images/images-1675236435.jpg
Sejarah
Indonesiana

Cheng Ho dan Kemunduran Majapahit

Malika D. Ana

Feb 01, 2023

1019 views

24 Comments

Save

Cheng Ho dan Kemunduran Majapahit

 

  

Abad.id - Diduga, semenjak "kekalahan Mongol" di Jawa, dinasti selanjutnya belajar dr kekalahan tersebut, maka mereka melancarkan cara baru "menguasai Jawa"

 

Pelayaran pertama Cheng Ho berlangsung tahun 1405-1407. Ketika itu pada mulanya turun perintah Kaisar Zhu Di untuk mengirim armada raksasa dalam rangka kunjungan muhibah ke Laut Selatan. Armada laut Dinasti Ming Tiongkok itu dipimpin Laksamana Cheng Ho didampingi Laksamana Muda Wang Jing Hong atau Ong King Hong. Mereka berangkat dari pelabuhan sungai Liu Jia, kabupaten Suzhou, Jiangsu, singgah di Fujian, terus berlayar ke selatan. Setelah singgah di pelabuhan kerajaan Campa, armada Cheng Ho tiba di Jawa.

 

Kala itu Jawa sedang terjadi perang saudara antara Majapahit Kedaton Barat yang dipimpin raja Wikramawardhana dengan Kedaton Timur yang dipimpin Bhre Wirabhumi Bhatara Aji Rajanatha. Perang saudara yang terkenal sebagai Paregreg Agung pecah tahun 1406.

 

Pihak Kedaton Timur diperkirakan menjalin hubungan dan menghimpun sekutu kekuatan dengan orang-orang Tiongkok yang berdiam di daerah pesisir pantai utara. Karena lebih memihak Kedaton Timur, pihak Kedaton Barat menganggap orang-orang Tiongkok di Majapahit sebagai musuh yang harus dibasmi. Maka terjadilah perburuan dan penyapuan terhadap orang-orang Tiongkok.

 

Melihat keadaan tersebut, sebagian pasukan armada Zeng He, nama lain dari Cheng Ho yang belum lama mendarat di Jawa tidak tinggal diam. Mereka berusaha melindungi orang-orang Tiongkok yang ada di Jawa terutama di sepanjang pesisir utara yang kala itu sebagian besar masuk kekuasaan Kedaton Timur Majapahit. Dalam hiruk pikuk kekacauan perang itu, sekitar 170 awak kapal armada Cheng Ho terbunuh oleh pasukan Majapahit Kedaton Barat.

 

Cheng Ho marah melihat kejadian itu. Akan tetapi ia belajar dari kekalahan dinasti sebelunya dimasa lalu, ia tidak membalas serangan dengan gempuran militer melainkan menempuh jalur perundingan. Hasil perundingan antara Cheng Ho dengan Majapahit menetapkan supaya segera dikirim utusan Majapahit ke Tiongkok  untuk menyampaikan permohonan maaf atas terbunuhnya orang-orang Tiongkok dalam Paregreg Agung di Jawa. Maka raja Wikramawardhana mengirim utusan menghadap Kaisar Ming.

 

Sekembali dari Tiongkok, utusan Majapahit menyampaikan pesan kaisar Ming bahwa Majapahit harus menebus kelalaian dengan membayar kerugian dengan emas sejumlah 60.000 tahil. Selain itu Majapahit harus mengangkat putra Raja Timur sebagai raja Kedaton Timur dan daerah kekuasaan Kedaton Timur tidak boleh diganggu lagi oleh pihak Majapahit Kedaton Barat.

 

Tahun 1408 Majapahit mengirim utusan ke Tiongkok membawa serta emas 10.000 tail. Melihat niat baik dari pihak Majapahit, Kaisar Ming Zhu Di akhirnya memutuskan untuk menghapus sisa uang ganti rugi yang masih harus ditanggung Majapahit.

 

Sangat mungkin pula keputusan itu dikeluarkan oleh Kaisar Ming itu sebagai taktik strategis setelah mendengar Majapahit menempatkan seorang keluarga dari Raja Timur yaitu Bhatara Narpati Raden Gajah sebagai raja di Keraton Wirabhumi menggantikan Bhatara Aji Rajanatha yang telah wafat dalam Paregreg Agung.

 

Dari kronik kisah kekalahan Kubilai Khan dan pasca kunjungan Zeng He(Cheng Ho) ke Jawa pada tahun 1406, secara perlahan Majapahit mulai mengalami perpecahan dan kemunduran, lalu berakhir dengan keruntuhan alias sirna ilang kertaning bhumi, hilang dan lenyap ditelan bumi.

 

Zeng He berhasil dalam menjalankan misinya di Nusantara, karena menggunakan pendekatan ekonomi dan budaya. Misi perdamaian dan budaya yang dalam istilah Geopolitik disebut assymetric war, perang asimetris yang tidak perlu mengunakan kekuatan militer maupun letusan senjata api, cukup dengan invasi kebudayaan. Dan Zeng He alias Cheng Ho adalah proxy penting dalam misi ini. Perang proxy adalah perang yang menggunakan proxy. Proxy itu maksudnya semacam perwakilan atau utusan. Maka perang proxy adalah perang yang murah tapi efektif, tidak perlu banyak biaya, juga tidak banyak resiko untuk pihak negara adikuasa tapi kerjaan kotornya bisa dilakukan oleh orang lain. 

 

Demikian pula dengan Xi Jinping (China) kini dengan tindakan ekspansionis China melalui apa yang disebut dengan kebijakan "One Belt One Road (OBOR) One China"-nya Xi Jinping atau istilahnya kini berubah menjadi Belt and Road Initiative (BRI). OBOR One China dianalogikan sebagai sistem ekspansi secara nirmiliter (asimetris), yakni kolonisasi China melalui pintu Turnkey Project Management (selanjutnya dibaca: TPM) yaitu skema investasi yang menjadi andalan China melakukan program One Belt One Road (OBOR) . Ciri utama investasi ini mulai dari manajemen, uang, materiil, marketing, tenaga ahli hingga metode serta tenaga kasar (kuli) pun berasal dari China.

 

Tentunya dalam misinya juga melibatkan aksi-aksi proxy yang sama seperti yang dilakukan oleh pendahulunya dahulu, baik menggunakan orang dalam negara target yang disebut komprador alias antek, maupun agen-agen dari negaranya sendiri.(mda)

Artikel lainnya

Pelestraian Cagar Budaya Tematik di Surabaya

Author Abad

Oct 19, 2022

Subtrack, Belajar Sejarah Dengan Mudah

Pulung Ciptoaji

Jan 23, 2023

H. P. Berlage dan Von Hemert. Siapa Von Hemert?

Author Abad

Dec 20, 2022

Peringatan Hari Pahlawan Tonggak Inspirasi Pembangunan Masa Depan

Malika D. Ana

Nov 12, 2022

Banjir di Gorontalo Cukup Diserahkan ke BOW

Author Abad

Oct 30, 2022

Benteng Budaya dan Derasnya Gelombang Modernisasi

Author Abad

Oct 03, 2022