images/images-1667282757.jpg
Sejarah
Tokoh

Batik Kelas Atas Van Zuylen, Harganya Sudah Selangit

Author Abad

Nov 01, 2022

776 views

24 Comments

Save

Penulis: Pulung Ciptoaji

 

abad.id-Sejak dulu nyonya-nyonya Belanda atau para gundik selalu mengunakan batik sebagai bagian dari fashionnya. Para nyonya Belanda yang sudah lama menetap di tanah Hindia Belanda ini meninggalkan baju  kain panjang kain perca dan beralih ke kebaya encim untuk busana kesehariannya. Pilihan batik dan kebaya encim untuk menyesuaikan suhu udara Hindia Belanda yang tropis. Batik juga menjadi busana wajib bagi para ksatria dan bangsawan untuk menunjukkan kelas strata sosialnya.

Trade mark Eliza van Zuylen terdapat tinta emas. Foto ist

 

Untuk warna dan motif yang beredar bermacam macam dan menyesuaikan selera. Bagi bangsawan dan kaum priyayi, batik dengan motif konfensional dengan warga tua lebih diminati. Namun bagi komunitas eropa dan peranakan lebih bervariasi dan berani kreatif. Batik juga bisa dibeli di pasar, di rumah batik atau penjaja batik yang datang dari ruah ke rumah. Selain melihat motif dan meraba kwalitas pewarnaan, para pembeli juga mencium kain tersebut. Hemm.. aroma sedapnya malam sangat khas dan lembut.

 

Menjelang abad ke 20 pusat-pusat batik di tanah Jawa mulai bermunculan. Juga terdapat rumah produksi batik dengan scala besar. Sejak jaman dulu rumah produksi itu sudah menggunakan pola pembatikan tulis, atau batik cap. Namun batik yang berkuwalitas dengan harga mahal sudah pasti batik tulis dari tangan perajin. Seorang dari para pengusaha batik yang sangat terkenal pada masa itu bernama Eilza Van Zuylen. Rumah produksinya ada di Pekalongan dan mulai mengenalkan 3 pewarnaan  dalam batik tulisnya.

 

Motif si Tudung Merah berlatar belakang bilik bermotif tradisional Jawa. Foto Ist

 

Eliza van Zuylen warga negara Indo Belanda yang hidup antara tahun 1863 – 1947. Nama aslinya Eliza Charlotta Niessen, rumahnya didaerah Bugisan yang kemudian berpindah ke Herenstraat. Beliau menetap di Pekalongan karena mengikuti suaminya Alphons Van Zuylen merupakan seorang Pejabat dari Kerajaan Belanda yang ditugaskan di Pekalongan. Batik Indo-Eropa karya Eliza Van Zuylen merupakan salah satu karya yang dicari hingga sampai saat ini. Jika masih ada yang mengkoleksi barang asli, mungkin harganya sudah selangit. Bagi kolektor batik bisa menentukan keaslian karya Eliza dari tanda tangan bertinta emas di bawah sisi kanan. Paling mahal bagi kolektor motif yang dikembangkan Eliza Van Zuylen ialah motif buketan bunga khas eropa, karya seni batik ini dikenal dengan sebutan “Van Zuylen Bouquet“.

 

Sawung dalam nuansa coklat. Foto ist

 

Eliza Van Zuylen memulai usaha Batiknya dari tahun 1890an sejak tinggal di Pekalongan. Melihat industri batik sangat subur di kota itu, Eliza tertarik untuk membuat batik dengan belajar dari warga lokal. Ternyata hasil belajar tersebut lebih bagus dan diminati banyak orang. Eliza menawarkan hasil karyanya ke koleganya warga Eropa dan pengusaha China dan Arab. Ternyata apresiasi terhadap karya Eliza  sangat luar biasa. Rumah produksi yang awalnya hanya menampung beberapa orang pembatik, perlahan tapi pasti telah berkembang menjadi sebuah pabrik yang memperkerjakan lebih dari 100 orang.

