images/images-1668860211.jpg
Sejarah
Riset

Setelah Kartini Kirim Surat ke Oost en West, Ukiran Jepara Jadi Begini

Author Abad

Nov 20, 2022

394 views

24 Comments

Save

Kartini sedang membatik dengan adik-adiknya Rukmini (tengah) dan Kardinah (kiri). Foto dok Museum Pusat Jakarta

 

Penulis : Pulung Ciptoaji

 

 

Abad.id-Jepara tidak hanya dikenal tempat Kartini lahir dan dibesarkan. Di kota utara provinsi Jawa Tengah ini juga dikenal tradisi mengukir sejak jaman Kerajaan Majapahit. Ada banyak versi asal muasal jepara menjadi tempat dengan tradisi ukirannya itu.

 

Dalam buku risalah ukir Jepara, versi pertama mengisahkan pada jaman kerajaan Majapahit, prabu Brawijaya memiliki seorang ahli ukir yang dipercaya bernama prabangkara. Suatu saat setelah permaisuri meninggal dunia, raja meminta Prabangkara membuat patungnya. Dalam beberapa saat patung tanpa busana tersebut dibuat dengan sangat miripnya. Namun tanpa sengaja seekor lalat hinggap di dada patung itu. Ketidaksengajaan ini membawa bencana bagi Prabangkara. Rupanya raja curiga karena Prabangkara membuat patung yang sangat persis, termasuk letak tanda tahi lalat di sekitar dadanya. Sebagai hukuman, Prabangkara diikat di sebuah layang layang besar dan diterbangkan. Setelah terbang talinya diputus dan Prabangkara terbah sangat jauh mengikuti angin. Hingga akhirnya layang layang tersebut jatuh di Belakanggunung tempat lahirnya seni ukir Jepara.

 

Ada versi lain, yaitu pada masa pemerintahan Ratu Kalinyamat (abad XV) hiduplah seorang patih bernama Sungging Badarduwung yang berasal dari negeri Campa. Patih ini memiliki keahlian mengukir batu. Ketika Sultan Hdiri suami ratu beraksud mendirikan masjid Mantingan, sang patih diminta bantuan membuat ukiran di serambi masjid. Ukiran patih ini hingga sekarang masih dapat dilihat di majid Mantingan. Daerah Mantingan dekat dengan Belakanggunung, sehingga banyak warga yang meniru tehnik cara mengukir. Beberapa warga itu membentuk kelompok pengukir yang bertugas untuk melayani kebutuhan ukir. Semakin hari kelompok ini berkembang, hingga semakin banyak warga tetangga desa ikut belajar mengukir. Namun, sepeninggal Ratu Kalinyamat, perkembangan mereka terhenti. Baru muncul kembali setelah keluarga Kartini kembali mengembangkan seni ukiran Jeoara.

 

Ada juga versi ketiga, yaitu sejak runtuhnya kerajaan Majapahit mengakibatkan para seniman ukir kerajaan tercerai berai. Dalam perkembangannya ada yang menetap di Jepara dan mengembangkan seni ukir di desa Belakanggunung.

 

Kartini Ikut Mengembangkan Ukiran Jepara

 

Jauh sebelum Kartini lahir, ukiran Jepara sudah tumbuh dan bekembang. Namun bersifat lokal dan dipasarkan sekitar Jepara. Saat Kartini muda dan mengenal pendidikan ala Belanda, mulailah  memikitkan cara mengangkat harkat para perajin ukiran. Kartini heran, siapa yang menuntun anak-anak yang biasa bekerja di sawah tapi saat bekerja membuat ukiran menghasilkan karya yang baik dan indah. Bagaimana mungkin di tempat yang sederhana dan jauh dari dunia gemerlap, tapi bisa menghasilan karya yang mengisi gemerlapnya dunia.

 

 

Sejak dahulu ukiran Jepara memang sangat terkenal, dan bisa dijumpai dalam bentuk perabotan rumah. Mulai kursi, tempat tidur, almari hingga hiasan tembok. Alat alat membuat ukiran itu sangat primitif, hanya tatah dan palu kayu. Dengan dasar inilah, Kartini ingin mengangkat derajat ukiran Jepara.

 

Kartini kemudian menulis sebuah prosa berjudul Van een Vergeten Uithoekje atau Pojok yang Dilupakan. Prosa ini bercerita tentang tanah kelahirannya, yang mempunyai banyak seniman ukir sejati. Tapi ironisnya, telah dilupakan orang dan kerja mereka tidak mendapatkan penghargaan yang berarti. Kartini juga menghubungi beberapa sahabat orang Belanda di Semarang dan Batavia agar Oost en West, atau asosiasi kerajinan tangan di Hindia ikut membantu membangkitkan kembali kejayaan ukir Jepara..

