images/images-1665831820.jpg
Riset
Data

Panas Dingin Industri Film Panas Jaman Orba

Author Abad

Oct 16, 2022

897 views

24 Comments

Save

Penulis: Pulung Ciptoaji

 

Surabaya, Era orde baru bukan hanya sistim politik yang dibatasi, namun juga kebudayaan dan industri kreatifitas sangat mendapat kontrol ketat. Di industri film memang telah ada Lembaga Sensor Film yang mengontrol aktifitas hasil produksi film. Namun anehnya, lembaga ini lebih mentoleransi produksi Film level B dari pada kreatif film yang lebih kritik sosial. Maka berjayanya film panas pada era 70-90an dampak pelonggaran sensor itu. Rezim Orde baru lebih memilih industri film dijadikan ajang eskapisme kaum muda ketimbang saluran kritik.

 

Jenis film panas ini memang punya sejarang panjang mengisi ruang bioskop di tanah air. Namun semuanya berakhir ditolak di negaranya sendiri. Para penonton hanya menikmati karya kreatif itu sesaat, setelah itu lupa.  Kecenderungan menjadi penonton mudah lupa sudah muncul sejak tahun 1968. Kala itu, sutradara Turino Djunaidy membuat film Djakarta, Hong Kong, Macao. film tersebut disebut film eksploitasi, sebab film dengan genre yang sama kemudian menjamur seiring dengan kelonggaran kebijakan sensor yang didirikan orde baru.

 

Di satu sisi, otoritas sensor memaklumi unsur-unsur seks dan kekerasan ringan, namun di sisi lain sangat keras mengatur kritik dan pertunjukan yang mempertentangkan politik dan kelas sosial. Kebijakan yang sering berubah-ubah ini membuat banyak produser film harus hati-hati menyusun kreatifitasnya, atau produser merugi.

 

 

 

Perjalanan Adegan Panas Film Indonesia

 

Masa era film hitam putih telah berakhir pada tahun 50an. Pada masa pada era itu film yang diputar di bioskop lebih banyak bercerita tentang kisah romantisme perjuangan. Hanya segelintir aktifis film berniat mengekploitasi sosial dengan cara sederhana, yaitu adegan panas. Salah satu artis bernama Nurmaningsih disebut sebagai simbul sex pada masa itu. Tubuhnya langsing berkulit kuning dan hidup sejaman dengan artis Hollywood Merilyn Monroe.

 

Merelyne Monroe simbul sex dari Holliwood yang abadi sampai kini

 

Sama sama memulai dengan satu film, namun Nurmaningsih tetap kalah tenar dan melegeda dibanding artis global itu. Merilyn Monroe hanya membintangi film “The Misfits” dan sudah diramal oleh sang sutradara Arthur Miller akan tenar sepanjang masa. Sementara Nurmaningsih membintangi film “Krisis” tahun 1953, namun setelah itu tenggelam tak pernah dikaitkan dengan film baru. Diduga hilangnya artis Nurmaningsih ini karena tidak tahan sering dicemooh oleh masyarakat. Memang, masa itu menganggap adegan dalam film masih tabu. Bahkan sebagian masyarakat menganggap sulit membedakan kehidupan panggung dengan perilaku sosial sang artis.

 

Namun sejarah Indonesia selalu mencatat bahwa Nurnaningsih pernah beradegan separuh bugil dalam Harimau Tjampa (1954). "Saya tidak akan memerosotkan kesenian, melainkan hendak melenyapkan pandangan-pandangan kolot yang masih terdapat dalam kesenian Indonesia," kata Nurnaningsih, seperti dikutip dalam buku A to Z About Indonesian Film (2006) tulisan Ekky Imanjaya.

 

Orde Baru Membiarkan Film Panas

 

Perubahan jaman pada bentuk layar hitam putih ke berwarna benar-benar membuat budaya baru. Para kreator film mulai berkembang dengan memproduksi cerita film. Peluang itu itu tetap harus dibatasi oleh pemerintahan orde baru dengan membentuk lembaga  sensor yang bernama Badan Sensor Film (BSF). Cerita-ceritanya mulai berkembang mulai masalah sosial, kriminalitas, komedi dan film legenda. Diantara adegan di cerita itu sang kreator biasanya menyisipi adegan panas yang dianggap sisi romantisnya.

 

Pasca tenggelamnya Nurnaningsih, munculah generasi baru yang mengisi kekosongan adegan yang menambah fantasi erotis. Lekuk-lekuk tubuh aktris seksi semakin tereksploitasi. Beberapa bintang yang sering tampil erotis pada era 1970an salah satunya Yatie Octavia. Sang artis  Yatie Octavia termasuk “The Big Five “ dengan honor Rp 5 juta waktu itu.

 

Yatie Octavia mulai dikenalkan oleh sutradara AN Alcaf saat berusia 18 tahun dan bermain di film Intan Perawan Kubu (1972). Saat itu hanya sebagai pemeran pembantu,  Yatie mengenakan rok pendek dan payudara ditutup rambutnya yang tergerai panjang. Seketika masyarakat sudah meramal dan siap menyambut kehadiran bintang bom sex baru. Berikutnya sang artis berperan dalam film “Rahasia Perawan” sutradara Ali Shahab yang membawanya dipuncak ketenaran.

