images/images-1668420223.jpg
Budaya

Breakdance Tarian Korban Politik

Author Abad

Nov 14, 2022

667 views

24 Comments

Save

Penulis : Pulung Ciptoaji

 

abad.id-Setelah senam berlangsung istirahat 15 menit, semua peserta dipersilahkan makan kudapan yang disediakan Hotel Borobudur. Ada buah dan roti, dan dihidangkan secara menarik. Juga minuman sejenis vitamin C yang bisa mengurangi dehidrasi usai gerak berkeringat. Semua peserta senam erobik tanpak puas dengan fasilitas suguhan, sesuai dengan tiket yang dibayar. Peristiwa itu pada 3 November tahun 1984 seperti yang dilaporkan oleh majalah Femina edisi 20 November 1984, saat warga Jakarta mulai demam kegiatan senam. Diantara senam masal yang dikelola oleh even organiser itu, juga disisipkan panggung hiburan. Semua masih bergerak dan berkeringat, yaitu Breakdance.

 

Kini panggung utama sudah dikonsep seperti sebuah kalangan arena pertarungan. Mereka yang berkelahi nanti bukanlah adu fisik, melainkan adu ketangkasan dan keindahan. Pesertanya remaja-remaja yang udah terlatih. Beberapa penonton langsung merangsek mendekat arena. Paling banyak remaja putri, berusaha duduk di depan untuk mengobati penasaran. Maka, tiba-tiba suara sound dengan ritme hip hop mulai terdengar keras. Tak dus dus tak dus dus, tak dus dus..., lalu satu persatu peserta Breakdance unjuk kemampuan dan ketangkasan.

 

Kekuatan yang timbul dan tenggelam di Breakdance terletak pada agerakan yang kuat namun lentur. Kadang-kadang penari bergerak lurus seperti kungfu lalu tiba tiba melejit dan jatuh pada bagian punggung seperti cacing. Secara kompak gerakan selanjutnya seronta seperti ikan di atas wajan. Lalu penari lain muncul dengan gerakan pembuka seperti Michael Jackson yang disebut Moonwalk atau jalan di bulan. Langkah tari ini memberi kesan berjalan menuju suattu arah, padahal badan bergerak ke belakang.

 

Para peserta Breakdance ini juga punya aturan tarian. Seperti sepatu sport yang alasnya kaku dan licin, memakai kacamata hitam seperti tuna netra, celana kembung seperti kantong terigu. Seperti dunia milik Amerika dan tidak menginjak di bumi nusantara.

 

Di even lain di pinggir jalan, Breakdance seperti menghipnotis remaja perkotaan. Setiap kali ada suara dari tape record Tak dus dus tak dus dus, tak dus dus..., maka orang-orang berdatangan, mengerumuni si anak yang siap memperagakan Breakdance.

 

Tetapi, belum sampai memulai gerakan, mobil polisi mendekat. Maklum saat itu negara sangat represif terhadap budaya barat dan anti kerumuman di jalan. Negara kawatir kehilangan budaya aslinya, sebab remaja-remaja telah tersusupi pikiran dan budaya asing. Lalu mereka hanya sebentar, menari kemudian bubar. Namun polisi masih membiarkan Breakdance yang digelar di ruang tertutup dengan menumpang kegiatan lain, senam erobik misalnya.

 

Dari Amerika Menjajah Menteng

 

Pada 1969, seorang DJ dan rapper bernama Afrika Bambaata mendirikan apa yang kelak diyakini sebagai grup breaker pertama: Zulu Nations. Tarian ini pada awalnya berkembang di South Bronx, New York, Amerika Serikat. Sebagian besar penduduk Bronx adalah warga kulit hitam. Beberapa di antara mereka merupakan penari dan membuka kursus tari.

 

Gerakan memutar tubuh, "mematah-matahkan" pundak, kaki, dan bertopang kepala yang diperagakan dalam Breakdance konon bersumber dari tari tradisional Afrika Barat. Anak muda South Bronx membawa gerakan itu ke lantai disko dan tepi jalan. Alih-alih berkelahi, mereka mengadu kekuatan antar geng lewat Breakdance. Lalu, kapan Breakdance mulai masuk ke Indonesia? tidak ada kapan mulai merebak di Indonesia.

 

Hanya saja secara tiba-tiba anak-anak sekitar warung tegal di arah selatan Stadion Menteng, Jakarta Pusat mulai dengan gaya baru. Mereka tak cuma menari. Namun semua yang berhubungan dengan Bronx telah diadaptasi. Jika di 'Bronx' anak anak melahap 'hamburger', maka anak anak menteng perlu tambahan kecap.   Lokasi favorit breaker unjuk aksinya pada 1980 di sekitar Monas, Menteng, Sarinah-Thamrin, dan Blok M. Lagu pengiring andalan mereka ialah "Zoolook" dari Jean-Michel Jarre atau lagu-lagu garapan Buffalo.