 

Bagi warga pribumi, keistimwaan batik Eliza terdapat pada desain yang unik dan berani. Hasil karya Van Zuyilen bagi kalangan pribumi sering dinamakan “Pan Sellen atau “Bangsellen” menyesuaikan lidah orang Jawa.

 

Selain melayani pelanggan tetap, perusahaan Eliza juga melakukan ekspor ke Singapura dan Amerika. Pedagang hanya tinggal pesan dan pembayaran dibelakang jika batik laku. Semuanya hanya sistem saling percaya, sehingga karya Van Zuyilen  sangat cepat laku keras.

 

Pada tahun 1904 pabrk Van Zuyilen pindah ke kawasan Heerenstraat dekat alun-alun. Sisi belakang rumahnya terdapaat sungai Pekalongan. Dipilihnya lokasi itu karena industri batik  sangat butuh banyak air serta lokasi dekat alun-alun lebih besar dan sangat strategis. Ada beberapa sumur yang dibangun di pabrik itu, sumur pertama untuk membersihkan cat batik, sumur kedua untuk mandi dan jamban dan sumur ketiga untuk sumber air minum. Juga dibangun saluran limbah yang menyambung langsung ke sungai pekalongan.

 

Proses produksi digambarkan dalam rumah besar itu terdapat beberapa skat pemisah. Terdapat ruang khusus menerima tamu pembeli, serta terdapat ruangan khusus produksi yang penuh dengan pekerja perempuan duduk dengan cantingnya. Para wanita yang sudah terlatih itu berkerja sendiri sendiri. Mereka masih memerlukan bimbingan dari Van Zuyilen untuk mempertajam motif atau pewarnaan. Untuk bibingan ini Van Zuyilen  terkadang langsung mengoreksi satu persatu pembatik secara berkeliling. Di lokasi tersebut terdapat meja diatas panggung yang sangat tinggi yang bisa memantau seluruh kegiatan pembatikan. Jika terdapat pembatik yang ragu ragu atau kesulitan, Van Zuyilen langsung memanggilnya dan menjelaskan di dekat meja tinggi itu.

 

Para pekerja umumnya warga kampung yang berada di sekitar pekalongan. Mereka datang ke panbrik pada pagi hari secara jalan kaki. Pada musim hujan, mereka disediakan payung dan dibuatkan wedang jahe untuk penghangat badan. Bahkan semua pekerja mendapat jaminan kesehatan langsung dari dokter atas biaya Van Zuyilen. Ada beberapa pembatik yang menginap disediakan mess tempat tinggal di pinggir sungai Pekalongan.

 

Ada strategi Van Zuyilen agar para pekerjanya betah dan tidak mudah pindah kerja. Van Zuyilen sadar akan sangat berbahaya jika ketrampilan pembatik ini dibajak atau dipekerjakan di pabrik lain. Maka setiap pekerja yang diterima akan mendapatkan persekot uang dalam jumlah besar. Tentu si pekerja berkewajiban melunasi persekot ini dari cicilan gaji bulannnya. Kalau hendak keluar, diwajibkan segera melunasi uang porsekot tersebut.

 

Karya fenomenal Van Zuyilen

Van Zuyilen sangat memperhatikan pola dan warna batiknya. Ketrampilanlah yang membuat banyak pelanggan sangat puas dengan hasil karyanya. Jika menerima pesanan khusus, Van Zuyilen akan menawarkan beberapa pola yang sudah ada dan kemungkinan variasinya. Disamping pola tradisional yang diminati para priyayi dan warga pribumi, Van Zuyilen juga akan mencampur motif eropa, misalnya model bunga tulip atau model awan salju yang tidak mungkin ada di tanah beriklim tropis. Untuk pesanan khusus ini, Van Zuyilen akan meminta pekerja yang dipercaya dengan pengawasan ketat darinya.

