images/images-1674201458.jpg
Sejarah
Budaya

Gunung Dalam Peradaban Jawa

Malika D. Ana

Jan 20, 2023

674 views

24 Comments

Save

Gunung Dalam Peradaban Jawa

 

 

Abad.id - Peradaban Jawa melihat Gunung sebagai Semiotika Syiwa, dan Sungai, serta Mata Air sebagai Semiotika Wisnu, atau melihat Gunung dan Lembah sebagai Semiotika kesadaran atau Bodhisatva. Artinya, semiotika hanyalah tanda atau simbolisasi. Jadi keberadaan gunung menandai keberadaan Syiwa dan seterusnya. 

 

Soal sistem kepercayaannya orang Jawa jelas monoteisme. Dimana hidup dipahami sebagai jalan menemukan keselamatan dan sangkan paraning dumadi, atau dalam bahasa agamanya disebut Innalillahi wa innailaihi rojiun; mengenal darimana berasal, dan akan kemana kembali. 

 

Saat bertemu dengan beragam tradisi keagamaan dari luar akan berusaha mengambil dan memilah tradisi mana yang sesuai dengan karakter spiritualitas mereka. Walhasil, apapun baju agama yang dikenakan orang Jawa, karakter ‘monoteisme’ dan ‘spiritualitas’ khas Jawa akan tetap kentara dan mewarnai keberagamaan mereka. 

 

Benedict Anderson dalam bukunya The Suluk Gatoloco (1982), menjelaskan tentang karakteristik beragama orang Jawa yang merupakan hasil pengaruh banyak tradisi yang menghampiri, seperti Barat (Belanda), China, Turki, Arab dan lainnya. Orang Jawa menerima dan memasukkan tradisi-tradisi ini dalam keranjang khasanah kehidupan mereka. Bukan mengambil seluruhnya. Tetapi semua khasanah tersebut hanya diterima sebagai kaca benggala karena mereka meyakini kesempurnaan Kawruh Jawa yang disebut Kawruh Budhi atau ajaran tentang keluhuran budi pekerti. 

 

Inti keberagamaan orang Jawa adalah spiritualitas dan penyucian batin guna menemukan sangkan paran ing dumadi, yaitu kesempurnaan perjumpaan dengan ‘Realitas Tertinggi’, sang tan kena kinaya apa. Dan mereka menyebut Realitas Tertinggi itu dengan sebutan Sang Hyang.

 

Sang Hyang dalam tradisi spiritualitas Jawa Kuno disandarkan pada sifat-sifat keagungan Tuhan Yang Maha. Diantara nama-nama itu adalah Hyang Murbeng Dumadi, Hyang Wenang Datan Wiwenang, Hyang Widdi, Hyang Sukma, Sang Purwa (Madya) Wisesa, Ingkang Paring Gesang, Sang Among Tuwuh, Syang Murbeng Jagad, Sangkan paraning Dumadi, Sing Nitahake, Ingkang Sumara Bumi, Syang Jagad Nata, Hyang Guru jagad, Sang Hyang Taya, Hyang Murbeng Rat dan lain-lain. 

 

Lalu, Jawa yang bagaimana yang dikatakan menyembah pohon dan batu serta gunung?

 

Atau menyembah leluhur, menyembah hantu-hantu di punden dan kuburan?

 

Atau nenek moyang Jawa mana yang disebut menyembah benda-benda profan lainnya seperti yang didiktekan dalam mayoritas buku-buku sejarah di sekolah-sekolah? 

 

Animisme dan dinamisme dalam buku-buku sejarah itu hanyalah penyebutan Barat yang tidak mampu menemukan istilah yang tepat demi menarasikan situasi pemahaman spiritual orang Jawa.(mda

 

Lokasi foto : Desa Sine kabupaten Ngawi, Jatim. Foto dokumentasi mda

Artikel lainnya

Seru, 400 Orang Jawa Sedunia Bakal Kumpul di Surabaya

Author Abad

Oct 04, 2022

Subtrack, Belajar Sejarah Dengan Mudah

Pulung Ciptoaji

Jan 23, 2023

Politik Hukum, Tumbal dan Sumber Kegaduhan

Malika D. Ana

Jan 07, 2023

Pembangunan Balai Kota Surabaya Penuh Liku

Pulung Ciptoaji

Dec 18, 2022

Dekrit Untuk Kembali ke UUD 45 Asli

Malika D. Ana

Jul 06, 2023

Kembali ke Jati Diri Adalah Kembali ke Kebun, Sawah dan Segenap Pertanian Rakyat

Malika D. Ana

Apr 03, 2023