                                                      

Break dance yang mula-mula berasal dari sudut-sudut jalan Bronx Utara di New York dan kawasan kaki lima di pantai Venece California Amerika serikat itu, juga menjadi populer saat tampil di film Flashdance yang dibintangi Jenifer Beals dan film yang berjudul Breakdance. Dalam film tersebut dituturkan bahwa tidak sekedar menari. Namun mengkombinasikan gerakan kungfu, tinju, pantomin dan akrobat.

 

Di arsip film nasional yang dihimpun filmindonesia.or.id menyebutkan Breakdance juga muncul dalam film Persaingan Remaja (1984) yang disutradarai Willy Wilianto. Breakdance juga menjadi topik utama dalam film Gejolak Kawula Muda (1985), Tari Kejang (1985), Demam Tari (1985), dan Tari Kejang Muda-Mudi (1985).

 

Tari Kejang Yang Tidak Nasionalis

 

Meskipun Breakdance digandrungi anak-anak muda, ada pula pihak-pihak yang mengutuknya. Menteri Agama Alamsjah Ratu Perwiranegara menuduh tari kejang sebagai simbol kemerosotan moral generasi muda. Pada Februari 1985, Mendikbud Nugroho Notosusanto menyatakan pemerintah akan mempersempit ruang gerak tari kejang dengan menggalakkan tarian daerah. Sedangkan Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida) Kota Surabaya melarang Breakdance.

 

Serangan lain juga datang dari anggota Komisi IX DPR 1982-1987 RA Thahir mengatakan Breakdance adalah bagian dari kebudayaan asing yang sulit dibendung dan perlu dikendalikan. Dia meminta Pemerintah Daerah (Pemda) DKI Jakarta mencarikan tempat penyelenggaraannya.

 

Menanggapi itu, Soeprapto, gubernur DKI Jakarta 1982-1987, mengatakan melarang tari kejang tidak menguntungkan dan tidak mendidik. Pihaknya hanya berusaha menertibkan tari kejang: dilarang di jalanan atau taman kota, tapi di tempat khusus dan seizin aparat keamanan.

 

Dalam rubrik "Asal-Usul" Kompas 10 Februari 1985, Arswendo Atmowiloto mengatakan bahwa Kakanwil Depdikbud Promal di Ambon juga melarang tari kejang di sekolah. Di luar sekolah harus ada izin. Bagi mereka, tari kejang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 45. Bagi Arswendo, istilah "tari kejang" menyudutkan dan tidak memberi angin. "Saya lebih suka menyebutkan Tari Patah Terserah," ujar Arswendo.

 

Sebelumnya, penari sekaligus pengajar di Institut Kesenian Jakarta (IKJ) Sardono W. Kusumo juga telah mengemukakan kritik serupa. Dalam tulisannya di Kompas 18 Desember 1984, Sardono menjelaskan kekhasan Breakdance dan kaitannya dengan tari tradisional Jawa. Menurutnya, istilah "tari kejang" bisa menjadi beban psikologis.

 

"Segala yang identik dengan kejang atau tegang, beringas, agaknya kurang diterima dalam alam pembangunan yang perlu ketenangan, keselarasan, tata tentrem, heneng-hening," ujar Sardono.

 

Meskipun banyak pihak melarang, ternyata siapapun tetap bisa ngeBreakdance. Sebab menari merupakan kesenian pertama yang dikenal sejak manusia purba. Menarilah, sampai suara bising itu berhenti dengan sendiri, dan menarilah hingga yang melihat bosan dan pergi. (pul)

 

 

Artikel lainnya

Sehat Bersama Pemerintah Baru 52,2 Juta Warga Indonesia Dapat Cek Kesehatan Gratis

Mahardika Adidaya

Oct 24, 2024

Salah Langkah Kebijakan Pangkas Nilai Tambah Ekonomi Hilirisasi Nikel

Author Abad

Jul 15, 2024

Menggali Dana Hibah Untuk Pensiun Dini PLTU

Author Abad

Jul 16, 2024

TNI Berumur 77 Tahun, Menjadi Dewasa Karena Tindakan

Author Abad

Oct 06, 2022

Kembali ke Jati Diri Adalah Kembali ke Kebun, Sawah dan Segenap Pertanian Rakyat

Malika D. Ana

Apr 03, 2023

Pertukaran Budaya Indonesia Jepang Dalam Subtrack

Pulung Ciptoaji

Mar 02, 2023