Penuis : Pulung Ciptoaji
Surabaya, Memang, nyonya meneer sudah lama meninggal dunia di Semarang. Nama dia sangat melegenda di era tahun 70-80an sebagai bos pengusaha jamu yang sukses. Setidaknya ada 80 lebih produk jamu yang diproduksi secara tradisonal dan modernd oleh 1000 lebih karyawan. Industri jamu Nyonya Meneer telah menggurita setelah dilekola generasi kedua. Kalau saja Nyonya Meneer melihat industri jamu yang dia dirikan sejak tahun 1918 itu, dia akan tersenyum dan bangga.
Industri jamu Nyonya Meneer di kawasan Kaligawe Semarang pernah berkembang pesat. Kendaraan truk milik puluhan agen yang tersebar di dalam dan luar negeri keluar masuk pabrik. Saat itu memang industri jamu sedang masa jaman keemasan, sebab berhasil merebut peluang konsumen yang kurang pencapaian penanganan medis. Industri jamu ini juga didukung keterlibatan semua anggota keluarga. Mulai anak, menantu, cucu . Mereka berbagi peran, mulai sektor produksi managemen dan marketing.
Nyonya Meneer di usia senja. Foto dok pribadi
Industri Jamu ini dirintis Lauw Ping Nio alias Nyonya Meneer yang lahir di Sidoarjo pada tahun 1895 dan wafat tahun 1978 di usia 83 tahun. Namanya berasal dari beras menir, yaitu sisa butir halus penumbukan padi. konon Ibunya mengidam dan memakan beras ini sehingga pada waktu bayi yang dikandungnya lahir kemudian diberi nama Menir.
Dalam sejarahnya, Nyonya Meneer tidak mengenyam pendidikan tinggi. Bahkan nyaris tidak pernah sekolah. Pengetahuan dagang dia dapat dari pengalaman dan bukan dari ilmu lembaga kursus. Sumber pengetahuan dari kreatifitas dan kesempatan mendapatkan bahan baku jamu yang melimpah di wilayah Semarang. Pribadi wanita wiraswasta itu mencerminkan sosok yang mandiri, cerdas dan ulet.
Nyonya Meneer merupakan anak ketiga dari lima bersaudara. Ia menikah dengan Ong Bian Wan, pria asal Surabaya, dan kemudian pindah ke Semarang. Kisah indutri jamu itu berawal saat sang suami sakit keras. Melihat kondisi kemiskinan dan terbatasnya medis pada masa Hindia Belanda, Nyonya Meneer segera membuat jalan arlternatif. Bemacam-macam obat juga telah diupayakan untuk kesembuhan suami, namun hasilnya nihil. Berbekal pengetahuan yang dia peroleh dari orang tuanya, Nyonya Meneer mencari sumber kesembuhan dari alam. Nyonya Meneer mulai meramu jamu dan hasilnya sang suami sembuh.
Kabar Nyonya Meneer bisa menyembuhkan suaminya yang sakit keras itu tersebar ke tetangga. Kabar itu semakin meluas hingga warga di luar Semarang. Pasien datang dan minta pertolongan dengan ramuan jamunya. Semua dilayani, dan jika memilih pulang rawat jalan masih dibekali ramuan jamu. Ajaib, dengan ramuan dan bahan yang sama ternyata banyak yang cocok dan sembuh.
Sejak saat itu, Ibu Meneer lebih giat lagi meramu jamu Jawa untuk menolong keluarga, tetangga, kerabat maupun masyarakat yang membutuhkan. Ia mencantumkan nama dan potretnya pada kemasan jamu dengan maksud membina hubungan yang lebih akrab dengan masyarakat yang lebih luas. Berbekal perabotan dapur biasa, usaha keluarga ini terus memperluas penjualan ke kota-kota sekitar.
Memang, meramu jamu sudah menjadi bagian dari keluarga Nyonya Meneer. Di ruangan rumah sudah penuh bahan-bahan jamu dari berbagai daerah. Mulai tanaman langka dari gunung dan daun-daun dari hutan. Aroma rumah sudah tidak harum lagi. Sebab Rumah sudah menjadi industri jamu dengan beberapa pekerja yang melakukan kegiatan meramu.
