjuangan kaum perempuan di Indonesia, karena menyatukan pemimpin organisasi perempuan dari berbagai wilayah di Nusantara. Mereka bersatu dalam pikiran, semangat, dan tujuan yang sama yakni berjuang menuju kemerdekaan serta perbaikan nasib kaum perempuan di Indonesia.

 

Tokoh-tokoh populer yang datang antara lain Mr. Singgih dan Dr. Soepomo dari Boedi Oetomo, Mr. Soejoedi (PNI), Soekiman Wirjosandjojo (Sarekat Islam), A.D. Haani (Walfadjri). Sisan Blackburn dalam Kongres Perempuan Pertama: Tinjauan Ulang (2007) mencatat, sekitar 600 perempuan dari berbagai latar pendidikan dan usia hadir dalam kongres Perempuan Indonesia Pertama. Organisasi-organisasi yang terlibat dalam penyelenggaraan itu antara lain: Wanita Utomo, Putri Indonesia, Wanita Katolik, Aisyah, Wanita Mulyo, perempuan-perempuan Sarekat Islam, Darmo Laksmi, perempuan-perempuan Jong Java, Jong Islamten Bond, dan Wanita Taman Siswa.

 

Agenda utama Kongres Perempuan Indonesia I, membahas mengenai peranan perempuan dalam perjuangan kemerdekaan dan aspek pembangunan bangsa, perbaikan gizi dan kesehatan bagi ibu dan balita, pernikahan dini bagi perempuan, dan lain sebagainya. Tanpa mengangkat masalah kesetaraan gender, para pejuang perempuan tersebut menumpahkan pemikiran kritisnya dalam upaya kemerdekaan kaum perempuan di Indonesia.

 

Panitia Kongres Perempuan Indonesia I dipimpin oleh R.A. Soekonto yang didampingi oleh dua wakil, yaitu Nyi Hadjar Dewantara dan Soejatin. Dalam sambutannya dikutip dari buku karya Blackburn, R.A. Soekonto mengatakan: “Zaman sekarang adalah zaman kemajuan. Oleh karena itu, zaman ini sudah waktunya mengangkat derajat kaum perempuan agar kita tidak terpaksa duduk di dapur saja. Kecuali harus menjadi nomor satu di dapur, kita juga harus turut memikirkan pandangan kaum laki-laki sebab sudah menjadi keyakinan kita bahwa laki-laki dan perempuan mesti berjalan bersama-sama dalam kehidupan umum.”

 

Selain diisi dengan pidato atau orasi tentang kesetaraan atau emansipasi wanita, kongres ini juga menghasilkan keputusan untuk membentuk gabungan organisasi wanita dengan nama Perikatan Perempuan Indonesia (PPI). Hampir seluruh kongres membicarakan relasi mengenai perempuan. Hal itu bisa dilihat dari pertemuan hari kedua kongres, di mana Moega Roemah membahas soal perkawinan anak. Perwakilan Poetri Boedi Sedjati (PBS) dari Surabaya juga menyampaikan tentang derajat dan harga diri perempuan Jawa. Kemudian disusul Siti Moendji'ah dengan “Derajat Perempuan” dan Nyi Hajar Dewantara—istri dari Ki Hadjar Dewantara— yang membicarakan soal adab perempuan.

 

Namun, yang tak kalah pentingnya adalah pidato Djami dari organisasi Darmo Laksmi berjudul “Iboe”. Di awal pidatonya, ia menceritakan pengalaman masa kecilnya yang dipandang rendah karena menjadi seorang perempuan. Di masa kolonial, hanya anak laki-laki yang menjadi prioritas dalam mengakses pendidikan. Sementara perempuan, dianggap tak jauh dari urusan kasur, sumur, dan dapur. Pandangan usang itu mengakar kuat. Pendidikan bagi perempuan juga tak dianggap penting karena selalu berakhir ke dapur. Djami punya pendapat lain soal ini. Ia mengatakan: “Tak seorang akan termasyhur kepandaian dan pengetahuannya yang ibunya atau perempuannya bukan seorang perempuan yang tinggi juga pengetahuan dan budinya.”

 

Pada Juli tahun 1935, Kongres Perempuan II juga berhasil membentuk BPBH (Badan Pemberantasan Buta Huruf). Selain itu, kongres ini juga menegaskan pertentangan terkait isu perlakuan tidak wajar atas buruh wanita perusahaan batik di Lasem, Rembang. Tiga tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1938 Kongres Perempuan III diselenggarakan dan menjadi sumber sejarah penetapan tanggal untuk Hari Ibu Nasional.

