images/images-1674304726.png
Sejarah
Riset

Sukarno Marah Atas Tragedi Cikini, Yakin Kartosuwiryo Terlibat

Pulung Ciptoaji

Jan 22, 2023

978 views

24 Comments

Save

Anak-anak menjadi korban bom Cikini, 10 anak sekolah tewas dan 48 orang mengalami cedera. Foto 30 tahun Indonesia Merdeka

 

 

abad.id-Upaya pembunuhan terhadap presiden Suarno dilakukan Jusuf Ismail, anggota pemberontak Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII).  Pelaku bersama 3  komplotannya melemparkan enam granat ke arah Presiden Soekarno. Lima di antaranya meledak dan menewaskan 10 orang anak sekolah dan mencederai 48 orang. Peristiwa itu selalu diingat sebagai tragedi Cikini adalah percobaan penggranatan untuk membunuh Presiden Soekarno di Jalan Cikini No. 76 Jakarta Pusat.  Peristiwa ini terjadi pada Sabtu malam 30 November 1957.

 

Peristiwa itu berawal saat diselenggarakan perayaan hari jadi Perguruan Cikini yang ke-15. Presiden Soekarno juga turut hadir di sana untuk merayakan. Kehadiran Soekarno disambut dengan antusias para peserta, terutama para murid sekolah. Kedatangan Soekarno ke Perguruan Cikini tidak hanya sebagai orangtua dari kedua anaknya Guntur dan Megawati, melainkan juga atas undangan dari Kepala Perguruan Cikini, Sumadji Muhammad Sulaimani dan Direktur Percetakan Gunung Sari, Johan Sirie.  Usai acara, Presiden Soekarno bergegas segera meninggalkan lokasi.

 

Di sepanjang jalan dari halaman sekolah, warga sudah bergerombol untuk menantikan presiden Sukarno lewat. Namun, tiba-tiba terdengar suara ledakan hebat dari lemparan granat yang diarahkan ke halaman sekolah. Ledakan tersebut membuat banyak orang tergeletak.  Selain itu, mobil yang dikendarai Presiden Soekarno juga hancur di makan lautan api akibat ledakan besar dari granat yang dilemparkan. Beruntung Soekarno bersama kedua anaknya, Guntur dan Megawati selamat. Namun 10 anak sekolah tewas dan 48 orang mengalami cedera.

 

Dalam buku itu diceritakan salah seorang yang berjasa menyelamatkan Sukarno dan keluarga adalah Mayor Sudarto, ajudan Presiden. Secara lugas Sudarto mengaku memerintahkan anak buahnya untuk menembak siapa saja yang mendekati Presiden saat diisolir di satu tempat yang gelap, di antara dua bangunan di seberang Sekolah Rakjat Cikini.

 

"Tidak ada jalan lain menyelamatkan jiwa Presiden dari bahaya maut itu kecuali mengorbankan diri terlebih dahulu sebelum peluru atau pecahan granat menyentuh bagian kepala negara dengan menjadikan diri kami, Ajun Inspektur Polisi Sudio, anggota polisi Oding, dan saya sendiri sebagai perisai terakhir," kata Sudarto, seperti yang dikutip dari harian Sin Min, 6 Desember 1957.

 

Kegagalan yang membahayakan keselamatan Presiden hampir terjadi ketika Sudarto hendak menelepon untuk meminta bantuan. Telepon di sekeliling kompleks itu terputus. Sudarto menduga sengaja diputus karena rmasuk dalam skenario pembunuhan Presiden. Mayor Sudarto yang saat itu berumur 35 tahun segera melarikan Bung Karno dari tempat persembunyian dengan menaiki mobil dengan kawalan ketat.

 

Rombongan tidak langsung ke Istana Presiden. “Kami harus berputar-putar melalui Lapangan Banteng karena jalan terhalang pintu kereta api yang tertutup. Saya perintahkan perjalanan ke Istana tidak boleh berhenti untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan,” kata Sudarto.

 

Namun apa lacur, pintu kereta api di Jalan Pintu Air dekat Capitol juga tertutup. Terpaksa rombongan penyelamatan berputar melalui pintu kereta api hingga akhirnya selamat sampai ke Istana.

 

Pasca aksi teror tersebut, tim pengawal Presiden langsung melakukan evaluasi dan pengamana ketat. Semua anggota didata, dan beruntung semuanya selamat dan hanya sedikit luka. Sedangkan kondisi Presiden Soekarno dan keluarga sehat tanpa luka. Berikutnya tim pengawal ingin mendengar langsung perintah Sukarno atas peristiwa itu.

 

Rupanya Presiden Sukarno sangat murka. Hatinya teriris melihat korban anak-anak bergelimpangan. Sukarno segera memerintahkan pengejaran terhadap para pelaku pelemparan granat. Ia juga meminta untuk dilakukan penyelidikan terkait dalang di balik peristiwa tersebut.

 

 

Pelaku peristiwa bom cikini dibawa ke pengadilan militer tanggal 28 april 1958. Mereka Jusuf Ismail Saadon bin Mohammad, Tasfif bin Husain dan Mohammad bin Abu Bakar dijatuhi hukuman mati. Foto 30 tahun Indonesia Merdeka

 

Hanya dalam kurun waktu kurang dari 24 jam, para aparat dan intelijen negara berhasil menangkap empat pemuda sebagai pelaku aksi teror bom Cikini. Mereka bernama Jusuf Ismail, Sa'idon bin Muhammad, Tasrif bin Husein, dan Moh Tasin bin Abubakar.  Keempat orang penghuni Asrama Sumbawa yang juga berlokasi di kawasan Cikini dan anggota dari pemberontak Darul Islam/Negara Islam Indonesia (DI/TII). Selain mereka, aparat juga mengamankan Kolonel Zulkifli Lubis, mantan Wakil Kepala Staf Angkatan Darat yang dicurigai sebagai otak dari tragedi bom Cikini.