Pada tahun 1919 atas dorongan keluarga dan kolega, secara resmi berdirilah Jamu Cap Potret Nyonya Meneer yang kemudian menjadi cikal bakal salah satu industri jamu terbesar di Indonesia. Selain mendirikan pabrik, Nyonya Meneer juga membuka toko di Jalan Pedamaran 92, Semarang. Perusahaan keluarga ini terus berkembang dengan bantuan anak-anaknya yang mulai besar.
Keluarga Nyonya Meneer di awal abad 20. Foto Pribadi
Pada tahun 1940 bersama putrinya, Nonnie ( Ong Djian Nio ) industri jau Nonya Meneer ekspansi ke Jakarta, dan berdirilah cabang toko Nyonya Meneer Jalan Juanda, Pasar Baru. Bersama anak anaknya keluarga itu kompak membangun persuahaan jamu di jaman Hindia Belanda dan penjajahan jepang. Untuk mengendalikan industri ini, Hans Ramana salah satu putranya ditunjuk sebagai direktur utama. Pasa awal produksi masih menggunakan alat-alat seadanya. Seperangkat alat tumbuk lumpang dari batu masih dipakai. Jamu yang dihasilkan masih belum dibungkus, masih dalam bubukan jamu yang disimpan dalam toples kaca. Ketika peminat jamu bertambah dan industri jamu merek lain berkembang, keluarga Nyonya Meneer semakin sibuk. Mulai bangun tidur semua anaknya harus bekerja menyiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan jamu. Nyonya meneer dikenal sangat disiplin dan teliti soal produksi jamu. Tidak ada ruang produksi yang kotor meskipun jumlah pekerja mulai bertambah. “ Gua gak seneng lihat orang males malesan” Kata Nyonya meneer kepada anak-anaknya seperti yang ditirukan Noni Saerang di sebuah wawancara tahun 1984.
Didikan keras juga diterapkan ke semua pegawai dan anaknya. Jika melihat hal yang kurang beres dengan pekerjaan, Nyonya Meneer tidak segan menegur. Didikan keras memang perlu, namun perhatian terhadap anak dan pegawai juga sangat berlebih. Pegawai yang sakit misalnya, langsung disuruh istirahat. “Kamu kenapa kok pucat, masuk angin ya..sana istirahat dulu” kalimat khas Nyonya Menner seperti yang ditirukan Noni.
Kelola Kapal Besar Pabrik Nyonya Meneer
Nyonya Meneer meninggal dunia tahun 1978. Sebelumnya sang anak Hans Ramana (Ong Han Houw) lebih dahulu mninggal dunia pada tahun 1976. Operasional perusahaan kemudian diteruskan generasi ketiga salah satu Nyonya Meneer yaitu Charles Saerang. Kisah kapal besar industri Jamu Nyonya Menneri ini sempat dibukukan sebagai studi kasus, versi bahasa Inggris dipublikasikan Equinox dan dipergunakan sebagai studi kasus ilmu pemasaran dan manajemen di sejumlah universitas di Amerika. Buku itu berjudul "Bisnis Keluarga: Studi Kasus Nyonya Meneer, Sebagai salah satu Perusahaan Obat Tradisional di Indonesia yang Tersukses" (Family Business: A Case Study of Nyonya Meneer, One of Indonesia's Most Successful Traditional Medicine Companies) diluncurkan di Hotel Sahid Jaya Jakarta bertepatan dengan perayaan 88 tahun berdirinya Perusahaan Nyonya Meneer.
Namun penerbitan buku ini kabarnya sempat ditentang oleh keturunan Nyonya Meneer lain, karena isinya menceritakan strategi pemasaran produk jamu tradisional itu hingga merambah 12 negara. Ya,.. buku ini memang menceritakan rahasia sukses sebuah industri dari kecil menjadi gurita, hingga munculnya konflik di internal keluarga. Begitu sengitnya pertikaian di tubuh PT Nyonya Meneer, Menaker jaman Orde Baru Cosmas Batubara harus ikut turun tangan. Sebab, pertikaian antar keluarga itu melibatkan ribuan buruh perusahaan sebagai korban. (pul)