 

Artis berani lain Debby Chintya Dewi, di tahun 1972 ikut bermain dalam film Tiada Djalan Lain besutan sutradara Hasmanan. Debby beradegan panas dengan aktor Mandarin Alan Teng Kuang Yung. Debby juga tampil menggoda dalam film silat Krakatau (1977). Doris Callebaute melambung namanya lewat Inem Pelayan Seksi (1976). Artis Doris Callebaute menghilang dari layar lebar di era 1980an. Doris belakangan tampil santun, bahkan semakin religius.

 

Suzanna juga pernah beradegan panas dengan Allan Nuari dalam Ratu Ilmu Hitam (1981). Suzanna yang berakting dari tahun 1960an, boleh dibilang cantik dan sensual, sebenarnya juga dianggap bom seks oleh sebagian pihak. Namun, Suzanna belakangan lebih dikenal sebagai Ratu Film Horor Indonesia.

 

Masih ingat ketika dialog seorang pelacur dengan bapak-bapak tua yang birahinya harus terhenti karena pisau cukur. “Sabar, Om. Om punya pisau cukur?” “Buat apa?” “Ini,” sambil menunjuk ke arah ketiak. Ternyata pemeran si pelacur itu Eva Arnaz, salah satu bom seks paling legendaris di zamannya. Aksi lain Eva adalah dalam adegan Eva mandi sambil mendesah dalam film Asal Tahu Saja (1984). Atau adegan Eva sedang tidur sendirian dalam film Midah Perawan Buronan (1983). Eva hanya berbalut pakaian tidur tipis, lalu memperlihatkan lekukan tubuhnya. Eva lagi dan eva lagi muncul di Ken Arok Ken Dedes (1983).

 

Joice Erna dan Rano Karno dalam Suci Sang Primadona

 

Generasi film 1990an adegan panas semakin tidak terkendali. Generasi Meriam Belina “Catatan Si Boy” banyak mempertontonkan sekitar wilayah dada "sekwilda" dan buka paha tinggi-tinggi "bupati" lebih banyak dipertontonkan di bioskop. Di era-era ini film-film bertema panas terkesan lebih vulgar dan “dipaksakan”. Hampir semua Film tidak memiliki alur cerita, dan hanya mempertontonkan adegan vulgar. Nama-nama artis yang lebih muda bermunculan, mulai Febby Lawrance, Sally Marcellina, Gitty Srinita, Inneke Koesherawaty, Kiki Fatmala, Windy Chindyana atau Ayu Azhari. Nama terakhir pernah terlibat adegan mandi bersama dengan Frank Zagarino dalam “Pemburu Teroris” (1996).

 

Dari semua yang dikatakan artis bom sex itu ternyata tidak pernah bisa mengalahkan legenda Merilyn Monroe. Semua cantik namun tidak ada satupun yang “istimewa”. Mungkin hanya Yatie Octavia yang sedikit mewakili wajah nusantara berkulit kuning bertubuh langsung dan berhidung tidak terlalu mancung. Namun disisi lain, Yatie Octavia juga meragukan keistimewaannya sendiri. Dirinya masih menganggap hanya bagian atas dada dan wajah saja yang menarik. Sementara pada bagian pinggul hingga kaki jarang disorot kamera karena dianggap terlalu pendek dan gemuk.

 

Sementara artis lain memang cantik, namun berwajah indo keturunan dianggap mudah bosan dan lupa. Kelanggengan seorang artis untuk menjadi legenda bukan berarti harus berani buka baju. Melainkan bisa menonjolkan bagian bagian badan atau wajahnya yang sensual. Sebagaimana yang pernah dilakukan legenda Merilyn Monroe. Bahkan sutradara Nyak Abas Acup dalam sebuah wawancara di majalah Femina tahun 1983 mengatakan, “ hanya berani buka baju adalah jalan terburuk bagi pendatang baru”. Menjadi bintang bukan sesederhana itu. dia harus punya kemampuan berakting, penampilan menarik, punya kepribadian dan pengetahuan yang luas.

 

Ada tiga bintang film menurut Ali Shahab, pertama bintang film berbakat bermain. Kedua yang tenar karena cantik misalnya Doris Callebaute dan ketiga yang cantik pandai pula bermain, misalnya Suzana. Kecantikan wajah tidak pernah ada yang abadi. “Apalagi ukurannya simbol sex”, akan selalu berubah. Suatu ketika Venus yang menjadi ukuran saat yang lain seperti Twiggy, kelak entah apa lagi.. Kemunculan bintang film simbul sex Indonesia kebanyakan seakan terbawa oleh musim. Muncul tiba-tiba dan hilang juga tiba-tiba. (pul)

 

 

 

Artikel lainnya

Benteng Budaya dan Derasnya Gelombang Modernisasi

Author Abad

Oct 03, 2022

hari selasa pagi

Reta author

Feb 21, 2023

Begini Pengaruh Marga Han di Jatim