 

Dari intrograsi dan penelidikan, motif melempar bom ke presiden Sukarno bukan hanya sebuah aksi teror biasa. Lebih dari itu ingin menyingkirkan Soekarno dari kursi kepresidenan. Menurut Mubarok pengamat politik Unesa, pada masa kepemimpinan Soekarno, banyak orang yang merasa tidak puas dengan kondisi politik yang terjadi saat itu.  ruang ekpresi dan argumentasi sangat tidak ada, sehingga kelompok ini melakukan  upaya untuk melakukan pembunuhan.

 

Salah satu cara yang digunakan adalah dengan teror melemparkan granat. Ide tersebut muncul ketika pelaku mendengar Presiden Soekarno akan menggelar acara di Perguruan Cikini pada 30 November 1957.  Kemudian mereka merancang pembunuhandi tengah keramaian  dengan cara melemparkan granat ke rombongan Presiden Soekarno dengan sasaran membuatnya jatuh dari jabatannya. 

 

Ada juga motif lain yang masih dalam penggalian yaitu dugaan keterlibatan CIA adalam aksi percobaan pembunuhan. Kelompok ini merasa tidak senang karena Sukarno terlalu dekat dengan komunis. Beberapa kegiatan PKI selalu berhasil mendatangkan Sukarno, sehingga jumlah massa semakin besar. Hasilnya saat pemilu 1955 suara PKI sangat banyak dan masuk 5 besar partai pemenang. Keberhasilan PKI berhasil meraup lebih dari 6 juta suara pemilih dan berada di urutan ke empat partai.

 

Namun Sukarno lebih yakin kelompok DI/TII berada di balik aksi teror bom Cikini. Dengan penuh amarah, Sukarno langsung memerintahkan tokoh DI/TII Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo segera ditangkap.

 

Bagi Sukarno, nama Kartosoewirjo bukan orang asing dalam pergerakan merintis kemerdekaan Indonesia. Kartosoewirjo tertarik pada dunia pergerakan di Surabaya pada 1923 dan sempat satu atap di rumah kost HOS Cokroaminoto. Kartosoewirjo mengagumi Tjokroaminoto yang sering berpidato dalam berbagai pertemuan. Kartosoewirjo melamar menjadi murid dan mulai mondok di rumah Ketua Sarekat Islam itu di Surabaya.

 

Pada masa perang kemerdekaan 1945-1949, Kartosoewirjo terlibat aktif tetapi sikap kerasnya membuatnya sering bertolak belakang dengan pemerintah. Kekecewaannya terhadap pemerintah membulatkan tekadnya untuk membentuk Negara Islam Indonesia yang diproklamirkan pada 7 Agustus 1949. Wilayahnya berada di Jawa Barat, Sulawesi Selatan dan Aceh.

 

Perjuangan Kartosoewirjo berakhir ketika aparat keamanan menangkapnya setelah melalui perburuan panjang di wilayah Gunung Rakutak di Jawa Barat pada 4 Juni 1962. Soekarno yang menjadi presiden, teman kosnya semasa di Surabaya, adalah orang yang menandatangani eksekusi mati Kartosoewirjo pada September 1962. “Salah satu keputusan berat yang harus diambil Soekarno adalah menandatangai vonis mati terhadap sahabatnya tersebut,”.

 

Setelah mengusut peristiwa ini, maka dilakukan persidangan pada 15 Agustus 1958.  Dalam persidangan itu satu terdakwa menyebutkan bahwa Letnan Kolonel Zulkifli Lubis adalah dalang utamanya.  Bahkan, terdakwa juga mengatakan sempat beberapa kali menyusun upaya percobaan untuk membunuh Soekarno.  Akan tetapi, beberapa kalangan meragukan pengakuan tersebut.  Zulkifli pribadi juga menolak atas tuduhan itu.

 

Hingga pada akhirnya, Jusuf Ismail mengaku dialah yang memelopori pelemparan granat tersebut. Maka Letkol Zulkifli Lubis lolos dari tuduhan.  Keempat terdakwa pelaku tragedi Cikini diputuskan diberi hukuman mati di hadapan regu tembak pada 28 Mei 1960.  (pul)

 

 

 

Most Popular

Artikel lainnya

Kembali ke Jati Diri Adalah Kembali ke Kebun, Sawah dan Segenap Pertanian Rakyat

Malika D. Ana

Apr 03, 2023

hari selasa pagi

Reta author

Feb 21, 2023

Subtrack, Belajar Sejarah Dengan Mudah

Pulung Ciptoaji

Jan 23, 2023

Menjelajah Tempat Industri Gerabah Era Majapahit

Pulung Ciptoaji

Dec 21, 2022

Benteng Budaya dan Derasnya Gelombang Modernisasi

Author Abad

Oct 03, 2022

Epigrafer Abimardha: "Jika Hujunggaluh ada di Surabaya, itu perlu dipertanyakan"

Malika D. Ana

Feb 11, 2023