 

Keindahan karya Van Zuyilen terletak pada masih terdapat ruang bidang kosong yang tidak mendominasi. Van Zuyilen sangat menghindari motif terlalu rumit dan penuh. Untuk motif variasi tradisional dan eropa, Van Zuyilen sering membuat kontraksi gambar yang tidak mungkin. Misalnya terdapat tokoh wayang namun juga terdapat warna bunga-bunga yang menghiasinya. Atau ada motif kupu-kupu yang divariasikan dengan motif sungging atau ukir-ukiran jawa.

 

Untuk bahan pengecatan selalu menggunakan bahan-bahan alami. Jika terdapaat warna dominan coklat, Van Zuyilen akan memilih warga coklat soga yang dibuat dengan resep rahasia. Untuk warna kuning menggunakan kulit jirek serta warna merah menggunakan akar pohon mengkudu. Untuk warga indigo atau biro, Van Zuyilen akan menggunaan bahan indigofera yang sudah diramu khusus. Van Zuyilen mulai menggunakan warna sintetis mulai tahun 1935 yang diimpor dari eropa.

 

Berakhirnya Pabrik Van Zuyilen

 

Masa keemasan  pabrik batik Van Zuyilen pada tahun 1935. Meskipun pada masa itu banyak pesaing sejenis yang berdiri di Pekalongan, serta di beberapa kota lain di Solo dan Yogjakarta, pabrik Van Zuyilen masih menerima pesanan dan ekspor hingga eropa. Untuk memenuhi kebutuhan pemesanan, Van Zuyilen melibatkan keluarga sebagai administrasi di perusahaan. Setiap produksi batik diberi tanda khusus agar tidak bisa ditiru keaslianya.

 

Keluarga abesar Eliza van Zuylen sebelum terceraai berai akibat perang. Foto ist

Setelah pendudukan Jepang tahun 1942, usaha batik mulai meredup. Sebab banyak jaringan penjualan yang menghentikan transaksi. Serta banyak warga eropa yang mengungsi di tempat lain, membuat Van Zuyilen harus mengurangi produksi. Kondisi ekonomi yang lebih sulit pada masa Jepang membuat banyak orang dan priyayi memilih menunda belanjanya. Apalagi belanja tersebut berhubungan dengan selera dan prestis. Meskipun pabrik Van Zuyilen masih beroperasi, sebagian produksinya harus untuk kepentingan pemerintahan jepang. Diantaranya pesanan Obi untuk ikat pinggang kimono Jepang, atau sarung dengan gaya Hokokai.

 

Jaman keemasan itu semakin pudar justru saat perang kemerdekaan tahun 1946.  Saat itu semua industri batik di Pekalongan hancur. Begitu pula pabrik milik Van Zuyilen hancur luluh lantak. Aksi penjarahan harta milik bangsa indo Belanda sangat marak. Banyak alat-alat produksi mulai gambar pola, canting dan warna ikut dijarah. Kepanikan warga indo Belanda terjadi dimana mana. Sebagian memilih meninggalkan tanah Indonesia dengan menyebrang ke Australia, sebagian lagi justru tertangkap dan dimasukkan ke penjara. Termasuk Van Zuyilen bersama putrinya Clementine masuk penjara di Pekalongan hingga meninggal dunia tahun 1947 di usia 83 tahun. (pul)

Artikel lainnya

Sehat Bersama Pemerintah Baru 52,2 Juta Warga Indonesia Dapat Cek Kesehatan Gratis

Mahardika Adidaya

Oct 24, 2024

Salah Langkah Kebijakan Pangkas Nilai Tambah Ekonomi Hilirisasi Nikel

Author Abad

Jul 15, 2024

Menggali Dana Hibah Untuk Pensiun Dini PLTU

Author Abad

Jul 16, 2024

Begini Respon TACB Perihal Reklame di Lokasi Cagar Budaya

Author Abad

Feb 26, 2023

Duar..!  Pesawat PANAM Tabrak Gunung, 107 Penumpang tewas

Pulung Ciptoaji

Jan 17, 2023

Kegiatan Sosial Begandring Menutup Tahun 2022

Malika D. Ana

Jan 02, 2023