 

Maka, pada 22 Desember 1953 pasca proklamasi melalui Dekrit Presiden RI No.316 Tahun 1953, Presiden Sukarno menetapkan setiap tanggal 22 Desember diperingati sebagai Hari Ibu. Peringatan Hari Ibu untuk mengenang semangat dan perjuangan para perempuan Indonesia dalam Kongres Perempuan Indonesia I hingga III dalam upaya memperbaiki kualitas bangsa.  Tak kurang dari 85 kota di Indonesia turut merayakan Hari Ibu Nasional pada kongres tahun 1953 ini. Mulai dari Meulaboh hingga Ternate. Peringatan ini diharapkan dapat menjadi cerminan semangat kaum perempuan Indonesia dari berbagai latar belakang untuk bersatu dan bekerja sama.

 

Peringatan hari ibu internasional ( Internasional Women's Day) di jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta pada tanggal 8 Maret 1948. Foto ipphos

 

Memang, hari ibu sangat penting diperingati. Sebab di hari ini, semua ibu di seluruh Indonesia akan merasa dihargai karena mendapat kedudukan yang istimewa dalam keluarga. Ibu sepantasnya mendapat perlakuan istimewa dan dimanjakan. Di hari itu, banyak orang bisa mengenang jasa-jasa seorang yang sangat dekat, meskipun di Indonesia sangat banyak hari hari istimewa lain yang bisa diperingati. Hari ibu bisa dirasakaan karena kita pernah akrab dan berhubungan langsung dengan ibu sejak dalam kandungan.  

 

Kongres perempuan indonesia tanggal 22 desember 1928 dianggap awal mula sebagai tonggak sejarah hari ibu. Di hari itu tidak hanya dijadikan awal pergerakan wanita saja, tapi juga pergerakan nasional. Karena hari ibu mengingatkan akan kebangkitan wanita indonesia.  Menurut Suwarni Salyo aktifis pergerakan wanita di sebuah wawancara tahun 1983, hari ibu lain disebut dengan mother’s day di negara barat.  “Saat ini yang perlu dikawatirkan justru semakin banyak peran wanita dalam masyarakat. Akibatnya justru peran keluarga makin dikorbankan dengan pilihan-pilihan,” kata Suwarni.

 

Saat semakin banyak wanita kelas menengah tampil ke publik dan terlibat di banyak lapangan pekerjaan, munculah peran ganda. Karena wanita yang tergolong dalam kelas menengah itu dituntut masyarakat agar peran wanita dalam rumah tangga tidak ditinggalkan. Padahal rumah tangga merupakan kewajiban suami istri.

 

Di jaman yang selalu berubah seperti saat ini wanita ternyata punya peluang lebih baik. Kemajuan teknologi membuka banyak bidang pekerjaan yang sebelumnya tidak bisa dikerjakan perempuan. Misalnya, kini perempuan bisa bekerja di pabrik mobil, dengan pertolongan mesin dan robot yang bisa dioperasikan oleh wanita. Wanita bisa mengerjakan pekerjaan yang sesungguhnya sangat berat. Fakta berpacu dengan karir ini justru menjaukan peran wanita sebagai ibu bagi keluarganya.

 

Hari ibu pada awalnya dicatat sebagai hari kebangkitan wanita indonesia. Suatu perkembangan postif bagi bangsa, setiap tanggal 22 Desember dijadikan peringatan dan pengakuan oleh negara kepada ibu. Mereka yang menghargai ibu bisa mengekpresikan kepada wanita di seputar mereka. Wanita yang terdekat yaitu ibu dan istri. Melestarikan hari ibu adalah makna kebangkitan wanita sebagai kesadaran bangsa. (pul)

 

 

Artikel lainnya

Pelestraian Cagar Budaya Tematik di Surabaya

Author Abad

Oct 19, 2022

Subtrack, Belajar Sejarah Dengan Mudah

Pulung Ciptoaji

Jan 23, 2023

H. P. Berlage dan Von Hemert. Siapa Von Hemert?

Author Abad

Dec 20, 2022

Menjaga Warisan Kemaharajaan Majapahit

Malika D. Ana

Nov 15, 2022

Peringatan Hari Pahlawan Tonggak Inspirasi Pembangunan Masa Depan

Malika D. Ana

Nov 12, 2022

Banjir di Gorontalo Cukup Diserahkan ke BOW

Author Abad

Oct 30, 2022