 

Kartini berharap lembaga tersebut ikut membantu mempromosikan produk kerajinan seni ukir Jepara, di luar negeri maupun di dalam negeri. Kartini juga memberikan supervisi kepada para perajin ukir dari Blakanggunung untuk membuat berbagai macam furnitur dan kerajinan untuk dipasarkan ke Semarang, Batavia, bahkan Belanda. Kartini juga mengirim banyak contoh barang hasil kerajinan ukir Jepara ke mana-mana. Bahkan mengirimkan hadiah ulang tahun kepada Sri Baginda Ratu Wilhelmina, saat orang nomor satu di negeri Belanda itu memasuki usia 24 tahun.

Botekan (tempat jamuan jamu) milik Kartini yang kini masih berada di rembang 

 

Akhirnya kerja keras Kartini terjawab, setelah lembaga  ‘’ Oost  En West’’ berjanji membantunhya. Pada tahun 1898,  Kartini semakin sering berhubungan dengan lembaga itu. Kemudian Kartini mendatangi Singowirio, pengukir paling terkenal di desa Belakanggunung yang ahli membuat ukiran macan kurung. Kartini menunjuk Pak Sing, panggilan akrabnya sebagai pemimpin para tukang yang kemudian dikumpulkan di samping Pendopo kabupaten Jepara. Sejak itulah di dekat pendopo kabupaten Jepara selalu terdengar hiruk pihuk orang menatah kayu yang dipesan Kartini. Produk yang dipesan mulai tempat jahitan, tempat rokok, tempat jamu, meja tulis, pigura cermin. Pak Sing dan beberapa pengukir senior lainnya mengawasi dengan cermat pekerjaan anak buahnya. Setelah pekerjaan selesai, Kartini mengirimkan barang barang itu ke Oost  En West’ untuk dipasarkan di Semarang, Batavia dan dikirim ke Belanda.

 

Dengan cara begitu, harga ukiran Jepara bisa meningkat sesuai dengan keindahan, kerumitan desain  dan jerih payah pembuatnya. Uang hasil penjualan diberikan kembali ke pembuat dan hanya dipotong ongkos kirim. Hal ini sangat menggembirakan para tukang ukir. Terlebih lagi bagi Kartini sendiri. Ungkapan itu dituis dalam surat kepada sahabatnya EC Abendanon, “ Horee untuk kesenian dan kerajinan rakyat kami, hari depanmu pasti akan gemilang. Aku tak dapat mengatakan betapa girang dan bahagianya aku. Kami mengagumi rakyat kami. Kami bangga atas mereka. Rakyat kami yang kurang dikenal, karena itu pula kurang dihargai ...Hari depan kaum seniman Jepara sekarang terjamin.,”

 

Sejak saat itu perajin ukir Jepara mendapat banyak pesanan. Ayah Kartini misalnya, sengaja memesan ukiran penyekat ruangan yang diletakan di Pendopo kabupaten Jepara. Namun penyekat ruang ini dipindah ke Rembang saat Kartini diboyong suaminya Bupati Rembang. Setelah hampir berumur 1 abad, penyekat sepanjang 50 meter itu masih berdiri kokoh menghiasi pendopo Kabupaten Rembang. Penyekat ini berukir garuda yang tengah mengembangkan sayab, berhiasan bunga dan daun yang merambat.

 

 

 

Jika melihat penyekat berukir indah itu, sepertinya Kartini ikut pula memikirkan desainnya. Kartini juga ikut memikirkan desain baru yang belum pernah ada dibuat pengukir. Motif yang terkenal di Jepara mulai daun trubusan yang terdiri dari dua macam. Pertama, daun yang keluar dari tangkai relung. Kedua, daun yang keluar dari cabang atau ruasnya. Ukiran Jepara juga terlihat dari motif jumbai yakni daunnya akan terbuka seperti kipas lalu ujungnya meruncing. Ada juga tiga atau empat biji keluar dari pangkal daun. Selain itu, salah satu ciri khasnya tangkai relung yang memutar dengan gaya memanjang dan menjalar membentuk cabang-cabang kecil untuk mengisi ruang dan memperindahnya.

 

Momen penting yang selalu diingat Kartini saat dirinya membuat desain tentang gambar wayang. Awalnya banyak tukang tidak mau memenuhi permintaan ini. Sebab mereka takut terkutuk dengan sakralnya wayang. Baru setelah RM Sostroningrat ayah Kartini  meyakinkan, akhirnya dibuatlan ukiran model wayang. Ukiran desain wayang masih bisa dilihat di kotak tempat jahitan yang ada di ruang Pengabdian RA Kartini di Rembang. (pul)

 

 

 

 

Artikel lainnya

Kembali ke Jati Diri Adalah Kembali ke Kebun, Sawah dan Segenap Pertanian Rakyat

Malika D. Ana

Apr 03, 2023

hari selasa pagi

Reta author

Feb 21, 2023

Subtrack, Belajar Sejarah Dengan Mudah

Pulung Ciptoaji

Jan 23, 2023

Menjelajah Tempat Industri Gerabah Era Majapahit

Pulung Ciptoaji

Dec 21, 2022

Benteng Budaya dan Derasnya Gelombang Modernisasi

Author Abad

Oct 03, 2022

Epigrafer Abimardha: "Jika Hujunggaluh ada di Surabaya, itu perlu dipertanyakan"

Malika D. Ana

Feb 11, 2023