images/images-1673941005.jpg
Sejarah
Budaya
Riset
Gastro-Kultur

Pinang dan Kedai Kopi

Malika D. Ana

Jan 16, 2023

638 views

24 Comments

Save

Pinang dan Kedai Kopi

 

 

Abad.id - Selama puluhan ribu tahun sejak kepindahan manusia dari hominid, ke era berburu dan meramu menuju moderen, manusia mencipta romantika, manusia butuh suasana kebatinan yang menyegarkan semangatnya. Manusia kemudian menciptakan gotrasawala, yakni api unggun untuk kongkow, berkumpul mengelilingi api unggun dan sama-sama menghangatkan badan sambil berbagi makanan.

 

Duduk mengeliligi api unggun

 

Kebiasaan itu tidak ada yang berubah, di rumah-rumah kampung atau pedesaan yang memasak menggunakan tungku, luweng dan perapian, mereka biasa berkumpul mengelilingi perapian, luweng atau pawon untuk menghangatkan diri pagi-pagi atau dimalam hari, meski sekedar bakar singkong dan jagung serta minum kopi sangrai.

 

Pawon tradisional dengan kayu bakar

 

Modernitas jaman mengubah tempat berkumpul itu menjadi komoditas untuk dijual semacam kedai, warung kedaung, bahkan cafe kekinian. Awlnya menjadi tempat bergossip merangkai kisah, dari politik, sepak bola hingga gosip artis mapun gosip tetangga. Mereka bahkan berbagi koran sambil minum kopi di angkringan dan nyemil gorengan ataupun sego kucing (nasi kucing). Narasi tentang kehidupan yang luar biasa, dengan kedai, warung, manusia seolah tak bisa mati, life is an eternal talks of life it self. Meski kini budaya ngobrol itu makin jarang didapati di warung kopi, karena manusia makin sibuk dengan gadgetnya.

 

Angkringan Nasi Kucing

 

Ditengah hutan tropis, gurun pasir, savana, dan aneka tempat lainnya manusia membangun kedai, warung, tempat mereka bertukar cerita kehidupan. Sebagian cerita itu adalah kenyataan dan sebagian lagi adalah khayalan, diksi dan fiksi. Sembari ngobrol, mungkin saja 50.000 tahun yang lalu, sambil berkisah manusia hanya berbagi sekerat daging atau buah, hingga ditemukannya makanan atau minuman yang mengandung adiksi (addiction), yang dalam KBBI artinya adalah kecanduan atau ketergantungan secara fisik dan mental terhadap suatu zat.

 

Di Afrika orang menemukan daun Kat, di Benua Amerika orang menemukan tembakau, di Benua Eurasia, di benua Arab ada kopi, dan Cina dengan teh, serta sebagian besar addiksi yang TERLARANG hari ini seperti cocaine, canabis, opium, mescaline, dan yang dibatasi peredarannya seperti halnya tembakau, alkohol baik yang kasar atau sour mash dan yang halus, distilate.

 

Dalam romantika, tambahan atau adiksi atau candu ini disebut sebagai spirit, yakni bahan-bahan yang dipercaya menghubungan manusia dengan dunia transenden, gaib, shaman ---- orang Barat biasanya menyebut penyembuh tradisional/alternative dengan sebutan Shaman (dukun). Dengan bantuan bahan-bahan itu ditemukannah istilah seperti nyawa dan tawat, lagi-lagi manusia tidak mau mati, ia berusaha menghidupkan seluruh daya kehidupannya untuk hidup ribuan bahkan jutaan tahun kedepan dengan canda, tawa, romantika di warung dan kedai kopi.

 

Dan pada sekitaran abad ke-7, di Indo-Pasifik dan tanah Male atau Papua, manusia menemukan pinang, Areca catechu, yang disebut, pineung (Aceh), pining (Batak Toba), penang (Melayu), jambe (Sunda, Jawa), dan bahasa Austronesia menyebutnya sebagai, bua, ua, wua, pua, fua, hua, yang merupakan asal dari kata Bwah (BUAH). Komoditi yang sama pentingnya dengan kopi, teh, dan tembakau, sebuah tambahan, addiksi di belahan dunia timur yang sangat tinggi nilainya.

 

Buah Pinang tua yang belum dikupas

 

Pinang jika dikunyah rasanya sepat pahit. Disebuah kedai di pinggiran kota Dumai, Pakanbaru, Riau malah menyajikan jus buah pinang. Jika dkonsumsi entah bagaiman ada rasa  elapse, rasa tenang dan nyaman, seolah dunia ini jadi fiksi, bukan mabuk, sama halnya seperti kopi, ada spirit, kekuatan ekstra saat pinang hadir, konon juga pinang adalah Aphrodisiac, zat yang mampu meningkatkan gairah seksual, dan konon lebih hebat dari ginseng di archipelago tropical Indo Pasifik.

 

Buah Pinang yang sudah dikupas dan dibelah

 

Hari ini, pinang selalu ada pada perjamuan sebagai bondee (ikatan), sebagai simbol pengikat kekerabatan, pinang masih di sajikan sebagai saji, simbol atas sesuatu yang di ikat dengan cinta, persahabatan, dan pengertian. Pinang adalah bagian penting dari pembentukan kekerabatan di Indonesia klasik, setiap ada pinang berarti ada lahirnya Batih, atau kekerabatan bersama seluruh pranata sistem sosial yang luar biasa indahnya di Indo-Pasifik, Pinang adalah temuan Antropologis yang nilainya sama dengan Piramid Mesir.(mda)

Artikel lainnya

Sehat Bersama Pemerintah Baru 52,2 Juta Warga Indonesia Dapat Cek Kesehatan Gratis

Mahardika Adidaya

Oct 24, 2024

Salah Langkah Kebijakan Pangkas Nilai Tambah Ekonomi Hilirisasi Nikel

Author Abad

Jul 15, 2024

Menggali Dana Hibah Untuk Pensiun Dini PLTU

Author Abad

Jul 16, 2024

Mengganggu Bini Orang Berujung Petaka

Author Abad

Oct 26, 2022

TNI Berumur 77 Tahun, Menjadi Dewasa Karena Tindakan

Author Abad

Oct 06, 2022

Benteng Budaya dan Derasnya Gelombang Modernisasi

Author Abad

Oct 03, 2022